20

525 46 6
                                    

"Cole!" aku berdiri dari kursiku untuk menolongnya bangkit. Sampai aku melihat siapa pelakunya, yang tentu saja, Harry Styles.

"Apa masalahmu?!" teriakku sambil mendorong dadanya hingga ia mundur beberapa langkah. Orang - orang melihat ke arah kami. Beberapa dari mereka terlihat berbisik.

"Masalahku?" ia tertawa sarkastis, "Ini tentang masalahmu, Sam."

"Kau yang datang tiba - tiba, meninju pacarku, merusak makan malam ulang tahunku, dan kau bilang aku yang bermasalah?"

"Ya, kau lihat-" ia berhenti, raut wajahnya berubah, "tunggu, pacarmu?"

"Ya, kau kaget?" kataku sambil mendongakkan kepala, menatap matanya, berharap perkataanku bisa menusuk hatinya. Seperti halnya ia menyakitiku di Melbourne beberapa waktu lalu.

"Kau mencintainya?" tanya Harry.

"Ia pacarku, Harry," jawabku.

"Bukan itu pertanyaanku, Sam. Aku tidak peduli ia pacarmu atau bukan. Tapi pertanyaanku," ia memberi jeda, "Apa kau mencintainya?"

Aku sangat ingin menjawab pertanyaannya namun entah apa yang terjadi pada kerongkonganku sehingga aku sangat sulit untuk mengeluarkan suara. Aku menatap matanya dan nafasku memburu, seluruh ruangan dapat mendengar suara nafasku.

"Sam-" ia merunduk setengah duduk di meja, "dia bahkan tidak mengenalmu."

Apa? Aku menjawab, "Ia mengenalku, Harry. Lebih baik daripada kau mengenalku! Ia membuatku bahagia!" aku menahan diri agar tidak menangis.

"Kau pikir kau bahagia?" ia mengedarkan pandangannya ke seluruh restoran. Suaranya tetap tenang dan stabil, "Kalau ia mengenalmu," ia menunjuk Cole yang masih terduduk di lantai, menyeka ujung bibirnya yang masih sedikit berdarah, "Ia tidak mungkin membawamu kesini."

"Kenapa? Restoran ini bagus."

"Kau benci restoran romantis!" serunya, membuatku kaget. "Kau benci lagu - lagu instrumental, apalagi biola! Kau bilang musik seperti itu membuatmu ngantuk setengah mati!"

"Setidaknya ia memberiku makan malam menakjubkan ini."

"Sam, kau benci rijsttafel. Kau selalu bercerita padaku tentang bagaimana kau terpaksa ikut makan rijsttafel setiap tahun ketika orangtuamu mengajakmu ke restoran Belanda untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka! Lihat, bahkan yang ini bersantan! Dan lihat ini, kau benci bunga mawar! Kau bilang baunya membuatmu ingin bersin! Aku ingin bertanya padamu. Sejak kapan kau memakai baju seperti ini?" ia mencubit kerahku seperti jepit jemuran. "Kau benci baju bunga - bunga, Sam. Kau bilang baju bunga - bunga hanya dipakai nenek - nenek!"

Aku merasa ditampar. Aku mengatakan semua itu padanya bertahun - tahun lalu, dan ia masih ingat semuanya. "Ak-" Aku tergagap. Menelan sesuatu di kerongkonganku.

"Berhenti membohongi dirimu sendiri, Sam," ia menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari - jarinya, "Berhenti berpura - pura bahagia."

"Lalu," aku mencoba melawan kata - katanya, "apa yang akan kau lakukan, untuk membuatku bahagia sungguhan?!" bentakku.

"Fine! Tapi kau yang bertanya ini padaku. Pertama, aku akan mengganti mawar itu dengan seikat bunga tulip berwarna kuning favoritmu yang kau bilang lebih indah daripada bunga apapun di dunia. Kedua, alih - alih membawamu ke sini, aku akan mengajakmu ke Starbucks, membeli tiramissu kesukaanmu sampai kau kekenyangan. Ketiga, daripada aku membelikanmu baju nenek tua itu aku akan memberimu selusin t-shirt bergambar Paul McCartney dan Ringo Starr yang kau bilang paling nyaman daripada seluruh pakaian mahal dari perancang mode terkenal. Keempat-"

"Cukup-"

"Keempat! Daripada membuatmu mendengarkan musik cengeng ini, aku akan mengajakmu pergi ke konser Iron Maiden. Membiarkanmu menyanyikan Run to the Hills, membiarkanmu melompat - lompat sampai kau meneriakkan hatimu keluar dan tertawa puas. Kau tak mengenalnya, dan ia tak mengenalmu sama sekali!"

The Sign // H. S. [deleted soon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang