𝟷𝟶. 𝚃𝚛𝚎𝚊𝚜𝚞𝚛𝚎

359 110 4
                                    

≪•◦ ❈ ◦•≫

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

≪•◦ ❈ ◦•≫

Axel telah sepenuhnya sadar. Tidak lagi berada di tempat kejadian itu. Kakinya basah oleh air. Tadi, ia benar-benar nyaris menaiki perahu untuk pergi. Dilihatnya Arthur dan Florence yang berusaha menahannya. Arthur dalam posisi masih memeluknya dan Florence memegang tangan kirinya. Sementara Lulu menggigit celananya.

"Kalian ini kenapa?" tanyanya. Lalu, mereka semua melepaskan diri darinya.

Sebuah pukulan pun mendarat di perut Axel. Untung saja ia cekatan sehingga bisa mengeraskan perutnya. Ternyata, Florence sudah tidak tahan lagi dengan sikap Axel. Gadis itu tampak marah. Pipinya memerah. Wajahnya yang semula datar mulai berkerut. Atau mungkin Florence merasa ... malu. Wajar saja jika ia malu, tidak biasanya ia melakukan hal itu. Jangankan menarik. Menyentuh orang lain sedikit saja Florence tidak mau—kecuali terpaksa. Padahal, apa yang baru saja terjadi bukan salah Axel. Tapi, tetap saja Florence tidak bisa menahan diri untuk merasa kesal karena terlalu malu.

Arthur dan Lulu pun berjalan menyusul Florence, menjauhi Axel yang masih kebingungan seperti orang bodoh. Dua orang itu tampak kelelahan. Mereka duduk di atas pasir kemudian mengambil minuman yang mereka bawa. Melawan sihir yang menghipnotis itu ternyata benar-benar menguras tenaga. Ditambah dengan Axel yang sangat terpengaruhi. Meski begitu, keberhasilan mereka membuat rasa lelah itu masih sangat bisa dimaklumi.

Matahari sebentar lagi pergi. Semburat jingga di langit tampak cantik, membuat mata mereka sedikit terhibur. Axel duduk beberapa setengah meter di sebelah kanan Arthur. Ikut minum sebab ia juga merasa lelah.

"Bagaimana mungkin kita bisa melewatinya?" Axel yang sudah paham pun bertanya sembari memandang langit senja.

Arthur memandang Axel sekilas, lalu kembali memandang langit. "Mungkin karena tekad kuat dan tujuan kita ke sini bukan untuk mencuri harta karun," jawabnya. Sedikit menyindir Axel.

Axel mulai salah tingkah. Sepertinya, ia menjadi yang paling sulit melawan sihir itu karena tadi ia mengatakan ingin mengambil sesuatu di sini jika berhasil. Tapi, ia hanya bercanda saja tadi. Apa mungkin pulau itu bisa mendengarnya?

"Sebaiknya kita istirahat. Kita akan mulai mencari batu itu besok." Arthur memutuskan hal itu sebab malam hampir tiba. Mereka juga kelelahan. Mencari sesuatu di malam hari pun akan terasa sulit.

Malam ini tidak mendung. Itu bagus, mereka tidak perlu khawatir akan kehujanan. Sebab, malam ini mereka tidur hanya beratapkan langit hitam penuh bintang serta bulan yang belum bulat sepenuhnya.

Arthur, Axel, Florence, dan Lulu duduk melingkari api unggun. Mereka—kecuali Lulu—berbincang-bincang setelah mengisi perut.

"Apakah kau tidak pernah mendengar di mana emas-emas itu disimpan?" Axel bertanya kepada Arthur, satu-satunya orang yang paling tahu mengenai negeri ini di antara mereka bertiga.

The Lost Castle [END]Where stories live. Discover now