Persami.

15.5K 719 8
                                    

Semua yang aku butuhkan untuk persami sudah masuk ke dalam ransel. Sip semuanya beres. Nah, sekarang tinggal nunggu jam 5 sore buat berangkat ke persami di sekolah.

Aku melirik jam di pergelangan tangan kananku, baru jam 4 sore. Berarti, masih ada waktu 1 jam lagi sebelum berangkat sekolah. 1 jam 'kan lumayan, bosen juga 'kan kalo nunggu sejam. Aku berdecak, bangkit berdiri dari ranjangku dan menenteng ranselku, berat juga sih. Aku jadi berasa orang mau perang.

"Mau kemana, Ty?" suara Om Afif menghentikan kegiatanku yang lagi nyeret-nyeret ranselku. Ia memperhatikanku dari atas sampai bawah. Uh-oh, aku paling malas diliatin kaya gitu.

"Jangan ngeliatin kaya gitu kek, Om." ucapku agak kesal. Om Afif menatapku.

"Mau kemana? Ini udah sore, gak mungkin kamu mau sekolah lagi. Tapi ngeliat kamu pake seragam peramuka, tempat yang mau kamu tuju saya yakin sekolah." aku meringis mendengar penuturan Om Afif, aku gak tau kalau dia pinter analisa. Beh.

"Mau persami dong, Om." jawabku sambil berjalan mendekat pada Om Afif yang sedang duduk di sofa, aku menaruh ranselku di dekat sofa, dan aku mengambil tempat duduk di samping Om Afif.

Om Afif mengernyitkan dahinya, menatapku dengan pandangan tak suka. Emangnya aku salah ngomong apa? Hih.

"Persami? Nginep di sekolah?" tanya Om Afif masih dengan dahi yang mengernyit. Aku memutar mataku. Ya iya lah yah persami nginep di sekolah, masa iya nginep di kolam renang?

"Iya lah, Om. Namanya juga persami anak sekolah, ya nginepnya di kantor. Kalo persami di kantor, itu sih persami buat Om." jawabku sekenanya. Padahal aku juga tau, mana ada persami di kantor.

Aku mendengar Om Afif menarik napasnya cukup dalam, membuat perhatianku pada tivi teralih padanya. "Batalin saja. Kamu gak usah ikut persami, bahaya. Nginep seperti itu bahaya buat anak perempuan, apalagi di sana banyak juga lelaki. Saya gak ngizinin kamu buat ikut." ujar Om Afif tegas, sorot matanya jelas tidak ingin di bantah.

Tiba-tiba aku merasa lemas di tempat, sia-sia aja dong semangat aku tadi kalau aku gak jadi ikut. Sia-sia aja tadi aku sibuk mondar-mandir nyiapin ini itu, ya ampun....

"Mana bisa begitu? Kan sayang Om di sana banyak tem--"

"Inget apa kata Mama kamu sama saya sebelum pindah ke Bandung? Dia nyerahin saya tanggung jawab buat jaga kamu, nanti kalo kamu kenapa-napa di sana, gimana tanggung jawab saya ke Mama kamu?" jelas Om Afif. Aku terdiam. Benar juga sih, nanti kalau aku kenapa-napa di sana, pasti bikin repot Om Afif, nanti juga pasti biarpun kecil, tetep ada kemungkinan Mama marah sama adiknya itu.

Aku menghela napasku. Ya udah lah ya, nurut aja. "Ya udah iya, Ai gak jadi ikut." ujarku akhirnya. Aku bangkit dengan malas dari dudukku, melangkah malas ke kamarku sambil menyeret ranselku.

Ah, hari sabtu memang menyebalkan. Selalu mendatangkan hal yang tidak mengenakan untukku. Ck!

"Eh?" aku menoleh saat merasa beban ranselku terangkat. "Oh, Om Afif." ucapku malas saat melihat ternyata Om Afif mengambil alih ranselku dari tanganku.

Om Afif tidak mengatakan apa-apa, dia hanya berjalan mendahuluiku menuju kamarku, aku melangkah di belakangnya.

"Makasih, Om." kataku saat Om Afif sudah menaruh ranselku ke atas ranjang, lagi-lagi Om Afif tidak mengatakan apa-apa. Dia tidak menjawab ucapan terimakasihku. Ah, bodo deh, biasanya juga dia gak terlalu nanggepin orang ngomong.

Aku berdecak, gak jadi pergi persami berarti barang-barang yang tadi aku masukin ke dalam tas harus dikeluarin lagi dong ya? Ahelah.

"Kasena saya udah nyuruh kamu buat batal ikut persami, buat gantinya nanti malem saya ajak kamu jalan." aku menoleh cepat pada Om Afif yang berdiri membelakangiku di ambang pintu. Aku mengerjap, serius ini?

"Lumayan 'kan jalan sama saya. Daripada jomblo kaya kamu ngegalau malem minggu begini." ujar Om Afif sengak, ia melirikku dari balik bahunya.

"Oooomm!" aku menimpuknya dengan botol lotionku, tapi sayangnya yang berhasil aku timpuk adalah pintu kamarku. Karena setelah berucap songong tadi, Om Afif segera keluar dari kamarku dan menutup pintunya.

Aku mendengar suara Om Afif Afif yang sedang tertawa pelan. Well, ini kemajuan banget. Kemaren dia terkekeh, sekarang dia ketawa. Bagus deh, biar jangan jadi orang kaya kulkas yang cuma masang muka datar minta ditonjok.

Eh tapi, ngomong-ngomong serius gak sih Om Afif ngajak aku jalan nanti malam?

Can I Love You, Uncle?Where stories live. Discover now