16

2K 477 26
                                    


Raleine bisa melihat bahwa Aska sangat bahagia saat Raleine menerimanya sebagai pacar. Meskipun saat mereka bertemu Aska hanya mengucapkan terima kasih, tapi Raleine menyadari bahwa Aska yang biasanya terkontrol jadi lebih banyak tersenyum. Bahkan sapaan orang-orang dibalasnya dengan sapaan pula. Bukan hanya sekedar anggukan kepala.

Belum ada perasaan lebih dari sekedar teman yang tumbuh di hati Raleine untuk Aska. Tapi ini adalah usaha yang dilakukan Raleine untuk membuka matanya akan pilihan-pilihan lain yang tersedia. Dia dan Nathan tidak punya hubungan apa-apa. Nathan bahkan tidak tahu perasaaannya. Tidak seharusnya Raleine terpaku pada satu opsi ketika dia bisa mencari dan memilih yang lebih tepat untuknya.

Tapi rasanya salah.

Raleine teringat kisah orang tuanya dan kisah Gio yang terus berusaha meski seakan tak mungkin perasaan mereka bersambut. Setiap kali mengingat hal itu, Raleine akan menggelengkan kepalanya.

This is my life. This is my choice.

Meski mereka berbagi darah yang sama, mungkin bukan keberanian yang sama.

Kerelaan Raleine melepaskan Nathan karena Nathan menyukai orang yang Raleine setujui. Akan lain halnya jika Nathan menaruh hati pada gadis lain. Memangnya gadis itu secantik Raleine? Memangnya gadis itu seramah Indira? Memangnya gadis itu sekaya Nira? Raleine bisa mengucapkan pertanyaan itu dengan nada ragu andai saja Nathan memilih sosok lain.

Sayangnya, ini Indira. Saudara tidak sedarah yang sudah dia kenal sejak kecil dan sudah dia anggap saudara kandung sendiri. Indira tidak perlu tahu betapa sedih dan sakitnya hati Raleine saat merelakan diri untuk melupakan perasaannya dan membiarkan Nathan berjuang.

Jika pada suatu hari nanti Nathan dan Indira bersatu, Raleine berharap perasaannya benar-benar sudah ikhlas dan tidak ada apa pun yang tersangkut di hatinya.

"Raleine, gimana? Kamu udah mau pesen makan?"

Pertanyaan Aska membuyarkan lamunan Raleine. Rupanya sedari tadi dia hanya me-scroll layar handphone yang menampilkan menu dari restoran ini.

"Eh ya ampun. Maaf. Makanannya menarik banget. Aku agak bingung mau pesan apa."

Pramusaji menyarankan menu bertanda Chef's Recommendation. Dia juga menyebutkan mana makanan yang rasanya gurih, manis, atau pedas. Untuk minumannya, ada pilihan segar, manis, atau kopi. Raleine memilih makanan terpedas dan air mineral untuk makan malamnya dengan Aska. Tanpa Raleine sadari, sudah satu minggu mereka resmi berpacaran. Layaknya pasangan muda lain, Sabtu malam ini mereka habiskan bersama.

Tadi sore Aska menjemput Raleine dari rumah dan sempat mengobrol dengan Ayah dan Mama. Mama seperti biasa, bersikap ramah kepada siapa pun. Sementara itu Ayah juga seperti biasa. Garang. Aska sedikit ragu-ragu saat menyapa Ayah. Bahkan dia tidak berani menatap Ayah lebih lama dari tiga detik.

Kejadian itu membuat Raleine mendengus. Ketika Raleine dan Aska pergi, paling juga Ayah mengomel dan akan ditanggapi Mama dengan tawa.

"Gimana? Suka tempatnya?"

Raleine menoleh ke kanan dan ke kiri. Rooftop. Tipikal tempat kencan anak-anak kekinian yang punya uang berlebih. Pemandangan indah, makanan enak, pengunjung beruang dan berpendidikan, musik yang mengalun sayup-sayup, angin yang berembus kencang.

"Suka. Bagus. Semoga makanannya juga pas di lidah ya," Raleine sedikit menyesal tidak mengikat rambutnya malam ini. Maksudnya sih supaya terlihat anggun. Kenyataannya, helaian rambutnya terus terbang sehingga pasti akan sedikit mengganggu saat makan nanti.

"Kamu pasti suka. Aku pernah coba beberapa menu dan nggak mengecewakan."

Raleine menanggapi hanya dengan senyum. Rambutnya masih mengganggu. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat apa yang kira-kira bisa dia jadikan ikat rambut.

Seyakin Hati Memilih - END (GOOGLE PLAY)Where stories live. Discover now