05. Menikah

51.4K 5.4K 316
                                    

===

Pagi ini keluarga ndalem pondok Asy-Syarif sudah kumpul semua di ruang tamu untuk menyambut kedatangan Afifah, Gus Amar, dan Ning Uli. Dan juga sebab akan mengadakan acara penting yang bakal dirahasiakan untuk beberapa waktu oleh sang keluarga pada gadis 16 tahun ini.

Ruang tamu yang cukup besar itu saat ini diisi oleh 15 orang yang mencakup keluarga Afifah dan keluarga Gus Amar yang beranggotakan 5 orang. 2 pria dan 1 wanita yang datang beberapa menit lalu.

Mereka semua saling ngobrol, termasuk Afifah yang juga tengah diajak ngobrol saudari-saudarinya yang telah menikah sejak beberapa tahun lalu.

"Sampean tau nggak, Nduk? Hampir setiap minggu tuh Abah pasti selalu di datangi orang tua yang ingin mempersunting Fifah," ucap Ning Rohmah, kakak tertua Afifah yang telah mempunyai 3 anak.

Afifah yang tak begitu akrab dengan saudarinya sebab mereka baru pertama kalinya ini bertemu sejak beberapa tahun lalu, juga jarak umur yang cukup jauh hanya bisa terkekeh kaku.

"Sampean di pondok cukup eksis apa? Kok bisa orang-orang tuh sampean gitu loh, padahal sampean sendiri loh udah lama nggak pulang," tanya Ning Elsa, saudarinya juga.

"Eng-"

"Fifah ayo antar Ning Uli ke asrama dulu," suruh Ummah Asiyah dengan pandangan mata semua orang yang ada di sana selain milik Gus Amar menatapnya semua.

Afifah mengangguk lalu menatap Ning Uli yang duduk di dekat Ummahnya. "Monggo, Ning," ucapnya mempersilahkan.

"Nduk Elsa, temani adik sampean sana!" suruh Ummah.

Walau agak sedih hati sebab nanti tak bisa melihat prosesi pernikahan rahasia adiknya, Ning Elsa tetap mematuhi perintah Ummahnya.

"Ayo, Fi!" ajaknya lalu mereka bertiga mulai melangkah pergi dari ndalem menuju asrama putri yang letak tempatnya agak masuk ke dalam, jauh dari jalan raya. Tidak seperti asrama putra yang agak di pinggir jalan raya.

~~~

Saat menuju ke salah satu bangunan asrama yang dipandu langsung oleh Ning Elsa, Afifah berjalan menunduk sembari menatap plastik milik Ning Uli yang ia bantu bawa.

"Santriwati di sini kira-kira ada berapa banyak, Ning?" tanya Ning Uli sembari mengedarkan pandangannya ke arah santri putri yang akan berangkat sekolah.

"Yaaa, 1500 lebih lah, Ning," jawab Ning Elsa sambil tersenyum ke arah beberapa Mbak pondok yang menyapanya.

"Banyak juga lah ya,"

"Hehehe, Alhamdulillah ini, Ning. Eh ini Ningnya kamarnya mau bareng-bareng atau khusus?"

"Bareng-bareng aja lah," Ning Uli terkekeh. "Emangnya di sini ada yang khusus?"

Ning Elsa menggeleng. "Gak ada sih sebenarnya, hehehe." Ia lalu menoleh ke belakang guna menatap adiknya yang tak bersuara sama sekali. "Ini calon mantennya kok diam aja to?"

Afifah yang tak merasa mbaknya tengah membicarakannya hanya terus saja menunduk dengan pikiran kacau sebab masih saja memikirkan tentang kepulangannya nanti.

Besok udah hari puasa, masa belum apa-apa udah buat dosa, pikirnya yang langsung menegakan kepala dan menatap mbaknya yang menyentuh pundaknya.

"Mikirin apa sih sampean?"

Afifah menggeleng sambil tersenyum. "Mau nempatin di asrama apa Ning Uli, Mbak?"

"Asrama Khadijah."

"Oh ya udah ayo, Ning. Asramanya insyaallah bagus kok. Khususon buat Ningnya biar Fifah aja yang pilihin kamarnya nanti." Afifah menatap wajah Ning Uli saat gadis itu menoleh ke belakang.

Ning Uli mengangkat tangannya lalu di tempelkan ke pelipis membentuk hormat. "Siap mbak ipar."

Afifah terkekeh kaku dengan sedikit rasa bingung akan ucapan Ning Uli itu.

