11

2.1K 448 28
                                    

Nathan bangun pagi-pagi sekali hari Sabtu ini. Meskipun dia sudah sengaja mengosongkan jadwal akhir pekannya dari agenda apa pun, Nathan tetap bangun pagi karena dia punya rencana lain. Sebelum matahari benar-benar terbit, Nathan sudah berkecipak di kolam renang. Salah satu olahraga yang membuat dirinya tetap bugar. Nathan suka berenang, walaupun tidak segila kakaknya. Nathan lebih suka futsal dan karate. Sesekali dia bermain futsal dengan kakak iparnya.

Ketika Nathan sudah beberapa kali bolak-balik di kolam renang, rupanya dirinya tidak sendirian. Ibunya sedang memandangi putra bungsunya berenang. Nathan nyengir setelah berada di pinggir kolam dan membuka kaca mata renangnya.

"Pagi, Bu," sapa Nathan sambil melipat tangan di tepi kolam.

"Pagi juga. Tumben banget Sabtu gini udah berenang? Bahkan matahari aja baru terbit. Biasanya masih meluk guling," Risa tersenyum.

"Udah lama sih nggak liat matahari terbit. Sesekali. Pengen ngerasain sepi juga," Nathan mengangkat tubuhnya untuk keluar dari kolam. Refleks, ibunya menyerahkan handuk. Mereka duduk berdampingan di chaise.

"Ada agenda apa hari ini?" Risa membantu Nathan mengeringkan tubuhnya.

"Nggak ada. Mungkin santai aja di rumah. Tapi..."

"Tapiii..." Risa menunggu.

"Besok mungkin..."

"Besok ke..." Risa mengangkat sebelah alisnya, mulai gemas dengan sikap putranya yang jadi penuh teka-teki begini.

"Boleh ke Bandung gak?"

Risa mengangguk-angguk tapi masih penasaran. "Sama siapa?"

Nathan melilitkan handuk ke tubuhnya, membuatnya terkungkung dalam handuk yang tebal. "Sendiri aja."

Risa memiringkan kepalanya. "Kalau dari Bubu, berangkat boleh, tapi nggak sendiri. Kamu bisa ajak Kakak atau Mang Udin."

"Mau kemana ngajak Kakak atau Mang Udin?"

Ibu dan anak itu menoleh. Di ambang pintu menuju kolam renang, berdiri Zaid yang masih menguap lebar lalu mengacak rambutnya. Terlihat sekali dia baru saja bangun dan langsung menuju kolam renang.

"Ada yang mau pergi?" Zaid bertanya lagi, menghampiri istri dan putranya. Sebelum ada satu pun yang menjawab, Zaid menunduk untuk mencium Risa dan membisikkan selamat pagi. Nathan memandangi semua itu dengan biasa saja. Sudah kebal akan tingkah laku orang tuanya.

"Nathan mau ke Bandung tapi sendirian. Aku nggak kasih izin. Kalau mau, dia sama yang lain. Entah sama Nira atau sama Mang Udin."

"Oh, mau ketemu Indira lagi?" Zaid berdiri di samping Risa dengan tangan merangkul pundak istrinya. Risa sendiri langsung melingkarkan tangan ke pinggang suaminya.

Wajah Nathan langsung pucat begitu nama Indira disebut. Kakinya bergerak dan tangannya menarik handuk lebih erat. Kalau perasaannya diketahui kakaknya, masih mending. Tapi kalau sampai diketahui orang tuanya? Wah Nathan sih malu. Bukannya dia menutup-nutupi kehidupan dari orang tuanya. Tapi kan Nathan belum siap kalau hubungannya dengan Indira...

Tunggu, dia kan tidak punya hubungan apa-apa dengan Indira?

"Selain Indira, kamu punya kenalan siapa lagi di Bandung? Masa mau ketemu Indah sama Haris? Mau ketemu Gio? Gio kan di Jakarta?" Zaid kembali bersuara.

Secara logika, benar juga. Kenapa tadi Nathan harus panik ya?

"Ah, ya gitu deh, Yah. Gimana? Boleh?"

"Ayah setuju sama Bubu. Jangan sendirian. Biar ada temen di jalan atau supaya bisa gantian nyetir."

"Cuma sehari kok. Besok pagi berangkat, malemnya balik ke Jakarta."

Seyakin Hati Memilih - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang