Tak sanggup

236 24 1
                                    

Siap Vote koment and Share?

Okey.


"Ayolah Bryan... Kita ke tempat futsal atau kumpul ama anak-anak yang lain. Masa lo berdiam diri di kamar gini sih seharian." gerutu Vano mendatangiku kekamar. Seketika aku tersintak dari lamunanku dan coba mengibas selimutku gusar yang dari tadi menyelimuti pinggangku bersender di kepala ranjang ini. Aku berdiri menghela nafas sembari melihat pemandangan kota di balik jendela kaca ini.

"Gue... Gak sanggup terus-terusan begini." ujarku, Vano hanya bisa melihatku dengan raut wajah prihatin.

"Lo itu lebai tau gak, lagian lo tau sendirikan itu istri lo baik-baik aja?'ujarnya. Kembali dadaku terasa sempit dan menghenyak di sofa.

" Gue yang gak sanggup berjauhan dengan dia!"tegasku. Vano tampak menghela nafas berat.

"Gue mohon Vano, tolong bantuin gue.." pintaku memelas.

"Lo mau gua ngapain?" tanyanya menautkan alis.

"Gue mau kembali ke indonesia." singkatku. Vano bungkam sejenak.

"Lo mau pergi?" desisnya tampak geram. Aku mengangguk pasti.

"Lo sama sekali gak paham, perasa'an papa dan Mama." lirihnya, aku menatap dalam-dalam manik mata saudaraku itu.

"Dari kecil mungkin kang Herman hanya mengajarimu bagaimana cara menyetir. Tapi sa mama. Mengajari gue bagaimana caranya memimpin perusaha'an." ujarnya. Aku diam menunggu ucapan Vano berikutnya.

"Aku tau betul bagaimana besarnya harapan papa dan Mama, padaku. Karna aku putra mereka satu-satunya. Sekarang Lo udah kembali  Bryan gua rasa gue gak perlu berfikir sendiri dalam memajukan perusaha'an ini. Lo sadar gak sih. Lo itu terlalu bucin sama istri lo!" ucapnya tak habis pikir.

"Lo, udah ada disini? Buat apa lagi gue?" lirihku. Vano tampak menghembus nafas dan berkata.

"Intinya mama dan papa,menaruh harapan yang besar untuk kita berdua." ujarnya lagi. Aku berdesih dan kembali berdiri.

"Lagian? Mama tidak aka bisa menerima jika kamu kembali ke indonesia?" tegasnya lagi, aku mendegup dan coba beranjak kerah pintu. Lugas aku turuni anak tangga, sontak kakiku terhenti saat melihat mama tengah menyiapkan jamuan makan di meja makan yang cukup luas itu di bantu pelayan-pelayan yang serasi kostumnya. Mama tersenyum saat melihatku turun.

"Eh Bryan... Kebutulan kamu turun. Hari ini mama siap jamuan makan siang. Papa sudah menyusul kita, dan sebentar lagi teman bisnis papa akan datang dengan anak gadisnya." ujarnya aku hanya diam merasakan mama mengelus-elus pundakku.

"Ayo sayang, kamu bersiap ya. Mama sudah siapkan pakaianmu, pelayan!" panggilnya, tak butuh waktu lama pelayan datang dengan membawa sekotak box berisikan pakaian jas setelan dengan celana dan kemejanya. Aku melirik sedikit dan kembali melirik mama.

"Aku gak suka pakai baju yang begituan mah." ujarku. Mama tampak menarik ujung bibirnya untuk tersenyum.

"Sayang... Kamu putra mama, pewaris perusaha'an, jadi kamu harus berpenampilan yang sama juga kayak Vano dan Revan ya?" lirihnya. Aku berdesih memandang kelain arah.

"Mah, Iki gak sanggup disini Iki mau kembali." ujarku. Seketika mama diam.

"Mama..., lagi males bahas ini Bry? Sekarang ganti pakaianmu dan kembali kesini, sebentar lagi papa dan temennya akan datang." tegas mama. Aku menatap wajah mama datar. Dan berucap.

"Iki gak mau bahas yang lain, Iki kan dah bilang gak sanggup!" bentakku sedikit keras. Seketika mama membuka matanya melihatku.

"Kamu akan kembali, tapi tunggu. Ini baru juga seminggu, tunggu hingga mid semester." ujarnya aku berdecih mengusap wajahku perlahan aku coba getarkan bibirku untuk bicara namun di cegat oleh mama lagi.

SUAMIKU BOCAH!Where stories live. Discover now