𝟷𝟿. 𝙼𝚎𝚛𝚒𝚍𝚒𝚊 𝙻𝚊𝚔𝚎

302 96 3
                                    

≪•◦ ❈ ◦•≫

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

≪•◦ ❈ ◦•≫

Menempuh perjalanan panjang menuju bagian utara Sidra memang sangat melelahkan. Butuh waktu lama untuk bisa sampai. Kira-kira satu hari penuh. Mereka pun tidak banyak berhenti, hanya saja Arthur dan Axel bergantian mengendarai kereta kuda yang mereka naiki. Sebab, Nyonya Diggory menyiapkan banyak makanan untuk bekal mereka.

Sesampainya di sana, mereka memutuskan untuk langsung tidur hingga pagi tiba. Namun sayangnya, tidur mereka tidak nyenyak sebab udara di tempat itu terlalu dingin. Seperti udara di pegunungan pada umumnya.

Alhasil mereka pun bangun lebih awal dengan tidur yang tidak nyenyak. Axel dan Arthur pun jadi ragu untuk menyelam dalam keadaan seperti ini. Tidak menyentuh air saja rasanya sudah sangat dingin karena angin.

"Sepertinya kita harus menunggu sampai siang," kata Arthur sembari mendekatkan kedua telapak tangannya ke api.

Florence sendiri sibuk membakar jagung. Gadis itu tampak biasa saja. Bahkan ia tidak membungkus tubuhnya dengan selimut saat mentari sudah mulai muncul. Bagi Florence, udara di sini tidak sedingin Hutan Kegelapan.

"Kapan jagung itu bisa dimakan?" tanya Axel tidak sabar. Ia berjalan mendekati Florence sambil menggosok kedua telapak tangan. Udara dingin membuatnya mudah lapar. Apalagi mereka belum makan apa-apa sedari tadi.

"Sekarang pun bisa. Kau tidak akan mati jika memakan jagung mentah," jawab Florence. Tanpa sadar, gadis itu mulai sering bicara sekarang.

Axel membuang napas kasar. "Kau tahu, Flo? Mulanya aku ingin mendengarmu bicara banyak. Tapi, semenjak kau mulai sering bicara, kau malah terdengar sangat menyebalkan."

Arthur tertawa kecil. "Bagiku, Flo tidak menyebalkan sama sekali. Dia bicara apa adanya. Iya, kan, Lulu?" Tangannya terulur mengusap kepala Lulu. Kemudian anjing itu menggonggong. Entah apa maksudnya.

"Kau membelanya? Kupikir kau akan berada di pihakku sebab hanya aku yang sering berbincang denganmu layaknya teman dekat," kata Axel penuh penekanan di kalimat kedua, ia terdengar agak kecewa.

"Akan aku tegaskan sekali lagi bahwa aku adalah orang yang netral," jelas Arthur sambil menepuk pelan dada kirinya. Kemudian ia memandangi Florence. "Gara-gara kau, Flo jadi pendiam lagi sekarang."

"Itu lebih bagus. Ucapannya selalu menyakiti hatiku," kata Axel kemudian merebut sebuah jagung yang dipegang Florence. Jagung itu baru saja matang dan masih mengeluarkan asap.

Florence memandangi jagungnya. Seraya membiarkannya dingin, ia juga memikirkan percakapan Axel dan Arthur. Mereka mengatakan bahwa dirinya mulai banyak bicara. Florence sendiri bingung harus merasa sedih atau senang. Terlebih, hal itu ia lakukan tanpa direncanakan. Seolah-olah ia tidak memegang kendali atas dirinya sendiri.

"Kau tidak perlu ikut menyelam. Biar aku dan Axel saja."

"Aku tidak mengatakan ingin ikut menyelam," kata Florence, ringan, tanpa rasa bersalah.

The Lost Castle [END]Where stories live. Discover now