Kampus.

263 23 1
                                    

Dibelahan dunia manapun
Hatiku akan tetap terpaut pada belahan jiwaku

*
*
*

POV IKI

Hari ini kami sudah mulai masuk sebagai mahasiswa baru di Universitas N.U.S National Universy of Singapore. Dengan di kendarai mobil BMW berwarna Silver Vano sudah tampak akrab dengan jalanan yang ada di kota singapura ini, sementara itu aku tetap diam duduk sembari mengotak-atik ponselku.

"Sayang... Bagaimana kabarmu hari ini." tanyaku dalam chat whatsap, secepat kilat Mumun membalas.

"Baik sayang, kamu sudah mulai kuliah hari ini kah?" tanyanya.

"Sudah.." tulisku tanpa pikir panjang aku menghubunginya lewat VC.

Drrrrt Drrrt

Untuk sejenak Mumun abaikan jawaban Video call itu. Hingga wajahnya muncul juga di layar

"Ya sayang..." ujarnya menyunggingkan senyum hangat.

"Lama banget sih angkatnya." ujarku, Mumun tampak tersenyum tipis.

"Mana lama, Lu itu yang gak sabaran." ujarnya aku tersenyum mengelus-ngelus layar ponsel itu. Kesel aja rasanya tidak bisa cubit dan cium itu pipi.

"Sayang kamu beneran tidak apa?" tanyaku dengan lirih, aku bisa lihat wajah Mumun tampak pucat. Istriku itu tampak berusaha menarik ujung bibirnya untuk tersenyum.

"Tak ape Ki, aye baik-baik aja kagak usah khawatir " ujarnya, entah kenapa itu hanya terdengar menghiburku saja.

"Kamu sekarang dirumah kita?" tanyaku, Mumun tersenyum sembari menoleh ke belakang. "

"Kamu lihat, ini dimana?" tanyanya, aku tersenyum.

"Sedih ya yang sendiri?" tanyaku. Mumun cemburut dengan mengangguk.

"Tak apa... Semangat kamu harus semangat Ki, Jangan sampai pengorbanan kita sia-sia. Lu kudu belajar dengan giat semoga lu bisa raih gelar dalam waktu tiga tahun kan hemat satu tahun sayang," ujarnya, aku nanar mendengar.

"Andai aku bisa bertindak lebih keras sama mama." ujarku, Mumun tampak tersenyum hangat.

"Gak apa sayang, kamu gak boleh gitu. Mama Drista itu orang tua kita. Pokoknya semangat aja ya, Mumun akan selalu setia menunggu disini." ujarnya aku tersenyum.

"Ini baru dua hari sayang, bagaimana kedepannya aku tidak tau. Rasanya aku tidak sanggup." ujarku, Mumun tampak tersenyum haru.

"Tak apa, ini ujian cinta. Kita berdua pasti bisa melewati ini."ujarnya, hatiku hangat. Dan reflek bertanya.

"Sayang... Kamu belum kasih tau enyak?" tanyaku. Sedikit Mumun menghela nafas dan coba menggeleng.

"Mumun, takut. Enyak pasti kecewa sekali. Gak kebayang aye liat reaksinye. " ujarnya, nafaskupun tersengal.

"Semoga saja enyak maafkan Iki, kamu tenag saja sayang. Iki akan pulang dalam waktu dekat. Ini.

"Kagak usah, Iki fokus aje dulu ye, Mumun benaran tak apa." ujarnya, reflek aku tertunduk merintikkan air mata.

"Aye percaya ame Lu? Dan kita pasti bisa lewatin ini." ujarnya. Aku mengangguk menghela nafas berat.

"Baiklah sayang, semoga saja aku bisa," lirihku menutup mulut.

Ciiiitsss..

Bunyi rem mobil Vano, Ku menoleh ke luar, mobil kami berhenti didepan bangunan kampus yang megah. Dengan males aku kembali melihat ke layar ponsel.

"Mun, gue turun dulu ya ntar Iki kabari laki " ucapku dengan manja. Mumun tampak senyum melambai.

"Sampai nanti sayang mmmuach ...." ujarku. Melihat itu Vano tampak geleng-geleng mengendarai mobil ke parkiran. Kami berdua turun dari mobil seketika aku turun mataku disilaukan dengan flight kamera dan ada beberapa wartawan.

"Oh Tuhan...." bisikku.

"Selamat bergabung di Universitas Ini Iki, Sebagai artis yang tengah naik daun bagaimana perasa'an anda memulai aktifitas kuliah?" tanyanya dengan bahasa inggris. Aku coba abaikan pertanya'an itu dan tetap melangkah masuk.

"Mohon maaf semua, saudara saya tidak bisa di wawancarai." ujar Vano. Dengan rasa kecewa wartawan itu tampak Bubar.

"Sialan, gak disini gak di indo selalu dikejat wartawan. Mereka tau dimana sih." gerutuku menghenyak di kursi tunggu sepanjang Koridor.

"Itu kebutuhan media. Apa sih yang gak bagi pemburu berita Ki, tau nama lu terdaftar disini saja mereka pasti uber lo kesini." gerutu Vano. Aku menghela nafas dan sedikit mendongak melihat langit.

"Bahkan gua sekarang, seperti hidup dalam tahanan dalam dunia yang luas ini, gua sesak kalo gak ada Mumun" gerutuku, mengusap-usap wajahku.

"Ayo kita ke kelas.",pinta Vano, kami berdua berdiri. Namun langkah kami di urung saat tiga wanita cantik melangkah mendekat. Dua di antaranya berambut pirang dan satu lagi berambut hitam dan berwajah indo. Aku heran melihat langkah Vano yang tampak ragu. Karna Koridor ini tidak begitu luas jika berpapasan dengan tiga cewek.

"Hai tampan? Mahasiswa baru ya?" tanyanya dengan bahasa inggris mengulurkan tangan sembari tersenyum genit. Aku melirik tangannya sedikit dan beranjak pergi.

"Heay.... You!" bentaknya. Aku dan Vano kembali menghentikan langkah.

"Maaf, kami harus segera kekelas." timp Vano membalas dengan bahasa ingris sambil sedikit merunduk.

"Oh Okey, siapa namamu? Sepertinya temanmu sombong sekali." ucapnya, sembari meliriku.

"Aku Vano, Dia Bryan saudaraku." ujarnya menjabat tangan wanita itu.

"Saudaramu sangat menantang sekali, aku suka cowo tampan yang cuek." ucapnya. Aku santai melihat tatapannya dengan memasukan kedua tanganku di saku sweaters. Makin bodo amat dengan membuka permen karet dan mengunyahnya.

"Kalian ini? Dari Indo kah?" tanyanya. Reflek Vano mengangguk.

"Hummm, kebetulan sekali. Aku juga dari indonesia." ujarnya Girang,

"Ayo Vano..." titahku beranjak pergi Vano membuntutiku tergesa-gesa karna aku berjalan lumayan cepat.

"Bryan? Senang bertemu denganmu. Aku Aletta semoga kita bisa berteman" teriaknya gadis centil itu. Seketika aku males ladeninya. Bagiku sekarang tak ada yang lebih berharga dari Mumun.

"Apa masih banyak ulat bulu macam itu di kampus ini? Bisa-bisa aku alergi." gerutuku pada Vano, saudaraku itu terkekeh sembari berkata.

"Sepertinya masih banyak." ujarnya... Tersenyum simpul...


Maaf dikit banget, lanjut besok ya...

SUAMIKU BOCAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang