Hujan merindu

236 24 5
                                    


Siap Vote koment and Share?

Okey!!!

POV IKI

"Mumun kok lama amat ya.." bisikku sembari menoleh-menoleh kearah Lobi melihat aku panik Vano juga ikut prihatin dia menepuk pundaku sedikit dan berkata.

"Mama sih, pakai acara tinggalin segala si Mumun jadi lama kan itu bini lo nyusul " ujarnya.

"Iya, Mungkin Mumun kejebak macet," ucapku semakin resah.

"Emang kenapa kok bisa di tinggal si Lilis." timpal Revan,  karna memang dia dan Vano dalam mobil yang berbeda dan duluan tadi aku reflek berdesis dan mengusap wajahku.

"Tau tuh mama.." keselku jarak dua meter mama datang menghampiri

"Sayang bisa kita pergi sekarang? Sebentar lagi pesawatnya akan berangkat" ujar mama, Aku masih sibuk melihat-lihat ke loby namun Mumun juga belum keliatan.

"Mah, mama sih. Ngapain juga di tinggal Mumunnya. Gak apa kali jika kita tunggu Mumun tadi dirumah aja. Mungkin suruhan mama lelet banget naik motornya." ucapku, mulai panik.

"Ayo kita masuk dulu nanti juga Mumun nyusul." ujarnya.

"Gak ah mah, Iki susul dia aja." singkatku beranjak.

"Eh Iki gak perlu, Lagian Mumun dah chat mama katanya dah sampai ayo." pintanya menyeretku pergi.

"Tapi mah., sialan ponsel Iki keselip dimana lagi." gerutuku merogoh saku jacket

"Ayo Ki.. mumun dah Otw kok. Ayo kamu coba minum dulu, biar Rilex kan baru ini naik peswat ujarnya."

"Tapi mah? Mumun?"

"Minum dulu sayang..?"

Aku mendegup sebotol minum sembari cemas menunggu Mumun.

"Ayo..., Kita tunggu di pesawat aja.." ujarnya aku yang tidak paham apa-apa akan penerbangan nurut Ikut sembari menoleh-noleh kebalakang tapi Mumun tak nampak juga.

Sesampai di dalam pesawat aku makin resah karna Mumun juga tak datang hingga pesawat sepertinya siap berangkat. Aku berdiri spontan hendak menyusul kebawah. Namun mama mencegatku

"Iki tunggu saja, Mumun akan datang." ujar mama.

"Mah, Mumun mana sih Ma, kita akan segera berangkat." timpal Vano mendengar itu aku makin gundah, Aku panik namun kepalaku terasa berat dan pusing sekali. Kembali aku menghenyak di tempat duduk dengan lemes. Mataku terasa berkunang-kunang hingga mama Drista mengelus-ngelus lembut dahiku. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.

Aku terbangun saat sudah berada dalam kamar di malam hari, perlahan aku coba membuka mata, sedikit aku menyeringai karna kepalaku terasa berat. Reflek aku terduduk saat mengingat Mumun. Spontan aku menangis tersedu-sedu. Aku tak percaya ternyata aku meninggalkan Mumun.

"Mun, gue gak bisa hidup tanpa Lu.." ringisku mengibas selimut dan beranjak hendak keluar

Trakt..

Bunyi pintu kamar terbuka, aku mendegup tangis. Melihat Vano berdiri.

"Dimana kita sekarang?" tanyaku dengan lirih. Vano tampak mendegup dan coba berkata.

"Di singapore.." singkatnya aku nanar dan coba manggut-manggut.

"Tanpa Mumun?" tanyaku lagi dengan air mata merintik. Dengan berat hati Vano mengangguk. Nafasku tersengal.

"Lo tau semua ini dan lo diam aja Vano?" tanyaku kesal reflek Vano menggeleng.

"Gak gua gak tau. Ini semua rencana mama." ucapnya. Aku mendegup dan coba berlalu meninggalkannya mencari Mama. Rumah mewah yang seperti bayangan dalam mimpi-mimpiku itu kini nyata aku lihat. Bisa aku lihat Mama Drista berada di meja makan kaca besar nan mewah dengan pelayang-pelayan berbaris di sampingnya menyiapkan makan malam.

SUAMIKU BOCAH!Where stories live. Discover now