22

1.7K 443 20
                                    

Menjalani hari-hari sebagai pasangan memiliki dampak yang berbeda bagi Raleine dan Aska. Aska semakin terlihat bersinar setiap mereka sedang bersama. Berkebalikan dengan Raleine. Biarpun Raleine tersenyum dan tetap bersikap manis, di dalam hatinya terasa keruh.

Seiring jalannya hari, Raleine semakin merasa bahwa perlakuannya kepada Aska bukanlah hal yang benar. Raleine hanya memanfaatkan Aska, sama seperti mantan-mantan pacarnya yang lain. Pada akhirnya, sama seperti mantannya yang lain pula, Aska tidak berhasil mengalihkan perhatian Raleine seberapa besar pun perhatian dan rasa sayang yang mereka berikan.

Maka biarpun baru tiga bulan mereka berpacaran, Raleine memutuskan untuk mengakhirinya.

Sore itu Aska memarkirkan mobilnya di area parkir Fakultas Ekonomi dan memberi tahu Raleine bahwa dia sudah tiba. Hari-hari sebelumnya juga Aska melakukan hal yang sama. Lalu mereka akan pulang bersama. Aska mengantar Raleine ke rumahnya. Kadang sempat bertemu dengan Mama atau kalau beruntung, dengan Ayah.

Namun sore ini Raleine bermaksud memutuskan hubungannya dengan Aska. Jadi ketika Aska menjemputnya, Raleine menghampiri mobil itu hanya sambil memegang handphone. Barang-barangnya ada di mobil Angela, teman kuliahnya.

"Halo," Aska tersenyum riang saat Raleine membuka pintu mobil lalu duduk di samping Aska. Seketika Aska menyadari bahwa Raleine tidak membawa tasnya seperti biasa. "Barang-barang kamu mana?"

"Aku nggak bisa pulang bareng kamu," Raleine membuka adegan putusnya dengan kalimat yang masih terkesan netral.

"Kenapa? Masih ada tugas? Oke, aku tungguin."

"Bukan." Suara Raleine semakin tegas.

Aska mulai merasa ada yang salah. Tubuhnya bersandar ke jok namun kewaspadaannya bertambah. Tadinya dia memegang sebuah kotak berpita berwarna ungu namun karena situasinya tampak kurang bersahabat, Aska menaruh kotak itu di dashboard.

"Lalu?"

"Sebelumnya aku minta maaf. Selanjutnya aku minta putus."

Ekspresi Aska tidak berubah.

"Ka?"

Aska menggerakkan kepalanya sedikit. "Aku denger. Kamu minta putus? Kalau aku nggak ngasih?"

"Yaaaa klasik namun kekanakan. Aku bakal block dan nggak mau ketemu kamu lagi. Walau kamu nekat sekalipun. Tapi aku berharap itu nggak perlu terjadi. Kita harus putus baik-baik."

Kepala Aska terangguk-angguk walaupun ekspresinya tidak mudah menerima.

"Apa alasannya? Aku perlu tahu kan?"

"Kamu mau tahu alasan jujur atau alasan yang cukup ramah buat perasaan kamu?"

Aska menarik napas lalu melipat tangan di dadanya. "Let me try. I've seen something bad and I hope its not happening to me."

Raleine menyibakkan rambut panjangnya, menggeleng anggun. Untuk sejenak Aska juga menahan napasnya. Adegan barusan adalah salah satu alasan banyak laki-laki mendadak punya kaki seperti jelly.

"Aku nggak selingkuh, aku nggak punya catatan kriminal." Sekarang Raleine jadi lebih santai. Handphone yang dia pegang sedari tadi sudah mulai bisa diputar-putar di tangannya. "Aku hanya suka seseorang sejak lama, yang aku harap bisa aku lupakan kalau aku punya pacar. Ternyata nggak. Jadi aku nggak mau bersikap nggak adil ke kamu lebih lama lagi."

Aska mengangkat dagu lalu mulutnya membentuk huruf O.

"Jadi kamu nerima aku buat ngelupain orang itu?" Alisnya terangkat, suaranya dalam dan penuh tuduhan. Mungkin pengaruh novel yang ditulisnya, tapi Raleine jadi merasa seperti penjahat yang sedang dibuka kesalahannya oleh sang detektif.

Seyakin Hati Memilih - END (GOOGLE PLAY)Where stories live. Discover now