𝟸𝟹. 𝚉𝚎𝚑𝚛𝚊

288 98 4
                                    

≪•◦ ❈ ◦•≫

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

≪•◦ ❈ ◦•≫

Gadis itu menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Matanya masih memejam. Sebelum akhirnya kembali terbuka bersamaan dengan terbitnya senyuman.

"Hai!" sapanya. Gadis itu tampak begitu ceria. Ia mengedarkan pandang. Seolah-olah tengah mengabsen satu per satu patung batu. "Ah, kenapa mereka lama sekali?" tanyanya entah pada siapa. Wajahnya berubah murung.

Arthur, Axel, dan Florence masih terdiam karena bingung. Sekilas wanita ini tak tampak berbahaya. Tidak pula mengerikan seperti Azura. Ia memakai gaun yang ditempeli cukup banyak bunga. Kepalanya yang ditumbuhi rambut merah muda panjang memakai mahkota bunga. Kulitnya putih bersih. Matanya biru dan tampak berkilau. Ia benar-benar cantik. Axel pikir, negeri ini memang memiliki banyak wanita cantik. Dunianya pasti kalah.

"Yang Mulia?" Gadis itu mendadak membungkuk. Memberi hormat kepada Arthur yang tidak mengenalinya.

"Kau ini siapa?" tanya Axel hati-hati, mewakili Arthur. Laki-laki itu sepertinya sudah semakin sulit untuk bicara.

Mata gadis itu melotot kala melihat Arthur yang terluka. "Oh, ya ampun!" katanya, lalu menutupi mulut dengan kedua tangan. Axel pun diabaikannya begitu saja.

"Kastel, tolong sembuhkan Pangeran." Gadis itu kemudian memandangi luka Arthur dengan begitu teliti dan begitu dekat. Arthur jadi merasa tidak nyaman.

"Ternyata, kau punya saingan." Axel berbisik kepada Florence yang berdiri di sampingnya.

Florence menautkan kedua alisnya. "Saingan apa?" tanyanya tidak mengerti.

"Gadis itu aneh." Axel kembali berbisik. Jawabannya mungkin tidak benar-benar jelas. Namun, Florence mengerti maksudnya. Oleh sebab itu, ia memukul lengan Axel dengan cukup keras.

Arthur memandangi lukanya dengan takjub. Tanpa rasa sakit sedikit pun, luka itu perlahan menghilang tanpa menimbulkan bekas sama sekali.

"Wow! Sepertinya dia lebih baik darimu." Axel bicara kepada Florence tanpa berbisik. Wajahnya lebih serius kali ini.

"Ah, mereka berubah!" Gadis itu membalik tubuhnya, lalu berteriak kegirangan sambil melompat-lompat seperti anak kecil yang mendapat hadiah.

Patung-patung di sana mulai berubah perlahan. Hingga akhirnya, mereka menjadi kurcaci-kurcaci berwajah girang. Gadis tadi berlari menemui para kurcaci itu lalu bergandengan tangan sambil melompat-lompat. Seisi ruangan menjadi ribut dalam sekejap. Mereka mengabaikan Arthur, Axel, dan Florence. Bertingkah seolah-olah ketiga manusia itu tidak ada.

"Siapa mereka?" Seorang Kurcaci perempuan dengan gelang bunga besar di tangannya menjadi yang pertama menyadari kehadiran Axel, Arthur, dan Florence.

Mereka semua terdiam, termasuk gadis tadi. "Maaf! Aku lupa," katanya sambil tertawa kecil. Gadis itu mendekati Arthur.  Namun, belum juga gadis itu bicara. Para kurcaci sepertinya sudah mengenalinya.

The Lost Castle [END]Where stories live. Discover now