~~~

Masih di ruang tamu, Gus Amar berjalan dengan lututnya mendekati calon mertuanya, Abi Utsman.

Ia akan menikah dengan satu-satunya putri Beliau yang masih gadis bukanlah karena perjodohan, melainkan karena sejak dulu diberi pilihan oleh kedua orangtuanya untuk di carikan calonnya atau mencari sendiri.

Dulu sih pikirnya ia bisa mencari sendiri sesuai kriterianya. Tapi ketika sudah menemukannya ia pasti akan berpikir ulang untuk menikahnya sebab Abah menyuruhnya untuk menikah dengan Ning.

Gus Amar yang sudah jenuh hanya berkelut mesra dengan pencarian jodoh lebih baik melupakan sejenak dan ia ganti dengan menyibukan diri dengan sinau ilmu agama. Namun tak lama setelah itu, Abah Sholeh dan Ummi Nadira malah memilihkan Afifah sebagai calon istrinya. Karena ini juga sebuah pilihan, Gus Amar berhak menolak ataupun menerimanya.

Ia menerimanya secara terus terang .

Gus Amar bisa menerima bocah cilik itu sebab, entahlah, rasa tertarik pada gadis yang sering bolak-balik ke ndalem itu memang sudah hadir sejak lama. Tapi karena kendala umur, ia tak pernah menjatuhkan pilihan secara mandiri dengan Afifah.

Afifah seorang bocil, sementara ia? Ia seorang bujang hampir berkepala tiga. Menurutnya gadis itu takkan pernah mau dengannya.

"Sudah siap, Gus?" tanya Abi Utsman sambil meletakan tangannya yang terbuka di atas meja.

"Injih," Gus Amar mengangguk sambil menjabat tangan calon Abinya.

"بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله محمد ابن عبد الله وعلى اله وصحبه ومن تبع هداه ونصرة وواله أما بعد:أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد قازا المثقون: أزوجات على ما أمر الله تعالى به من إمساك بمعروف أو تشريح بإحسان....،

Yaa Muhammad Amar Mahrus Ibna Kyai Sholeh Marjuni zawwajtuka wa ankahtuka ibnati Afifah Annahdliyah bimahri 15 jiram dhahab wa 25 milyun rubia, hallan ....,"

"Qobiltu nikahaha watazwijaha bimahri madzkuron hallan."

Setelah itu tangan semua orang yang ada di sana diangkat sebab akan dilanjutkan doa untuk pengantin.

"Barakalllhu laka wa jama'a bainakuma fî khairin. Barakallahu likulli wahidin minkuma fi shahibihi wa jama'a bainakuma fi khairin."

Sehabis doa selesai di bacakan, Gus Amar langsung mencium tangan Abi mertuanya bolak-balik. Kemudian ia berjalan ke arah ummahnya juga untuk bersalaman.

Pernikahan ini adalah pernikahan yang akan di rahasiakan dari Afifah dan semua orang yang tidak ikut serta dalam terjadinya hubungan ini untuk beberapa waktu. Sebab jika Afifah diberitahu, takutnya gadis itu bisa saja tak konsen lagi dalam mengajinya, dan pikirannya hanya akan sibuk memikirkan bagaimana melayani suami dengan baik dan juga takut terjadi tekanan batin sebab tak bisa merasakan masa muda dengan baik.

Keinginan Abah-nya Gus Amar akhirnya juga bisa terwujudkan, sebab dari dulu Beliau ingin sekali memiliki hubungan kekeluargaan dengan keluarga gurunya.

Pernikahan ini dilakukan cepat sebenarnya atas keinginan Abah Sholeh yang takut nanti Afifah lebih dahulu di ambil keluarga lain, sebab gadis itu sudah terlalu banyak yang datang guna meminangnya dan juga Afifah adalah satu-satunya orang yang saat ini bisa menyatukan 2 pesantren ini, Albasyari dan Asy-Syarif.

"Tahan dulu ya, Gus." Gus Zain, mamasnya Afifah mengeplak pelan pundak adik iparnya.

Gus Amar mengangguk sambil tersenyum tipis.

Insyaallah bocil gak menggoda.





















===

13 JULI 2021

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang