6

2.6K 486 21
                                    

"Kenapa tiba-tiba?" Zaid menatap putra bungsunya dengan pandangan penuh selidik.

"Ada urusan Yah," jawab Nathan singkat.

"Lebih penting dari urusan keluarga?"

Nathan bungkam. Sebenarnya tidak lebih penting dari urusan keluarga. Tapi dia memang mendadak tidak ingin ikut.

"Aneh banget," Zaid mengangkat bahu, lalu menatap yang lain. Javas dan Cadenza yang juga merasa tidak nyaman karena Raleine tidak ikut, Indah dan Haris yang bertanya-tanya, Raleine yang tumben-tumbenan menunduk terus menatap handphone, Indira yang memang pendiam dan memperhatikan tanpa bicara apa-apa, Gio yang tetap tenang, dan Nira yang jadi sedikit cemberut.

"Kakak kamu jadi bete tuh," ujar Zaid.

Mendengar dirinya dimaksud, Nira mendengus. "Kita berangkat aja deh yuk. Kalaupun jadinya hanya aku dan Gio pun gak apa-apa."

"Sorry, Kak. Gak maksud," Nathan menghampiri kakaknya dan memeluk Nira. "Nanti aku cerita," bisik Nathan sangat pelan.

"Oke," Nira balas berbisik.

"Oke. Berhubung aku dan Raleine gak ikut, nanti mobil kami bawa pulang lagi aja supaya gak nginep di bandara," Nathan memutuskan. "Mobil Ayah dibawa Mang Udin, mobil Om Javas aku yang bawa, biar nanti aku sekalian antar Raleine pulang. Gimana Om?"

Javas yang sudah membiarkan Raleine melakukan apa yang dia mau, mengangguk, menyerahkan kunci kepada Nathan.

"Ayo," Nathan membimbing yang lain menuju mobil. Suasana masih cenderung hening karena Nathan dan Raleine mendadak tidak bisa ikut. But life must go on kan?

***

"Jadi kamu akan pulang dari rumahku pakai taksi?"

"Iya. Gampang lah itu," jawab Nathan saat mengantar Raleine ke rumahnya setelah melepas keluarganya dalam perjalanan ke Bali menggunakan pesawat pribadi Zaid Sudharma. Barang Nathan sudah dibawa di mobil yang dikemudikan Mang Udin.

"Sebenernya kenapa sih kamu gak jadi ikut? Beneran karena ada acara?" Raleine masih tidak percaya.

"Iya. Nih liat," Di lampu merah, Nathan mengeluarkan handphone dan memperlihatkan pesan yang muncul. Dari ketua BEM-nya dan dari manager yang menangani jadwal Nathan. Iya, dia punya manager sendiri. "Kak Raleine sendiri kenapa? Beneran cuma masalah skripsi?"

Skripsi memang alasan yang Raleine gunakan untuk membatalkan kepergiannya ke Bali. Tapi alasan utamanya kan bukan itu.

"Anggap aja iya," Raleine menatap ke luar jendela dan menutup mulutnya. Di dalam mobil tidak ada suara apa-apa.

"Hmm, FE memang ribet ya skripsinya," kata Nathan, sekedar memecah keheningan yang mendadak terasa aneh. Raleine selalu jadi orang yang membawa keramaian bagi orang-orang di sekitarnya. Sejak Nathan mengenalnya di bangku SMP hingga sekarang mereka sama-sama sudah kuliah. Raleine yang mendadak serba pendiam ini benar-benar aneh di mata Nathan.

"Gak tau," balas Raleine.

Nathan memilih diam saja. Mungkin Raleine sedang PMS. Jadi sebaiknya tidak perlu ditanya macam-macam. Katanya kalau tetap bertanya padahal seorang wanita sedang ingin diam, apalagi dia sedang PMS, malah hanya menimbulkan masalah baru.

"Apa..." Raleine berucap, membuat Nathan menoleh. "Gak aneh kalau kamu naksir Indira padahal kakak kamu sendiri nikah sama kakaknya?"

Hampir saja Nathan mengerem mendadak ketika mobil sedang melaju dalam kecepatan 80 kilometer per jam. Kalau sampai terjadi kecelakaan, bisa diamuk Om Javas. Baik karena mencelakakan putri kesayangannya dan juga merusakan mobilnya. Untung saja Nathan bisa mengendalikan diri. Laju mobil sedikit oleng tapi mereka baik-baik saja.

Seyakin Hati Memilih - END (GOOGLE PLAY)Where stories live. Discover now