Sayang.

247 19 1
                                    

Kau dan aku tak mungkin bersama.
Bagai syair lagu tak berirama.
*
*
*

POV IKI

Pagi ini suasana tampak  berbeda  di rumah enyak, sebenarnya hari ini aku ada jadwal shotting tapi, Mumun coba rembukan dengam sutradara dan Crew karna adanya kejadian kemaren, hingga aku bisa libur hari ini. sebenarnya aku juga masih bingung hingga detik ini kenapa Mumun segitunya aku curiga ada sesuatu yang dia sembunyikan.

"Ki lu udah bangun? ayo buruan mandi enyak dan yang lain udah nungguin." ucap Mumun sedikit aku nanar melihat istriku, dia tampak kacau dengan mat sembabnya.

"Mun? Semalaman lu nangis? Kenapa matalu sembab gitu?" ujarku. Mumun tak peduli dia diam sembari tetap merapikan ruangan itu.

"Udeh ki, Lu mandi sana. Aye cuman sakit kepala semalaman, sekarang dah enakan kok." ujarnya mendengar itu aku berdiri dan mendekat padanya.

"Kamu kok gak bilang ke aku kalo sakit." bisikku mengelus kepalanya, Mumun tampak berusaha tersenyum.

"Aye udah kagak ape-ape, dah sana ki Mandi enyak dan yang lain udah nungguin lu." ujarnya sedikit aku manyun dan coba melihat glegatnya. Namun aku sama sekali tidak mengerti ini memang sangat membingungkan sekali. Ku coba meraih handuk dan coba tak pedulikan Mumun yang melipat selimut hingga membuka jendela kamar.

Sepuluh menit berlalu, aku keluar dari kamar mandi. Istriku itu sudah menyiapkan pakaianku diatas kasur sedikit aku lirik dia diluar jendela yang sedang menyapu halaman. Aku sontak geleng-geleng, tu tante-tante rajinnya kelewat bat. Gak salah gue jadikan istri. Tanpa pikir panjang aye kenakan itu baju. Dan beranjak menemui semuanya.

"Pagi mantu... , sini langsung duduk deh enyak dah nungguin lu dari tadi." ujarnya.

"Baik nyak, Iki panggil Mumun dulu ya nyak."

"Ya udah buruan."

"Tante... Udah atu. Sarapan dulu." sorakku. Sontak Mumun menoleh padaku. Reflek juga ajudan yang mengawas mendekat.

"Ki, Lu jangan keluar. Lu dirumah aje. Bahaya." ujarnya mendekat. Aku sedikit mencibir dan berkata.

"Ya kali Mun, Tu penjahat gak mandi dan berberes dulu dirumahnya, masak jalani misinya kepagian gini." gerutuku, Mumun berdesih dan mendorongku kedalam.

"Iya bodoh! Lu pernah dengar itu istilah pahlawan kesiangan? Ya karna dia dibutuhkan cuman pagi? Kalo dah siang penjahatnya gak beraksi." gerutunya. Aku terkekeh dan nurut diseret Mumun masuk.

"Ayuk kita sarapan dulu.",titahku.

" Ya udah ayok."singkat Mumun.

"Mantu, ini enyak bikinkan sambal pecel ayam buat Lu, lu suka bat kan?" ujarnya, aku tersenyum saat nyak menyodorkan pring berisikan sambel dan dua potong ayam.

"Makasih ya nyak."

"Lu makan ya banyak, biar sehat dan pinter." ujar enyak. Aku nyengir.

"Emang Iki mau jadi profesor apa nyak?" ujarku dengan sedikit manyun. Mumun tersenyum Dengan sedikit menimpal

"Lu bakalan kuliah ki? Lu ini masih muda aye rasa lebih baik jika lu lanjut study." singkatnya, untuk sejenak aku diam dan terus melanjutkan makanan, bisa aku lihat Duta babe dan yang lain lirik-lirikan.

"Kagak usah Mun, kita dah punya banyak duit. Kita beli kebon, beli tanah bikin kontrakan dah makmur kok " ujarnya, enyak mendengarnya terhanyuh.

"O-oh benar itu mantu." timpal enyak. Sedikit aku lirik Mumun yang tampak mendegup.

"Lu itu masih muda Ki, yang lu bilang itu pasti tapi Lu juga harus kuliah. Lu juga berhak ngejar cita-cita lu. Dan yang terpenting lu banggain orang tua lu Ki." ujarnya. Sedikit aku terdiam melihat lekay manik mata istri tercintaku itu.

