Tidak Seperti Awal.

16.7K 758 5
                                    

Aku memberenggut jengkel, menekan asal tombol-tombol pada papan keyboard laptopku. Aku menghentak-hentakan kakiku ke lantai, aku persis orang gila.

Lelah, aku menghempaskan punggungku pada punggung sofa dengan kesal. Rumah sepi. Benar-benar sepi, Mama dan Ayah sudah pindah ke Bandung, bahkan dari beberapa hari yang lalu. Dan begini lah, aku orang yang sangat mudah bosan, tidak bisa dibiarkan hanya sendirian. Karena sendirian, mood-ku akan hancur seketika.

"Aaaa...!" aku berteriak frustasi, mengacak-ngacak rambutku. Aku benar-benar seperti orang gila.

Suara pintu yang dibuka, terdengar. Aku melirik ke arah kamar Om Afif yang pintunya terbuka, Om Afif berdiri di ambang pintu, memperhatikanku dengan sebelah alis yang menaik. Aku mendengus jengkel. Mood sudah hancur gini pasti bawaannya hanya satu, kesal.

"Kamu kenapa, Ty? Persis orang gila nyasar." nada bicaranya bahkan tetap tenang saat ia mengucapkan kata-kata yang cukup tidak berhati. Aku merengut, meniup rambutku yang menutupi wajahku, benar-benar acak-acakan.

"Lagi latihan jadi orang gila!" jawabku asal dengan nada sewot. Sudah dibilang orang gila, ya jadi sekalian aja.

Om Afif berdecak, "Tidur." ucap Om Afif. Singkat banget.

"Om nyuruh Ai tidur di sini?" aku merebahkan tubuhku di sofa. Aku gak waras kali ya? Kasian bener Om Afif harus tinggal sama keponakan macem aku.

"Di kamar kamu lah. Masa di sini. Besok kita ke Dokter." aku mengernyit. Mau apa ke Dokter? Aku buru-buru bangkit duduk, merapikan rambutku.

"Mau ngapain ke Dokter? Om sakit?" tanyaku. Aku menatapnya yang masih tetap pada posisinya berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Nggak, saya sehat. Tapi kamu yang perlu ke Dokter." aku mengernyit semakin dalam, agak was-was sih. Gak tau kenapa, aku merasa apapun jawaban Om Afif untuk pertanyaan yang nanti akan ku tanyakan bukan hal yang enak untuk didengar olehku.

"Aira sehat kali, Om. Mau ngapain coba ke Doketer?"

"Yakin? Tapi kayanya otak kamu geser, Ty." nah kan! Apa aku bilang! Gak enak banget didenger sama kupingku itu omongan!

"Om kok gitu sih!" aku bersungut-sungut, bangkit dari sofa sambil menghentakan kaki dan berjalan ke arah kamarku. Aku mendengus saat mendengar kekehan pelan Om Afif yang hanya sebentar. Benar-benar sebentar. Eh? Om Afif terkekeh gitu?

Aku berhenti melangkah, menoleh pada Om Afif. Melihatnya dengan tampang yang aku yakin sedikit bengong. Well, Om Afif itu jarang senyum, apalagi terkekeh!

"Yang tadi barusan ngekeh itu, Om Afif?" tanyaku. Om Afif menaikan sebelah alisnya.

"Kenapa memang? Seinget saya iya saya , belum berubah jadi demit kok." aku mendesis jengkel mendengar jawaban Om Afif. Heran, orang kaya dia bisa juga nyebelin ternyata.

Aku kembali berjalan menuju kamar, masuk dan menutup pintunya kencang. Bodo deh Bi Inah kebangun atau ngga.

Beberapa menit kemudian pintu kamarku diketuk dari luar. "Ty?" Om Afif? Jee... Ngapain dia?

Aku melangkah malas menuju pintu. Mau minta maaf kali ya? Iya pasti, mau minta maaf paling juga.

"Iya Om, gak apa-apa, Ai maafin kok. Ai yakin kok omongan om gak serius tad--" aku berhenti bicara saat melihat wajah Om Afif yang kebingungan saat aku membuka pintu.

"Kamu ngomong apa sih, Ty?"

"Om mau minta maaf sama Ai, 'kan?" aku mengerjap.

Om Afif terkekeh mengejek, lah nyebelin banget itu muka.

"Siapa yang mau minta maaf? Orang saya mau ngasih laptop kamu yang ada di atas meja kok." Om Afif menyodorkan laptopku, yang kuterima dengan mata menyipit. Malu-maluin banget!

Setelah itu Om Afif berbalik. Tiba-tiba ia kembali menoleh padaku, "Kayanya saya bener soal otak kamu yang geser." ia berkata datar, setelah itu kembali melangkah menuju kamarnya.

"OOOM!!" hampir saja aku melempar benda di tanganku, tidak ingat kalau ini laptop. Duuuh! Mana coba image Om Afif yang kalem? Yang pendiem? Yang cool? Semuanya ilaaang! Dia jadi nyebelin sumpah! Najisun waamit-amitun!

Can I Love You, Uncle?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang