Sebenernya Kamu Itu Kencan Sama Siapa, Aila?

80 26 34
                                    

Dalam hening perpustakaan kota, Aila mengikuti langkah Langit sambil memainkan ponsel pintar. Dia mengetik beberapa pesan untuk Alta yang masih belum menunjukkan batang hidungnya meski sudah ditunggu beberapa menit ketika masih di halte.

Aila mengulum bibir, memegang ponsel lebih erat karena kesal tidak mendapatkan balasan apa pun dari yang dikhawatirkan. Dalam hati dia masih bertanya-tanya, sebenarnya ke mana Altha pergi sampai enggan mengirimkan kabar.

Saat kepala terbentur orang di depannya, Aila meringis, kemudian menengadah. Terlihat Langit membalas pandangan dari netra legam itu.

"Kamu ngelamun?" Langit menekuk lutut untuk menyamai tinggi dengan si lawan bicara.

Kala hawa panas terasa di wajah, Aila memalingkan muka dengan sedikit mengambil langkah mundur. Dia mengipas tangan dari kepala sampai leher. "Ak-aku baik-baik aja, Kak," ujarnya lalu mengeratkan pegangan pada ransel.

Langit tersenyum tipis sampai mata kecilnya menutup. Mulai dia mengulurkan tangan, membenarkan poni tipis Aila dengan telunjuk secara perlahan.

"Begini lebih rapi." Lagi, lengkungan bibir ke atas itu semakin manis bagi Aila hingga terpaksa mengulum senyum dalam.

"Te-terima kasih, Kak," sahut Aila dan menunduk sambil menahan rasa gembira saat Langit sudah menjauh.

Jika saja tidak ada Langit di sana, sudah dipastikan dia akan melompat dan memeluk Indah atau memukul bahu Alta. Ah, ya! Mengingat nama pemuda itu, Aila segera melihat lagi ponsel yang masih dipegang.

Aila menggerakkan ibu jari lebih cepat. Bibir mungil itu mengerucut sampai akhirnya kembali mengulas senyum saat mengambil gambar diri untuk dikirim ke si penerima pesan.

Sementara itu di tempat lain, terlihat seorang pemuda tengah berbaring santai pada kasur. Lengan besar tersebut menutup wajah, melindungi mata dari cahaya lampu yang menyilaukan. Dia berdecih ketika ingatan kembali memutar apa yang terjadi di antaranya dan Aila.

Alta duduk dengan terus menatap si lawan bicara, menunggu balasan yang sekiranya akan membuat rasa penasaran di hati hilang. Dia mengembuskan napas kala Aila membuang pandangan, memilih untuk menunduk dan tidak lagi membalas kontak mata dari netra cokelat itu.

Ketika merasa ada kehadiran seseorang dari kejauhan, Alta segera berdiri, berlari untuk menjauh dari sana. Dia tidak tahu apa Aila mendengar langkahnya, tetapi yang terpenting sekarang bagi pemuda bergingsul adalah membantu gadis itu untuk mendapatkan hati sang pujaan.

Bunyi notifikasi masuk ke ponsel membuat lengan itu menyingkir dari wajah. Alta membuka mata, melirik ke kiri dan meraih ponsel yang berada di sebelah bantal. Dia menekan ikon pesan lalu mulai membaca pesan di sana.

Kamu di mana? Aku udah pergi sama Kak Langit. Tadi dia benerin poni aku. Lihat! Udah makin cantik belum?

Alta tersenyum, tetapi pandangannya tidak berbinar, hanya ada sendu di sana. Padahal ada wajah si cantik yang tampak pada layar pipih tersebut. Helaan napas keluar dari pemuda itu, dia membalas pesan singkat dengan beberapa emoji tersenyum dan hati merah terang.

"Apa dengan begini saya udah berhasil jadi bintang yang paling terang untuk rasi saya?" Alta membanting tangan sampai tidak sengaja menjatuhkan ponsel ke lantai, membuat suara gaduh sehingga dia duduk cepat.

"Kak Al! Berantem sama apa lagi!" teriak orang dari bawah sana.

Alta menggaruk tengkuk, mendesis lalu berjalan menuju pintu. Dia pergi dari sana dan turun ke lantai satu, mendatangi sumber suara yang berada di dapur, terletak pada ruangan sekat kiri dinding, bersebelahan dengan tangga tempat pemuda itu lewat.

To Be Your Starlight [Terbit✓]Where stories live. Discover now