11. Gosip Buruk

36K 5K 455
                                    

VOTE DULU BARU BACA‼️😀

VOTE DULU BARU BACA‼️😀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

===

"Kayaknya tadi nggak banyak deh ngobrolnya, kok udah jam setengah satu aja ya," gumam Afifah saat melihat jam tangannya yang sudah 5 tahun belakang ini menemani setengah perjalanan hidupnya.

"Heh!"

Gadisnya Gus Amar itu spontan menghentikan kakinya saat mendadak di cegat adik kelas diniyah yang selama ini selalu menujukan kebencian dan sering mencari-cari kesalahannya.

Afifah mendongak, menatap adik kelasnya yang memiliki nama panggilan Intan dengan raut wajah seakan bertanya, apa?

"Dari mana kamu!?" tanya Intan kasar dan sok berkuasa. Sebab, seringnya di dalam pondok itu bukanlah senior yang menindas, melainkan orang yang terlebih dahulu mondoknya. Seperti Intan inilah contohnya.

"Ndalem. Dipanggil Gus Amar tadi," jawab Afifah ke inti, malas berlama-lama ngobrol dengan orang berumur 14 tahun itu yang entah kenapa malah kelayapan malam-malam gini.

"Ealah, bohong kan kamu!?" Intan meninggikan gaya bicaranya saat berbicara dengan cewek caper seperti Afifah. "Habis mojok, kan!?"

Afifah menatap Intan tak suka, sebab orang itu hanya mau mendengar jawaban yang dia inginkan, bukan sesuai kenyataannya.

"Bener, ini dari ndalem"

Intan yang dari awal sangat tak menyukai Afifah, menatap gadis itu dengan tatapan menghina. "Gak bisa bohong kamu sama aku. Udah deh ngaku aja. Habis mojok kan sama Kakang pondok? Aku aja tadi habis dari ndalem kok," Ia melipat kedua tangan ke dada. Masih saja menyangkal ucapan Afifah.

"Ya, mojok sama Kang Amar, puas!?" ketus Afifah, malas sekali ia menggunakan adab jika berhadapan dengan orang yang hanya suka merendahkannya. Bukannya akan terlihat lebih baik, dirinya nanti hanya akan terlihat bodoh.

"Tuh kan, dah aku duga. Tampilannya aja sok beragama." Intan menatap Afifah dengan senyum miring sambil bergidik. "Liat aja nanti, bakal aku aduin ke Ummi sama aku sebar ke mbak-mbak, biar kamu dapat takzir." Intan menjulurkan lidah lalu berlalu begitu saja meninggalkan Afifah yang tak peduli apapun akan ucapannya.

Jika tak ingat ini bulan Ramadhan, ingin sekali Afifah menendang Intan ke kolam ikan yang letaknya tak jauh dari posisi berdirinya sekarang. Tak mau pusing, karena hapalan lebih memusingkan, Afifah segera pergi menuju asramanya.

Sesampainya di asrama, ia melihat Amin masih saja tadarus. Dengan senyum lebarnya, ia melangkah menuju kasur lantainya.

Ini yang aku sukai dari Ramadhan, banyak sekali bacaan Quran mbak-mbak pondok lebih-lebih dari malam-malam biasanya.

Sebab besarnya rasa kantuk, Afifah segera menuju alam mimpi sebelum nanti harus bangun lagi karena telah tiba waktu sahur.

Sementara itu, masih di tempat yang sama, Gus Amar duduk di atas ranjangnya sambil berpikir dan akan menuliskan nama-nama calon bayinya besok. Sebenarnya, ia hanya iseng saja melakukan hal itu, sebab, pastinya nanti ia akan memasrahkan nama anak-anaknya pada Abahnya.

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang