Kamu Siapa? Saya Enggak Kenal

73 26 32
                                    

Alta berhenti, menumpang tubuh dengan tangan pada dengkul. Tampak peluh menetes dari pelipis sampai dagu pemuda bergingsul itu. Dia membuang napas kencang sambil menarik baju kaus hitam yang dikenakan untuk mengelap keringat.

Suara langkah mendekat terdengar dari belakang, membuat Alta berdiri tegak lagi dan berbalik. Dia mengusap dahi dengan punggung tangan. Netra cokelat itu fokus ke seorang gadis yang berdiri di hadapannya sekarang.

"Kenapa malah kejar saya? Kamu udah kayak pencopet aja," ujar Alta lalu berjalan mendekat.

Si lawan bicara mengambil udara secara rakus, bahkan terlihat bahu mungil itu naik turun beriringan embusan napas terdengar. Dia mengelap cairan yang ada di balik poni, bahkan kunciran yang sebelumnya cantik dan rapi sekarang berantakan tidak tentu arah.

"Aku ... aku enggak bisa lupain kamu, Alta." Si pemilik lesung pipi berujar usai mengatur tekanan jantung yang sempat berpacu cepat karena berlari mengejar pemuda bergingsul.

Alta menatap datar, merasa sedikit bingung harus membalas apa. Namun, berusaha tetap tenang. Matanya terbelalak kala memandang kaki Aila. Sangat kotor dan terdapat beberapa luka gores di sana.

"Mana sandal kamu?" tanya Alta dengan mengerutkan kening.

Mendengar pertanyaan itu, Aila menunduk, menatap kaki telanjangnya dengan berkedip beberapa kali lalu membuka mulut sambil mengangguk pelan.

"Tadi kamu kencang banget. Jadi, aku lempar sandal kelinci lucu gitu aja," jawab Aila lalu tertawa dan menggaruk belakang kepala.

Alta menggeleng pelan, mendekati si lawan bicara, kemudian membuka sandal jepit hitam yang dikenakan. "Pake ini!" titahnya dengan menendang alas kaki agar mendekati Aila.

Setelah membuang pandangan, Alta berdecih lalu berjalan melewati si pemilik lesung pipi begitu saja.

Aila menunduk, menatap sandal kebesaran di sana sambil tersenyum lebar. Dia maju selangkah, mengenakan benda itu lalu berbalik untuk melihat punggung tegap Alta.

"Kamu beneran enggak akan tepati janji itu!" Aila berteriak, memenuhi keheningan jalanan malam yang baru saja dilewati tukang nasi goreng keliling.

Usai mengembuskan napas lelah, Alta memutar arah, memandang netra legam si lawan bicara dengan tatapan tanpa emosi sama sekali. "Saya udah bilang, saya enggak bisa tepati janji buat kamu sama Kak Langit jadian. Karena itu, Aila ... kamu enggak perlu ingat saya, lupain syarat yang saya kasi waktu pertama kali kamu ketemu saya di ruang klub seni," terangnya dengan intonasi datar.

Alta menunduk sebentar, mengepal tangan lalu menengadah untuk melihat langit sekejap. "Dia enggak cukup baik buat kamu, Aila. Gimana caranya saya ikhlasin rasi saya yang cantik demi cowok yang enggak ngerti nilai seorang perempuan," tambahnya lalu menatap netra si pemilik dimple.

"Dia tinggalin kamu sampe ketakutan dan akhirnya hubungi saya untuk jemput. Aila, saya mungkin kurang sempurna buat rasi yang luas dan cantik kayak kamu. Tapi, saya bisa menjamin untuk enggak jadi seperti dia, Aila." Alta menggaruk tengkuk, semburat merah memenuhi pipi sampai telinga pemuda bergingsul itu.

"Bahkan setelah semua yang udah terjadi, kamu masih minta saya untuk tepatin janji itu? Maaf, Aila ... saya enggak bisa," imbuhnya lalu menunduk, memandang kaki tanpa alas yang menyentuh aspal secara bebas.

Mata Aila membola, tidak mengira semua kalimat tersebut keluar dari mulut Alta. Dia menggigit bibir bawah, tidak tahu ingin menyahut dengan kata apa untuk si lawan bicara.

"Saya janji untuk jadi bintang paling terang buat kamu, Aila."

Perkataan itu berhasil membuat Aila tersenyum, tetapi sirna kala Alta membuka mulut untuk melanjutkan kalimatnya.

"Tapi, buat apa saya terus bersinar kalo rasi bintang saya fokus sama langit yang buta?" Si pemilik gingsul mengangkat wajah, tampak sendu memenuhi netra cokelat itu. Dia menatap mata si lawan bicara sebentar, kemudian beranjak dari sana, meninggalkan Aila tanpa mengatakan apa pun lagi.

Sambil menunduk, Aila menatap sandal yang digunakan. Dia bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya mengapa Alta terus meminta agar dilupakan. Bagi si pemilik lesung pipi, sesuatu yang berharga akan diingat tanpa instruksi. Sekarang, tanpa perintah apa pun, semua tentang pemuda itu mengulang dalam memori kepalanya tanpa cacat sama sekali.

***
Di perpustakaan sekolah, keempat murid tengah berada dalam ruang belajar yang ada. Tampak si pemuda berambut ikal menggeser bangku agar duduk di sebelah gadis berambut sebahu. Namun, aksinya tertunda kala Alta lebih dulu mengambil tempat di antara kedua orang itu.

"Saya mau di sebelah kamu hari ini, Zidan," ujarnya dengan tersenyum lebar.

"Kamu udah tiga hari enggak datang bimbingan kelas, tiba-tiba langsung serobot tempat!" keluh pemuda bersurai ikal lalu berdecih pelan.

Indah yang sudah duduk di sebelah Alta hanya mengulum senyum. Dia menuliskan beberapa kata pada buku yang sudah sejak tadi dibuka. Lengkungan bibir itu semakin merekah hingga pipi tirusnya naik.

"Aku yakin kali ini pasti berhasil. Karena Alta sama Kak Langit berantem, jadi enggak mungkin mereka ada something. Tapi, kalo sama Zidan pasti, aku yakin banget ini." Dia menggenggam pena erat sampai wajah terasa panas karena membayangkan beberapa hal romantis yang akan terjadi pada subjek pengamatan.

Aila yang duduk di depan Indah menggeleng pelan, tahu benar apa yang tengah dipikirkan sahabat sekaligus teman sebangkunya itu. Pandangan mulai dia alihkan, menatap Alta yang masih bergelut dengan Zidan, pasal siapa yang akan menempati bangku sebelah Indah. Helaan napas keluar dari si pemilik rambut gelombang kala pemuda bersurai ikal hampir terjungkal karena lawan tidak sengaja mendorong bangku sampai berbenturan satu sama lain.

"Alta, kamu bisa duduk di sebelah aku," tawar Aila dan membuat pertikaian berhenti.

Alta merenggangkan pegangan pada kursi, menoleh ke samping lalu memajukan mulut sedikit. "Kamu siapa? Saya enggak kenal," komentarnya lalu memicingkan mata.

Mendengar penuturan si pemilik gingsul, Aila meremas kertas di meja, mengulum bibir gemas dengan mata melotot. Apa karena aku yang enggak mau lupain dia jadi dia yang pura-pura amnesia? batinnya geram.

.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak manteman, vote, komen, follow dan share juga ya gaes UwU UwU 😗♥️
Semoga hari kalian menyenangkan, jangan lupa tersenyum hari ini 🙈❤️
.
.
Mengingat besok udah masuk bulan ramadhan, aku mau ngucapin selamat menunaikan ibadah puasa, mohon maaf lahir batin. Aku harap ibadah kita diterima oleh Allah SWT. AAMIIN ❤️❤️
.
.
.

To Be Your Starlight [Terbit✓]Where stories live. Discover now