02. Pulang ke Asrama

54.1K 5.3K 123
                                    

===

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

===

"Idul Fitri besok mau pulang nggak, Ning?" tanya Ning Layla setelah beberapa saat lalu mereka berdua selesai menghabiskan bakso, dan saat ini sedang berada di ruang keluarga sembari berbincang-bincang, sebelum nanti Afifah pulang ke asrama lagi.

"Didawuhi Abah buat pulang, Ning. Heheh," jawab Afifah yang memang sejak 3 tahun lalu belum pulang ke rumah, karena ia betah sekali berada di dalam pondok ini yang di mana telinganya selalu di dengarkan ilmu-ilmu agama.

"Iya lah, harus pulang. Jangan lama-lama di pondoknya. Kelamaan nunggu entar para orang tua yang mau sampean jadi menantunya," gurau Ning Layla, karena Afifah sendiri sudah lebih dari 5 tahun mondok di sini.

Afifah Annahdliyah, gadis yang akan memasuki umur 17 tepat di tahun ini adalah seorang Ning berwajah ayu, kulit tak begitu putih karena sering ikut roan, dan tingginya hanya 162 CM. Ia pun hanyalah seorang alumni Sekolah Dasar yang memutuskan menjadi santri sejak beberapa tahun lalu.

"Enggak lah, Ning. Fifah masih kecil," balas Afifah sambil terkekeh pelan, karena siapa juga yang tengah menunggunya untuk dijadikan istri. Ilmu agama dan akhlaknya saja belum jos.

"Di sini ada kakang pondok atau Gus yang sampean taksir nggak?" tanya Ning Layla yang dulu pernah tak sengaja mendengar obrolan Abah dan Ummi yang akan menjodohkan salah satu saudaranya dengan Afifah.

Afifah terdiam dengan bibir merekah lebar sambil menunduk malu. Reaksinya itu sebuah jawaban iya atas pertanyaan Ning Layla barusan.

"Eeeh?" Ning Layla hampir tak percaya karena diam-diam Afifah telah memiliki kekasih hati. "Siapa Ning, siapa?" Sambungnya bertanya dengan sangat antusias.

Masih dalam posisi menunduknya, Afifah menggeleng. Ia tak pernah tahu siapa nama dari pria yang telah disukainya diam-diam selama 2 tahun belakangan ini. Afifah juga bisa mengenal pria itu sebab dulu sering melihatnya tengah mengerjakan bangunan baru asrama putri yang sekarang ini menjadi kamar adik kelas ngajinya.

Pria itu sepertinya santri putra yang memilih ngabdi di pondok, karena umurnya sendiri terlihat sudah tidak muda lagi. Terlebih saat pertama kalinya jatuh cinta, pria itu terlihat berumur 23 tahun ke atas. Dan saat Afifah diajak bermain ke rumah Ning Layla ini, ia juga seringkali melihat pria tadi tengah roan dipinggiran pondok bersama beberapa santri putra lainnya yang masih seumuran dengannya.

"Assalamualaikum!" salam Gus Yusuf dan Gus Amar yang baru saja pulang.

"Wa'alikumussalam," jawab Ning Layla seraya berdiri untuk menyambut kedatangan suami dan saudaranya.

"Wa'alikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Afifah pelan yang juga ikutan berdiri.

"Ning Fifah udah pulang belum?" tanya Gus Yusuf pada istrinya karena dia tidak melihat mbak santri itu di sekitar Ning Layla.

"Belumlah, kan nungguin njenengan pulang," jawab Ning Layla yang tiba-tiba saja ada Afifah berdiri tak jauh di belakangnya. "Mana Mas kontak motornya?" Ning Layla menyodorkan tangannya ke arah Gus Amar.

"Dia suruh pulang sendirian aja, gak papa. Layla nggak perlu nganterin, bolak-balik habis nanti bensinnya. Belum diisi soalnya tadi," ujar Gus Amar sambil menyodorkan kontak motor ke adiknya.

"Terus sampean gimana pulangnya?"

"Ya gampang lah itu,"

"Lah ya bagus kalo gitu, sekalian olahraga sore sampean, hehehe." Ning Layla lalu memutar tubuhnya menghadap ke Afifah. "Ini Ning kontak motornya, bisa nyetir kan?"