"Cita-cita gue itu, pengen punya rumah tangga yang bahagia bersama Lu dan yang terpenting. Gua bangga punya istri kayak lu." ujarku. Sejenak Mumun bungkam.  Bisa aku dengat enyak girang dengan sedikit menepuk pundakku.

"Lu emang kebangetan tau gak mantu...., tiap hari bikin enyak meleleh aje, so sweet bat xixixi." ujarnya mencubit pipiku. Aku tersenyum mengangkat telapak tanganku pada enyak.

"Tos dulu atu nyak." girang. Enyak mengepal tinjunya menimpuk sedikit telapak tanganku. Kamu berdua cengingisan Duta dan babe juga ketularan tawa kami berdua. Bisa aku lihat Mumun masih tertunduk dengan mengepal sendoknya.

"Lu harus Kuliah Iki! Suka atau tidak, lu harus berangkat kesingapura." ujarnya menegaskan. Aku terdiam sembari menghentikan tawaku yang.

"Gue bilang enggak!" tegasku. Mumun mengangkat sedikit lehernya dan tampak geram ingin berkata. Aku santai menanti ucapannya dengan wajah datar.

"Dasar bocah keras kepa-" ucapan Muneh di cegat oleh nyak..

"Udeh... Kita bahas ini nanti aja. Yang jelas sekarang kita sarapan dulu gih." ucap enyak. Mumun tampak menelan perkata'annya. Sejenak aku terdiam dan terheran kenapa Tiba-tiba Mumum menyuruhku pergi ke singapura padahal sebelumnya dia sangat sedih saat tau aku mendapatkan beasiswa ke singapura.

"Ayok mantu...., Lu jangan bengong habiskan makanannya ya?" ujar enyak, aku tersintak dari lamunanku dan berkata.

"Iya nyak makasih ya.,"

"Kalo lu ke singapore Ki? Gua sepi donk? Yang usilin gue siapa lagi." timpal Duta lagi. Babe juga tampak mengangguk melihat suasannya tampak canggung begitu. Enyak kembali mencegat.

"Udah jangan bahas itu lagi, Iki gak akan kemana-mana. Mantu enyak bakal tetap disini bareng biniye." ujarnya. aku mengangguk setuju.

"Tul itu nyak..."

Kembali aku melirik Mumun yang tertunduk diam sembari memainkan sendoknya. Bisa aku artikan Mumun punya masalah lain. Aku kan coba tanyakan kejelasannya nanti kenapa bisa Mumum berubah pikiran dan tega menyuruhku pergi kesingapura padahal dia tau betul. Aku tidak akan pernah lakukan itu. Mimpipun aku tidak sudi meninggalkan Mumun.

Siang berkunjung semua tampak sibuk dengan aktifitasnya masing-masing seharian aku di kurung di kamar ini, bosan juga bisa aku lihat di luar sana penjaga berjaga disetiap sudut rumah enyak. Melihat Mumun masih dingin padaku aku putuskan untuk hampiri dia. Dia tampak sibuk membalas pesan sutradara dan mengatur jadwal untuk besok.

"Sayang.." ucapku datang-datang mengecup pipinya.

"Hmmmm" ujarnya.

"Lu tadi kesambet apa sih? Kok tiba-tiba suruh Iki kuliah ke singapore? Lu mangap dulu gak sih sebelum ngomong?" ujarku, Mumun tetap diam sembari mengotak atik laptop.

"Iiiih Mumun..,"rengekku.

"Kamu akan berangkat bersama Vano seminggu lagi Ki, nurut saja. Lagian ini demi kebaikan kamu." ujarnya tanpa menoleh padaku.

"Kebaikan maksudnya? Yang ada Iki gak bisa ngapa-ngapain disana Mun? Iki dah biasa baren Lu Mun, kecuali lu mau Ikut gak apa-apa Iki mau." ujarku lagi. Mumun mendegup dan berkata dengan santai.

"Gak bisa, Aye kagak usah Ikut." ujarnya. Sontak aku menautkan alis dan berkata tegas.

"Ya udah! Kalo begitu. Aye juga kagak usah kuliah!" timpalku menghempaskan badanku di atas kasur. Mumun masih bungkam tak menoleh padaku, dia diam memunggungiku.tanpa respon apapun Hanya jemarinya yang terdiam mengotak-atik keyboard laptop.

     

SUAMIKU BOCAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang