Rindu.

217 22 1
                                    

POV LILIS MAEMUNEH.

Didalam kamar ini aku merebah lemah di atas kasur, semakin hari kandungan ini semakin membuatku lemah bahkan aku terasa semakin rapuh saat aku rindu akan Iki andai dia disini lelah dan letihku dalam mengandung anaknya ini tidak akan terasa sama sekali, sekarang aku bisa apa, aku terpaksa diam daripada tak ada sama sekali komunikasi dengannya untuk sedikit melepas rindu dengan bocah kesayanganku itu setidaknya aku tidak akan terlalu merasa bersalah suatu saat nanti, karna tlah merenggut masa muda suamiku.

"Sayang... Jangan nakal-nakal kasian Enyaklu sendirian nak, ngurus kamu."bisikku meraba perutku. Aku tersenyum sembari mengelus-ngelus perutku

"Semoga saja anaknya laki-laki, Aku ingin melihat Iki junior, sama seperti yang Iki minta." bisikku.

"Anaknya pasti Cowo sayang. " lirih Iki mengecup keningku, Mataku sedikit terbuka dan bergerak untuk duduk.

"Ss-sayang?" lirihku dengan binar mata berkaca-kaca. Iki tersenyum manis yang membuat air mataku merintik. Reflek aku masuk dalam pelukan dan menangis terisak-isak.

"Aye kangen banget ame Lu ki.." tangisku pecah juga. Iki Diam mengelus-ngelus punggungku.

"Iya sayang, Gua juga kangen banget ama lu, gua marah ama lu Mun, kok bisa lu bohongin gue." ujarnya tampak kesal. Iki tertunduk melihat perutku dengan nanar.

"Bagaimana bisa lu berpikir bakalan menjaga anak kita sendiri." ujarnya dengan mengelus-ngelus perutku. Sontak aku menghela nafas dan mengelus tengkuknya yang merunduk menciumi perutku. Terdengar Iki merintih. Aku juga terasa sakit.

"Lu jahat Mun.." kesalnya. Aku memejamkan mata sembari berurai air mata deras.

"Gue kecewa ama lu! Bisa-bisanya Lu bohongi gua!" bentaknya menatapku dengan tatapan tajam aku mendegup tangis dan sontak menggeleng.

"Sayang.. Mohon jangan marah dulu. Aye lakuin ini karna -" ucapanku tercegat melihat Iki berdiri. Aku sedih melihat dia berlalu.

"Iki..." panggilku menangis terisak. Sontak aku duduk di malam sunyi itu. Kembali aku menangis tersedu-sedu bahwa yang terjadi barusan ternyata hanya mimpi.

"Hiks. .Iki.." aku tertunduk kembali menangis. Bahkan mimpiku ini terasa nyata, aku mungkin terlalu berharap pada Tuhan. Bahwa Iki akan kembali. Bisa aku rasakan Iki disini dan memelukku erat. Namun sekejap aku coba telan tangisku. Mimpi itu seakan memberi pesan. Bahwa Iki akan sangat marah nanti jika dia tau aku menyembunyikan kehamilanku. Dia pasti sangat kecewa sekali. Ini darah dagingnya dia harus tau kabar ini. Tapi aku harus lakuin ini untuk sementara sebelum nanti aku fikirkan cara bagaimana bicara padanya. Aku hanya takut kemungkinan terburuk bahwa tante Drista memisahkan kami, mulai sekarang aku tidak bisa meremehkan dia lagi. Apa yang dia lakukan padaku yang tlah sudah ini benar-benar nekat. Dia terlalu Tega.

Dalam lamunanku terdengar ponselku berdering. Aku gemetar saat melihat enyak menelpon. Gegasku hapus air mata dan coba menelan tangisku sembari mengatur nafas.

"Ya nyak?" sapaku.

"Salam dulu atu Mun, Belum berapa hari di singapur udah lupa budaya disini." ujarnya, aku menghela nafas dan berkata.

"Iya nyak Assalamulaikum" tukasku.

"Walaikum salam anak enyak? Begimane? Enaj gak disane? Lu kebangetan ya gak kabari enyak pas sampai." ucapnya terdengar kesal. aku menghela nafas lagi dan coba bicara dengan tenang.

SUAMIKU BOCAH!Where stories live. Discover now