Sendiri

215 25 1
                                    

Jika kamu terbangun di malam hari
Luangkan lah waktumu sedikit untuk melihat langit
Sekedar menyap hari. Bahwa kamu masih ada.

POV  IKI.

Di teras balkon kamar yang menghadap langsung pada pemandangan kota singapura aku menatap kosong langit malam dengan rintikan air mata. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan untuk segera bisa memeluk istriku. Dia pasti sangat hancur sekali sekarang. Aku tidak bayangkan betapa sedihnya Mumun. Hatiku tersayat sekali saat membayangkan air matanya.

"Sayang.... Maafkan aku yang tidak ada disana untuk menghapus air mata Mumun." bisikku bersimpuh. Segala daya dan upayaku terasa melemah aku beneran rapuh.

"Hiks... Sial!" geramku mengepal tinju memukuli lantai. Berapa kali aku coba tegar namun tak bisa dadaku terasa sakit. Hingga air mataku reflek mengalir. Aku tidak tau bagaimana cara menghibur hatiku sekarang. Yang ada dalam benakku hanya Mumun. Aku harus kembali. Aku berdiri menghel nafas dan beranjak keluar. Bisa aku lihat Vano berdiri mencegatku.

"Apa Mama baik-baik saja?" tanyaku. Vano menggangguk pelan dan menghenyak di sofa didepan ranjangku.

"Apa rencana Lo sekarang?" tanyanya, sejenak aku diam melihat raut wajah Vano yang mulai serius.

"Aku ingin kembali." singkatku. Vano mendegup dan coba menatapku dalam.

"Selama yang aku tau, Mama sangat care pada Lo. Setiap hari dia tidak pernah berhenti memikirkan Lo, bahkan gue telah menganggap lo mati. Tapi mama, dia satu-satunya orang tidak percaya itu. Keyakinannya begitu kuat kalo kamu masih hidup. Keinginan mama itu tidak besar Ki? Dia hanya pengen kamu menjalani masa mudamu dengan semestinya tinggal bersama mama dan memberi lagi waktu bersama yang sudah lama terbuang, dia sudah cukup menderita." jelasnya. Aku menghela nafas sesak dan coba berkata dengan terbata.

"Aku menyayangi Mama, makanya aku mau datang kesini. Tapi mama salah telah mengorbankan perasa'an Istriku." ujarku. Vano sedikit  menghela nafas dan berdiri. 

"Terserah..., aku tidak tau harus berkata apa Ki, Mama memang terlalu rispek pada Kita. Kamu tau, kenapa sampai hari ini aku belum memilih salah satu wanita. Karna mama. Dia gak mau aku menikah dengan wanita yang tidak dia sukai." ujarnya. Aku mendegup.

"Itu namanya egois, tapi kenapa mama merestui Revan dan Lilis waktu itu?" ujarku tak habis pikir.

"Karna Revan anaknya Mama Laras!" singkatnya. Nafasku tersengal.

"Aku bahkan tidak ingin jadi anak siapapun sekarang." ujarku geram. Aku beranjak mencari ponselku.

"Lo liat? Ponsel gua gak?" ucapku merogoh-rogoh semua barang bawa'anku. Vano berdiri.

"Mungkin sama mama." ujarnya. Aku menghela nafas sesak. Bergegas aku mencari telpon rumah untuk menghubungi Mumun.

Tuuuut Tuuuut.

Terdengar tersambung tapi tak ada sahutan dari  Mumun melihat itu Vano hanya bisa diam melihat glegatku.

"Angkat sayang... Angkat." lirihku sendiri.

"Hallo.." darahku berdesir dan sedikit lega akhirnya Mumun mengangkat.

"Hallo sayang, ini aku. Aku tidak tau mau berkata apa lagi. Kamu baik-baik aja kan? Kamu tenang aja ya Iki akan segera pulang." ujarku terdengar dari sana terisak menangis.

SUAMIKU BOCAH!Where stories live. Discover now