"Insyaa Allah bisa, Ning." jawab Afifah sambil menerima kontak motor tadi.

"Anu Mbak, ck Ning, nanti motornya di parkirin samping ndalem Abah aja," sahut Gus Amar dengan wajah lempengnya.

"Oh njeh, Gus." balas Afifah.

"Ya udah sana, keburu maghrib." Ning Layla mempersilahkan Afifah pulang ke asrama.

Afifah mengangguk takdim, lalu berjalan membungkuk saat melewati Ning Layla, Gus Yusuf, dan Gus Amar menuju pintu.

"Hati-hati ya!" Peringat Ning Layla.

"Enjeh Ning, Assalamualaikum." Pamit Afifah ketika berada di teras samping sambil memutar tubuhnya menghadap ke Ning dan 2 Gus tadi sebelum berjalan ke arah motor secara mundur. 

"Wa'alikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." balas Ning Layla dan Gus Yusuf bersamaan.

"Ya udah Cak, aku mau pulang dulu!" pamit Gus Amar sambil menyodorkan tangannya ke Gus Yusuf.

"Oh nggeh-ngeh," balas Gus Yusuf sambil membalas uluran mamas iparnya.

"Assalamualaikum." 

"Wa'alikumussalam."

~~~

Di jalanan umum menuju ndalem Abah kyai, Afifah mengendari motor dengan kecepatan sedang secara hati-hati, takut terjadi kelecetan pada motor Gusnya.
Ketika motor telah memasuki wilayah pondok, dari jauh ia dapat melihat banyak  santri putra berjalan secara beramai-ramai menuju masjid sebab sebentar lagi akan masuk waktu sholat Maghrib. Tapi walau begitu tenang saja, Afifah takkan melewati mereka sebab masih ada jalan pintas yang lebih dekat jaraknya menuju ndalem.

Sesampainya di tempat tujuan, mengikuti dawuh Gus Amar, Afifah memarkirkan motor di samping ndalem sebelum bergegas ke asrama untuk ambil air wudhu untuk pergi jama'ah shalat magrib.

"Pi, dari mana kamu?" Amin yang baru saja akan berangkat ke masjid tapi berpapasan dengan Afifah di depan asrama langsung mengintrogasi-nya terlebih dahulu.

"Ndalemnya Ning Layla," jawab Afifah buru-buru karena ia juga harus segera pergi ke masjid karena adzan sudah mulai berkumandang.

"Ish, kenapa aku nggak diajak juga sih?" protes Amin.

Afifah terkekeh pelan sambil menepuk pelan pundak Amin. "Aku wudhu dulu lah ya? Udah adzan itu loh." Pamit Afifah lalu langsung menuju kamar mandi setelah Amin angguki secara cepat karena mbak pengurus mulai mengoprak-oprak mbak-mbak lainnya agar buru-buru ke masjid.

~~~

Setelah para santri menyelesaikan pertemuan mereka dengan Sang Kholik, mereka bergegas berganti pakaian terutama santri putri untuk pergi ke Diniyah yang dilakukan mulai jam 7 hingga jam 9 malam di bangunan khusus mengaji.

"Pi, sekarang jadwal pelajarannya Ning Hasna, kan?" tanya Amin saat tengah mencari kitabnya di lemari khusus penyimpanan kitab yang ada di setiap kamar di asrama putri.

"Enggeh," jawab Afifah yang tengah memasang jilbab di depan cermin.

"Aduh, nanti kan setoron Alfiyah. Mana belum hafal lagi aku," keluh Amin sambil membuka kitab majemuk untuk melihat sampai di mana hafalannya.

"La udah sampe BAB apa sampean?" tanya Afifah seraya berjalan menuju Amin untuk mengambil kitabnya juga sebelum pergi ke Diniyah.

"Sampe BAB Af'alul Muqorabah," jawab Amin saat melihat kitab.

"Gampang itu, nanti ya bakalan hafal kok sampean," ujar Afifah. "Ya udah, ayo berangkat!"

"Gampang apanya? Ya kalo yang hafalin sampean mungkin gampang, kalo aku gimana coba?" balas Amin yang berjalan beriringan dengan Afifah menuju madrasah.

Afifah terkekeh pelan, "Gak tau lah Min, minta ridhanya Gusti Allah aja sana biar cepat hafalinnya."






===

15 Maret 2021

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang