18

38 7 16
                                    

Yeah, just 3 random question before you start reading.

1. Pernah marahan sama temen sampe parah banget? Terus akhirnya baikan lagi nggak?

2. Tipe orang yang kalo lagi ngerasa bahagia/sedih langsung ngeluarin air mata apa nggak?

3. Jam berapa pas kalian baca ini?

Only that, bisa di skip kalo kalian males atau nggak mau jawab.

Yeah, here we go.

****

Tak bersitegang seperti beberapa menit lalu, kini Aneska dan Divka sama-sama duduk di atas batu menghadap kolam yang dangkal. Setelah pengakuan mengejutkan yang keluar dari mulut Divka tadi, Aneska merasa pikirannya kacau. Hanya menghela napas, ia kemudian duduk di atas batu disusul Divka yang duduk di sebelahnya.

Suasana terasa sangat hening karena keduanya tampak enggan memulai pembicaraan.

Ditambah hari yang semakin sore dan semua muird SMA Pancadharma yang sudah pulang membuat suasana makin terasa hening. Namun terkadang masih terdengar sayup-sayup dari kejauhan yang dari anggota OSIS yang setiap hari pulang sore.

"Sebelumnya gue mau minta maaf sama lo kalo selama ini gue gangguin lo sama Arza." Divka akhirnya memecah keheningan dan menghela napasnya sejenak.

Tangannya lantas melemparkan sebuah kerikil yang ia temukan di dekat kakinya ke kolam. "Karena gue takut kalo nanti usaha lo sia-sia dan Arza tetep nggak suka sama lo. Gue ... takut nanti nasib lo jadi kayak kakak gue." Setelah mengatakannya, Divka kembali menghela napas.

Di sampingnya Aneska terus mendengarkan saja, tanpa ada niatan untuk menyela atau membantah. Karena nyatanya ia memang butuh penjelasan. Tangisnya sudah berhenti sejak tadi. Hanya matanya saja yang terlihat sembab.

"Dulu gue punya kakak, namanya Kirana. Kita selisih cuma empat tahun. Dia sama kayak lo dulu. Banyak jerawat, beruntusan, jelek lah pokoknya. Dan waktu itu dia suka sama cowok. Karena insecure buat deketin cowok itu dengan keadaan bad looking, kakak gue akhirnya nekat pake skincare abal sama pemutih badan yang sama-sama abal berhubung dia juga item. Dan yah, kakak gue langsung berubah cantik dan putih setelah pake itu."

Divka menjeda ceritanya sebentar. Tangannya kembali melempar kerikil ke kolam.

"Kakak gue pikir, setelah dia cantik cowok yang dia suka bakal suka balik sama kakak gue. Tapi ternyata nggak segampang itu. Si cowok yang disukain kakak gue ini tetep nggak suka sama kakak gue. Disitu kakak gue ngerasa kecewa banget. Sampe akhrinya kakak gue ketahuan pake skincare abal sama satu sekolah. Makin dihina-hina dia sama cowok itu juga orang-orang satu sekolahnya. Kakak gue depresi berminggu-minggu."

"Terus pas malem-malem gue mau ke kamarnya buat nyuruh dia makan yang selalu nggak dia tanggepin, dia udah tergeletak di lantai pas gue masuk dan dobrak paksa pintu kamarnya yang selalu dikunci. Tangannya banyak darah. Gue panik, terus panggil orang tua gue. Ternyata dia bunuh diri dengan cara ngiris nadinya pake pisau. Waktu itu kakak gue masih kelas sebelas dan gue masih kelas tujuh SMP."

Divka mengakhiri ceritanya dengan menarik napas dalam. Tangannya terkepal kuat, mengingat bagaimana tragisnya akhir hidup sang kakak yang amat dicintainya. Meski itu sudah berlalu bertahun-tahun, nyatanya luka itu masih terasa seperti luka baru. Sakit dan pedih.

Namun walau begitu, ia lantas bangkit dan menjalani hidup dengan normal. Tak seperti di novel-novel yang kemudian berubah kepribadian menjadi pendiam atau bagaimana. Dia tetap menjadi Divka, dengan segala kerandoman dan kerecehan yang ada.

Unexpected Ending Où les histoires vivent. Découvrez maintenant