𝟷𝟺. 𝙸𝚗 𝚝𝚑𝚎 𝚃𝚛𝚎𝚎

325 105 2
                                    

≪•◦ ❈ ◦•≫

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

≪•◦ ❈ ◦•≫

Persis seperti di wahana air, mereka langsung masuk ke air ketika selesai meluncur. Bentuknya seperti kolam yang lumayan dalam namun tidak terlalu besar. Axel tebak, kolam ini adalah tempat minum naga itu.

Florence agak kewalahan, sebab sudah cukup lama ia tidak berenang. Untungnya Arthur bersedia membantunya. "Terima kasih," ucapnya pelan. Arthur tersenyum tidak menjawab.

"Rupanya kau bisa berterima kasih juga,"  ejek Axel. Kemudian pergi mendahului Arthur dan Florence.

"Abaikan dia," kata Arthur. Lalu mereka berjalan bersama.

Berbeda dengan keadaan di gua tadi, tempat ini justru cukup terang sebab ada lumayan banyak obor di dinding. Dinding tempat ini terbuat dari batu—sepertinya begitu. Sedangkan lantai yang mereka pijak adalah tanah.

"Di mana kita?" tanya Axel sembari memandang sekeliling.

"Entah. Mungkin ... di dalam pohon," jawab Arthur.

Udaranya cukup hangat. Bahkan suara hujan di luar pun tidak terdengar sama sekali. Tempat ini benar-benar sunyi.

"Di mana naga itu?" tanya Axel lagi. Ia memelankan suara. Mencoba bersikap waspada.

"Entah," jawab Arthur dengan suaranya yang sama kecilnya dengan Axel.

Mereka lantas berhenti ketika bertemu pertigaan. Bingung harus berjalan ke arah mana. Axel mengusulkan pergi ke arah kanan. Sedangkan Arthur mengatakan kiri. Florence ditanyai pendapat sebab kedua lelaki itu berbeda pilihan. Namun, Florence hanya mengendikkan bahu. Enggan menjawab. Sebenarnya ... ia juga bingung harus memilih arah mana.

Axel bersikeras bahwa kanan adalah pilihan yang tepat. Hingga akhirnya Arthur mengalah. Masih diterangi obor di dinding, mereka pun menempuh jalan panjang dan cukup lebar beraroma tanah.

Florence mulai merasa mereka mengambil jalan yang salah ketika bertemu dengan perempatan. Kali ini, pilihan mereka berubah menjadi tiga.

"Kali ini kau yang memilih," kata Axel kepada Arthur. Dan, Arthur memilih jalan ke depan.

Mereka masuk semakin dalam. Semakin sunyi dan jumlah obor mulai berkurang. Sampai-sampai mereka lupa bagaimana cara untuk keluar sebab sibuk menerka-nerka lokasi.

"Sepertinya ... kita salah jalan," ujar Axel.

Mereka menghentikan langkah ketika melihat jalan di depan tidak lagi diterangi cahaya. Hanya ada kegelapan yang akan menyambut mereka. Florence mulai memasang tampang sebal saat melihat Axel.

"Ada apa dengan wajahmu?" tanya Axel. Bermaksud menyindir Florence. Ia jelas tahu bahwa gadis itu telah menyalahkannya dan mengumpat di dalam hati.

Sebelum Florence menjawab dan menciptakan perdebatan baru, Arthur buru-buru bicara sambil merangkul Axel. "Kita kembali ke perempatan tadi."

"Jangan berjalan di belakang. Bisa saja ada yang menerkammu dari belakang," kata Axel, menghentikan langkah untuk bicara kepada Florence. Tidak, ia tidak bermaksud menakuti Florence. Ia hanya berusaha bersikap baik seperti yang diminta Arthur.

The Lost Castle [END]Where stories live. Discover now