31. Kesal

26.9K 3.4K 831
                                    

MANUSIA 17 TAHUN KE BAWAH GAK BOLEH BACA ‼️

MANUSIA 17 TAHUN KE BAWAH GAK BOLEH BACA ‼️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

===

Afifah mengoleskan sedikit parfum ke beberapa bagian tubuhnya lalu melangkah keluar ke teras depan saat bingung harus melakukan apa ketika seorang diri dalam kamar. Beberapa saat lalu ia pun telah mandi dan berdandan secantik mungkin karena akan memberi kabar gembira pada Gus Amar yang tak lama lagi pulang dari masjid.

"Nanti kardusnya taruh aja ke gudang!"

Ketika kembali mendengar suara Ibrahim setelah sekian hari tak jumpa, wanita itu melangkah ke pinggiran pembatas lalu menunduk dan ternyata memang ada dia di bawah sana bersama beberapa orang lain.

Bibirnya membentuk lengkungan indah saat memberi intensi pada Ibrahim yang bersemangat tatkala mengulurkan tangan berisi kardus aqua ke kakang pondok lain yang berada di bawah sementara dia di bak pick up.

Sepertinya perasaan Afifah pada pria yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan Gus Amar itu belum berubah, terbukti dari hatinya yang merasa senang walau hanya sekedar melihatnya. Wanita itu berdecak pelan mengingat akhir-akhir ini terlalu sering melupakannya karena waktunya banyak digunakan untuk menyibukkan diri bermain-main bersama Gus Amar.

"Lagi, Kang," pinta kang pondok bernama Opal untuk ditambahkan beban bawaannya pada Ibrahim yang sedari tadi hanya memberinya 1 kardus saja.

Ibrahim terkekeh karena yang memintanya itu anak kecil. "Kuat kan?" tanyanya sambil menambah 1 kardus lagi dalam 1 kali angkatan.

"Kuat!"

Ibrahim masih saja terkekeh seraya mendongak karena merasa ada yang mengawasi. Ya, benar. Memang ada istri Gus Amar yang baru balik badan lalu pergi begitu saja setelah melakukan kontak mata sedetik saja dengannya.

Remaja 17 tahun itu sendiri hanya pergi ke tengah teras sambil memukul-mukul pelan kepalanya sendiri. Ia malu dan gugup telah kepergok melakukan hal itu. "Ih, gak pro banget sih Fah gitu aja." celanya pada diri sendiri.

Namun walau begitu, tetap saja melihat Ibrahim adalah candu yang membuatnya mengulangi lagi secara diam-diam. Tapi mendadak salivanya tercekat sebab di bawah sana Ibrahim belum mengalihkan mata dari menatap ke tempatnya berdiri tadi dan sekarang. Iris mereka beradu dan pria itu tersenyum lembut padanya sambil menunjuk salah satu kardus.

"Mau, Ning?"

Hal yang dirasakan tenggorokannya masih sama, itu pula yang membuatnya juga sulit berkata-kata, dan hanya bisa mengangguk.

"Pal, anterin ke atas nih! Ningnya mau." suruh Ibrahim pada Opal yang insyaallah bisa naik ke tangga membawa sekardus minuman.

Opal mengiyakannya.

"Makasih." ucap Afifah lewat gerakan bibir.

"Sami-sami." balas Ibrahim lalu turun dari mobil dan gantian menaruh pesanan Ummi Nadira ini ke gudang. 

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang