Perasaan Bernama Khawatir [Afif]

9.9K 555 25
                                    

Suasana Bandara yang ramai, dan banyaknya orang yang hilir mudik, menjadi sebuah keasikan tersendiri untuk orang yang suka mengamati seperti saya.

Kadang melihat orang-orang yang tidak kita kenal, adalah sesuatu yang menarik. Ada banyak hal yang dapat kita lihat, dan pelajari.

Pandangan saya berpindah pada koper yang berada di dekat saya, lalu helaan napas keluar begitu saja. Di mana saya berada saat ini, dan koper yang ada di dekat saya, menjawab pertanyaan tentang keputusan apa yang saya pilih.

Ya, saya memutuskan untuk tetap pergi ke Lombok. Meninggalkan Jakarta dan hiruk pikuknya. Tinggal satu jam lagi sebelum pesawat yang akan saya naiki take off.

Saya merogoh saku celana saya saat merasakan kalau handphone saya bergetar, ada sebuah pesan Whatsapp.

Hati-hati, Om. Aku udah nggak apa-apa kok. Baik-baik deh ya, di sana. (y).

Saya tidak mengerti apa maksud Aira—ah, saya lebih suka memanggilnya Ty, atau Risty—menambahkan emoticon seperti itu. Apakah untuk meyakinkan saya kalau dia benar baik-baik saja, atau hanya untuk sekedar penipuan emot belaka.

Dia yang seperti ini, malah semkin membuat saya khawatir. Dia yang berkata baik-baik saja, malah selalu berhasil membuat saya khawatir dan mengira-ngira apa yang sedang dirasakannya.

Terakhir kali dia berkata kalu dia baik-baik saja adalah, minggu lalu saat dia menangis selam satu jam, ketika saya memberitahunya kalau saya tertarik pada seorang perempuan yang merupakan rekan kerja saya, melalui telepon.

Awalnya saya hanya iseng ingin memastikan dia sudah tidur atau belum, karena saya harus lembur di kantor waktu itu. Lalu seperti biasa, bukan Risty namnya kalau tidak akan melantur kemana-mana.

Jadi perbincangan kami meluas kemana-mana, membahas apa saja sampai pada topik saya mengatakan kalau saya merasa tertarik dengan seorang perempuan rekan kerja saya.

Risty mulai mengolok-ngolok saya dengan hal konyol,menertawkan saya. Lalu tiba-tiba dia terdiam dan suaranya berubah sengau.

Dia terus menggumakan kata-kata tentang perasaannya yang tidak normal. Hal itu tentu membuat saya khawatir dan akhirnya memutuskan untuk pulang, membatalkan rencana lembur demi menemui remaja cengeng yang sedang menangis seperti orang bodoh hanya karena saya tertarik dengan seorang perempuan.

Kadang saya terus menerka-nerka, apa yang sebenarnya ada di dalam kepala Risty? Apa yang remaja labil itu pikirkan sampai-sampai terkadang dia mengatakan hal-hal yang berhasil membuat saya terkejut.

Risty itu kekanakan, dan membuat orang khawatir sepertinya adalah hobinya. Meskipun oranglain berkata dia dewasa, buat saya dia tetap terlihat kekanakan dan mengkhawatirkan.

Entah sejak kapan, rasanya kalau tidak bisa mengawsi Risty dalam jarak pandang saya, membuat saya merasa kurang nyaman. Saya akan terus bertanya-tanya, bagaimana keadaannya.

Dan sebenarnya, keputusan saya yang tetap pergi ke Lombok bukanlah hal yang mudah. Saya harus benar-benar mengeraskan hati untuk tidak goyah dan akhirnya batal pergi, karena Risty yang menangis semalam.

Sengaja saya memberitahu dia sehari sebelum berangkat, karena jika saya memberitahunya jauh-jauh hari, maka saya hanya akan terus berpikir ulang untuk pergi dan akhirnya membatalkan kepindahan kerja saya ke Lombok.

Bicara soal Risty yang menangis semalam, saya tahu kalau Risty adalah tipe orang yang harus didiamkan dan diberi waktu berpikir. Jadi ketika dia menangis, saya hanya dian dan membiarkan dia mengatakan apa yang ingin dia katakan.

Setelah puas menangis dan lelah berkata untuk saya jangan pergi, akhirnya Risty berhenti dan mulai menarik napasnya menenangkan diri.

Akhirnya, dia memutuskan untuk membiarkan saya pergi. Berkata dengan senyum sok kuatnya, dan meyakinkan saya kalau dia akan tetap baik-baik saja.

Dia yang seperti itu, yang membuat saya semakin khawatir.

Saya kembali menghela napas, dan memasukan ponsel ke dalam saku celana tanpa membalas chat Whatsapp dari Risty. Lalu pandangan saya teralih pada seorang perempuan yang sedang berjalan menarik kopernya mendekat ke arah saya.

"Fif, ayok. Sebentar lagi kita take off." ucap perempuan itu sambil tersenyum.

Riska. Dia adalah perempuan yang telah berhasil membuat saya merasa tertarik.

Tapi entah kenapa, mengingat Risty yang menangis karena saya tertarik dengannya, membuat saya merasa tidak lagi tertarik.

Saya membalas senyumnya, meskipun hanya sebuah senyum tipis. Senyum yang berbeda, yang biasa saya perlihatkan pada Risty.

Dan saat saya bangkit dari duduk saya, saya menyadari satu hal. Sepertinya saya tertular Risty, soal perasaan yang tidak normal.

===

Hoiiii~ ini POV Om Afif lho~
Tapi... Seriously, saya ngerasa aneh dan kurang banget. Ck. Pliseeee, saya nggak tau macem apa pikiran dan sudut pandang lelaki macem Om Afif.

Jadi, maafkan ya. Udah ah. (kabur)

Orang yang tetap mencintai kalian,

Hana Akuma.

Can I Love You, Uncle?Where stories live. Discover now