18

1.8K 456 43
                                    

Sesuai janjinya, pukul tujuh tepat mobil Is sudah sampai di depan rumah Indira. Is mengabari melalui chat dan membuat Indira keluar dari rumahnya untuk menghampiri Is. Awalnya Indira mengira Is menunggu di dalam mobil. Kenyataannya, Is berdiri di samping mobilnya, ditemani oleh seorang gadis yang sama rupawannya. Gadis itu tersenyum lebih lebar dan bahkan melambai lebih dulu kepada Indira.

"Halo." Indira balas mengangkat tangannya. "Sese ya?"

"Halo, Kak Indira, salam kenal." Sese mengulurkan tangannya. Mereka berjabat tangan dengan hangat.

"Salam kenal, Sese. Nggak susah kan ketemu rumah ini?" Indira sekarang berpaling kepada Is yang sudah pasti bertindak sebagai supir.

"Gampang kok. Sesuai peta yang kamu kasih aja."

"Sebelum pergi, kalian udah sarapan?" Indira sendiri belum makan. Makan terlalu pagi kurang cocok untuk perutnya. Jadi tadi dia menyiapkan beberapa bekal makan berat sekaligus cemilan untuk di perjalanan.

"Sebenernya udah. Tapi kalau boleh, kami mau masuk buat ketemu orang tua kamu. Minta izin langsung." Is jadi terlihat agak gugup, walaupun sudut bibirnya sedikit terangkat untuk tersenyum.

"Oh." Indira terkagum-kagum. Sikap yang sederhana. Tapi Indira menghargai itu. Pertanda Is sopan dan menghormati orang tua dan keluarga Indira. Biarpun Indira pasti sudah bercerita tentang rencana mereka ke Jakarta, tapi Is merasa perlu meminta izin secara langsung karena biar bagaimanapun Is yang mengajak. "Ayo."

Mereka bertiga masuk. Is meminta izin kepada orang tua Indira sementara Indira mengambil tasnya. Tidak sulit mendaptkan izin karena memang Indira sudah menjelaskan. Baik Mama maupun Papa, keduanya menyukai Is dan Sese dalam pertemuan pertama. Mereka percaya Indira akan baik-baik saja.

Perjalanan ke Jakarta pun dimulai. Sementara duduk di jok depan (Sese berpindah ke belakang karena katanya ingin tidur), Indira mengirimkan pesan kepada beberapa orang. Memberitahu kedatangannya ke Jakarta. Kepada kakak berbeda ayah, kepada saudara tanpa hubungan darah, dan kepada saudara yang dipersatukan oleh pernikahan.

***

Besok sudah hari Senin lagi dan akhir pekan terasa berjalan begitu cepat. Raleine menatap langit-langit kamarnya. Gimana nggak berasa cepet? Seharian kemarin dia keluar bersama Aska, lebih banyak menemani Aska riset ke tempat-tempat bersejarah untuk keperluan novelnya. Kata Aska, judul kencan mereka adalah "Kencan Sejarah".

Baik. Bukan Raleine tidak suka sejarah. Dia senang juga diajak ke tempat-tempat yang punya arti. Tapi Setelah itu Raleine jadi capek sekali! Mereka lebih banyak menggunakan kaki alih-alih mobil Aska yang diparkir begitu saja di salah satu kantung parkir. Mana panas pula.

"Ugh," Raleine bergelung di balik selimutnya. Berbanding terbalik dengan kemarin, hari ini Raleine rasanya ingin di rumah saja. Menikmati seharian di kamarnya yang ber-AC dan menonton film seri yang sudah lama ada di My List tapi belum sempat dia tonton.

Sedetik kemudian otaknya malah memberi ide lain dan tangannya seperti memberi persetujuan. Raleine malah meraih handphone lalu mengirimkan pesan.

"Nat, makan siang di luar yuk."

Setelah pesan itu centang dua pertanda terkirim pada Nathan, mata Raleine melebar. "Lah? Ah biarin lah."

Setelah itu Raleine kembali memejamkan matanya untuk melanjutkan tidur. Toh jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Raleine akan mencuri waktu tidur sebelum ibunya mengetuk pintu kamar dan memintanya turun.

***

Hari ini adalah salah satu hari yang jarang terjadi. Yaitu saat akhir pekan dan Nathan tetap terjaga setelah Shalat Subuh tadi. Biasanya dia kembali ke balik selimut dan membantu kelopak matanya untuk saling bertemu lagi. Tapi karena kemarin dia sudah seharian di rumah, tidak melakukan apa-apa, sampai ibunya heran karena Nathan tidak berubah posisi sejak pagi hingga Bubu pulang kembali setelah syuting, jadi Nathan pikir hari ini dia harus lebih produktif.

Seyakin Hati Memilih - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang