3

895 80 2
                                    

"Here we go," kata Foster sambil melepas seatbelt, aku pun melakukan hal yang sama. Kami telah tiba di kantor Capital FM. Kami keluar dari mobil menuju pameran makanan di dalam. Foods, yeah I love them.

Sesampainya di dalam, aroma makanan dari berbagai penjuru dunia pun seolah mengucapkan selamat datang dan selamat makan. Aku dan Foster (yang memang sama - sama hobi makan), megelilingi seluruh hall untuk mencicipi makanan di pameran. "Kau yang traktir," kataku. Ia hanya mendengus kecil, aku tertawa. Kami berkeliling hall hingga mata kami tertuju pada satu stan yang menarik perhatian kami. Kami segera menghampiri stan tersebut untuk membeli beberapa dan duduk sambil menikmati makanan. Aku ingin menanyakan sesuatu pada Foster, tentang hal yang sama dengan kemarin, tentang One Direction. Tapi mengingat reaksinya kemarin, aku jadi ragu. Tapi mengapa ia seperti... marah? Mengapa ia tidak suka? Mungkin Foster memang membenci mereka. Tapi alasan Foster kemarin.... Tunggu, mereka homo? Terus kenapa? Seingatku Foster tidak homofobia.

Aku masih memikirkan hal itu sampai aku tidak sadar Foster telah memesan masakan kari.

"Dari mana kau?" Tanyaku setelah ia kembali duduk sambil meletakkan piring berisi kari itu. Aku bahkan tidak menyadari kapan ia pergi dari meja ini.

"Dari stan India. Kau terlalu banyak melamun. Aku mengajakmu bicara tapi kau diam saja. Yasudah daripada aku jadi seperti orang gila yang bicara sendiri, lebih baik aku cari makanan," Aku cuek sambil merebut sendoknya dan mengambil sepotong daging. "Sam! No! Jangan sembarangan makan. Aku takut kau..."

"Terlanjur, Foster." Kataku sembari menyuapkan potongan daging besar itu ke dalam mulutku. Rasanya.... agak aneh.

"Tunggu saja beberapa menit," gumamnya.

"Apa?"

Foster menggeleng. Aku hendak mengambil daging lagi tapi Foster melarangnya. "Kubilang jangan!" Ia memukul tanganku. Aku mendengus kesal. Hingga beberapa menit kemudian, seperti yang dikatakan Foster, aku merasakan sesuatu.

"Foster, sepertinya aku harus ke toilet."

"Makanya dengarkan aku." Ia mengomel dengan mulut penuh makanan. "Kau tahu, makanan ini bersantan."

"Kenapa kau tidak bilang daritadi?!"

"Kau tahu ini makanan India!"

Aku berlari secepat kilat menuju toilet meninggalkan Foster.

Aku bisa mendengarnya tertawa di belakangku. "I've tried to tell you!" teriaknya. Aku merasa mual. Ugh, santan. Entah mengapa perutku tidak bisa bersahabat dengan santan. Aku selalu mual setelah kemasukan santan.

God! Kenapa toiletnya jauh sekali? Saking terburu - burunya aku berlari hanya menitikfokuskan toilet, aku tidak melihat seseorang di sekitarku daaaann... SPLASH!

"AAAAAAA!!! Baju favoritku! Kau menghancurkan baju favoritku!" teriakku.

"Ssssstt....!!! Aku mohon jangan berteriak, please. Jangan berteriak," ia memohon.

"Jangan berteriak?!" sorotku tajam. Ia masih menempelkan telunjuknya di bibir. "Kau sudah melakukan hal yang paling menyebalkan padaku hari ini dan kau tidak meminta maaf, kau malah memerintahku untuk diam? Hah?!" Emosiku meledak - ledak.

"Bukan.. maksudku bukan begitu. Aku minta maaf. Tapi aku bahkan tidak tahu kau berlari ke arahku. Tapi please, jangan berteriak. Mereka akan tahu aku disini." Ia berbisik sambil melepas kacamata hitamnya.

"I don't care. Memangnya kau...."

"Ssssst. Kubilang kecilkan suaramu, nona." Ia benar - benar memohon rupanya. "Please..." mata birunya mendadak menjadi sayu.

The Sign // H. S. [deleted soon]Where stories live. Discover now