16. Patah hati

36.3K 4.8K 431
                                    

️‼️‼️‼️

APA MOTIVASI KALIAN MENJADI SIDER?

APA MOTIVASI KALIAN MENJADI SIDER?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

===

"Kamu siapa, Pi?" tanya Amin yang mulai menaruh kecurigaan pada gadis di depannya.

"Temanmu," jawab Afifah singkat dan tepat.

"Ish, bangunan apa itu? Kenapa kayak asrama pondok?" Amin mengernyit bingung dan butuh penjelasan lebih.

"Ning Afifah Annahdliyah." lirih Gus Amar sambil berjalan masuk dengan tampang cuek.

"Ning?" beo Amin sambil menatap Gus Amar yang mengangkat semua barang milik Afifah. "Kamu putrinya Pak kyai, Pi!?" tanyanya dengan nada tinggi.

"Sttt. Ayo masuk!" Afifah menggenggam pergelangan tangan Amin untuk diajak ke dalam.

"Jawab dulu!" Amin tak mau melangkah sedikitpun.

"Ya kayak gitu lah." Afifah yang malas jika nanti Amin bertanya lebih banyak lagi mending masuk duluan.

Sepeninggalannya Afifah, Amin terhenyak kaget akan kenyataan ini. Sulit dipercaya jika selama ini ia berteman dengan seorang Ning. "Subhanallah, keren banget aku bisa jadi teman Pipi. Tapi Pipi lebih keren sih, huaaa." Ia lalu ikut masuk setelah mendengar suara bedug pertanda masuk waktu Maghrib.

~~~

Posisi Gus Amar sendiri tentu saat ini berada di ruang makan untuk buka puasa dengan keluarga mertua. Afifah dan temannya itu juga berada di tempat yang sama, sebab puasa tidak puasa jika waktu berbuka puasa Abi Utsman sangat suka jika keluarganya ngumpul bareng. Momen seperti ini bakalan sulit diulangi lagi.

Amin yang berada di tengah-tengah para orang terhormat ini sejak tadi menahan rasa canggungnya. Sungguh tak pernah ia berada di keadaan seluarbiasa ini walau jika hanya membayangkannya terbilang sering.

Andaikan aku Ning kayak Pipi, eh Ning Pipi. Pasti hidupku akan seindah ini. Hihih ....

Walau berandai-andai sangat dilarang, tapi keluarga Afifah adalah keluarga yang terlihat sangat sempurna di matanya. Ingin iri, tapi tetap takkan membuatnya menjadi orang lain.

"Kamu temannya Afifah ya? Namanya siapa?" tanya Ummah Asiyah padanya.

"Aminah, Ummi,"

Afifah menyenggol lengannya. "Ummah,"

"Aminah Ummah, heheh," ralatnya sebab yang dia tahu biasanya Bu Nyai akan dipanggil Ummi seperti di pondoknya.

Ummah Asiyah lalu menawarkan banyak makanan padanya dengan semangat setelah mengetahui siapa dirinya di dekat Afifah. Wanita hebat temannya itu tipe idealnya seorang Ibu yang ia idamkan. Ah, setelah ini mungkin ia akan sering iri dengan Afifah.

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang