2

959 84 1
                                    

Chapter 2 is up! Maaf kemarin sempat kepotong. Tapi ini udah lengkap kok :D

Foto di samping adalah Foster, kakak dari Sam. gantengnya banget bangetan kan? kikikiw :3

Enjoy the story! dont forget to vote and review :D spread! thanks a lot ;)

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Mataku masih menyorot televisi di depanku. Keduanya mengikuti kemana lelaki berlesung pipit itu berada. Aku memang sedang menontonnya, tapi pikiranku tidak disana. Aku pun hanya mendengar lagunya samar - samar. Aku sendiri masih mencoba meyakinkan diri kalau itu benar - benar Harry. Wajahnya memang sangat mirip dengannya. Ya Tuhan, aku benar benar tidak percaya. Sedari tadi aku mencubit lenganku sendiri berkali - kali. Tapi yang kurasakan tetap sama. Aku tetap merasakan sakit. Ini bukan mimpi. Ok, mungkin aku berlebihan. Tapi coba bayangkanlah jadi aku.

Setelah lagu selesai diputar, aku segera menekan tombol power di remote yang sedari tadi kugenggam hingga buku - buku jariku memutih. Aku membatalkan janjiku pada diri sendiri untuk menonton TV sampai malam. Yang kulakukan sekarang adalah berlari menuju kamar dan membuka laptop milik kakakku yang tergeletak di meja belajarku. Aku terlalu gugup hingga tanganku gemetar dan laptop yang kupegang hampir jatuh berkali - kali. Sial.

Singkat kata, aku telah memasukkan keywords 'one direction' di google. Aku menelusuri setiap hasil pencarian di google. Ya Tuhan apakah mereka benar - benar sangat terkenal? Aku membuka artikel One Direction di Wikipedia dan mulai mengerti sejarahnya. Mataku tertuju pada bagian 'members' lalu ku-klik link dengan namanya, Harry Styles. Ia benar - benar seseorang di boyband itu. Aku membaca artikel tentang dirinya secara detail. Ok, mau tak mau aku harus percaya bahwa sahabatku telah menjadi superstar.

Prior to participating in The X Factor, the then sixteen-year-old Styles had a part-time job at the W. Mandeville Bakery in Holmes Chapel.

Ah, dulu aku sering ke Mandeville. Akulah yang mengantarnya untuk melamar kerja disana waktu itu. Disini juga ditulis ia pernah menjadi vokalis band White Eskimo. Ya Tuhan aku juga merindukan mereka, apa kabar mereka? Apakah perasaan Nick, Haydn, dan Will sama denganku mengetahui sahabat mereka menjadi orang terkenal?

Aku mencari banyak informasi tentang Harry. Well, aku sedikit kebingungan dengan tampilan baru Youtube setelah situs ini tiga tahun kutinggalkan. Aku, dengan tangan masih menyisakan getaran karena gugup, mengetik keyword yang paling menjadikanku penasaran selama tiga tahun ini. 'harry styles audition'. Syukurlah buffering tidak terlalu lama. Isn't She Lovely. Ah, lagu itu. Aku mendengarnya bernyanyi, lagu yang sering ia nyanyikan kecil saat ia sedang bersamaku. Aku juga melihat proses penggabungannya dengan empat pemuda lain hingga terbentuklah One Direction. Aku juga melihat beberapa performnya di X-Factor dan beberapa music video mereka dengan viewers yang rata - rata sudah melebihi 100 juta. Aku tak menyangka Harry adalah member boyband terkenal. Dan kata petugas bandara tadi, mereka akan konser di Royal Albert Hall besok malam. Hello! Royal Albert Hall bukan tempat sembarangan. Hanya musisi - musisi tertentu yang bisa mengadakan konser disana. Ini benar benar ajaib.

Keyword google sudah kuganti dengan 'harry styles'. Aku menelusuri satu - persatu hasil pencarian di google dan aku hampir tak percaya melihat judul artikel website terkemuka di Amerika. 'Taylor Swift and Harry Styles talk about break up.' Ya Tuhan! Ia pernah memacari Taylor Swift? Ok, aku mulai gila sehingga aku menutup halaman itu dan menyudahi pencarian informasi ini. Aku menutup laptop dan merebahkan diri di kasur, berpikir apakah Harry masih mengingatku, apakah ia masih ingat pinky promise yang kami ikrarkan tiga tahun lalu.

Apakah ia benar - benar menepatinya?

"Sam! Sam! Samantha!" Mum tiba - tiba membuka pintu dengan kasar. Aku terkesiap. "Aku memanggilmu berkali - kali,"

"Maaf, mum. Ada apa?" kataku masih dengan wajah bingung dan tak percaya.

Mum mendesah kesal. "Foster sudah pulang." Mum memberitahuku. Ah, Foster. Kakakku tersayang. Aku sangat merindukannya. Aku segara beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar mengikuti mum menuruni tangga menuju ruang tamu.

"Foster!" Aku berlari lalu memeluknya begitu aku melihatnya berdiri di ruang tamu. Ia balas memelukku sambil mengacak - acak rambut gelapku.

"Hey, putri asrama. Long time no see." Katanya.

"Look! Ada sarjana baru. Bagaimana kabarmu, Foolster?"

"Hey! Kau masih mengingat panggilan itu?" Ia menjitak kepalaku.

"Aw! Foster!" Ia berlari menuju dapur. Aku mengejarnya. Sudah lama sekali aku tidak saling ejek dengan Foster. Kami kejar - kejaran keluar masuk dapur dan ruang tamu.

"Foster! Sam! Stop it! Kalian bisa merusak dapur!" seru mum. Sedangkan dad hanya tertawa melihat tingkah laku kami.

"Sudahlah, sudah lama aku tidak melihat pemandangan seperti ini."

"Tapi mereka sudah besar. Ini kekanak - kanakan sekali."

"Usia boleh bertambah tua, tapi mereka bisa memilih untuk menjadi dewasa atau tetap menjadi muda." Mom tersenyum dan aku dapat melihat dad mengecup kening mum.

***

Aku menatap langit - langit kamarku sambil masih memikirkan hal kemarin. Sudah dua hari ini aku memikirkannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas tapi aku tak bisa tidur. Ya Tuhan, apakah ia masih mengingatku? Apakah ia sudah berubah? Entah kenapa disaat seperti ini keadaan langit - langit kamarku jadi menarik karena sedari tadi aku hanya bisa memandang kesana. Aku masih tidak habis pikir. Sampai aku mendengar seseorang mengetuk pintuku. "Sam? Can I come in?"

"Masuklah, Foster. Tidak dikunci." Jawabku.

"Hei. Kau belum tidur,"

"Ya. Aku tidak bisa tidur. Ada apa?"

"Tidak apa, aku hanya ingin mengambil laptopku."

Aku hanya mengangguk. "Sticker di laptopmu bagus," kataku.

"Aku mendapatkannya saat aku masih di Cheshire." Foster terlihat menyalakan laptopnya. "Oh iya. Besok aku akan pergi ke festival makanan. Kau mau ikut?"

"Wow! I'd love to! Dimana?" seruku.

"Di hall kantor Capital FM." Foster tertawa, dengan mata memandang layar laptop.

"Foster, can I ask you something?"

"Sure." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari sana.

"Kau tahu One Direction kan?" tanyaku.

Pertanyaanku berhasil membuat pandangannya beralih padaku. Ekspresinya mendadak berubah. "Ya," jawabnya singkat.

"Kau masih mengenal Harry?"

"Well, mungkin."

"Foster?" aku menggeleng singkat. Kenapa ia mendadak jadi acuh seperti ini? "Kau tidak pernah bertemu dengannya?"

Ia menggeleng.

"Apakah kau..."

"Sudahlah aku tidak mau membahas apapun tentang One Direction."

Aku mengerutkan dahiku. "Kenapa?"

"Well, aku tidak tahu apa - apa tentang mereka."

"Tapi setidaknya kau tau apa yang terjadi dengan..."

"Sudahlah Sam. Tanyakan pada orang lain saja. Aku tidak suka."

"Tidak suka?" aku makin bingung dengan sikap kakakku ini.

Ia menutup laptopnya sambil menghembuskan nafas kesal. "Mereka homo," katanya sambil berlalu meninggalkan kamarku dengan laptop di tangannya. Lalu ia membanting pintu.

"Hah?" Apa yang sebenarnya terjadi pada Foster?

(to be continued)

Leave vote / comment below, BEING SILENT READER ISN'T COOL

The Sign // H. S. [deleted soon]Where stories live. Discover now