𝟷𝟼. 𝙻𝚞𝚎𝚕𝚕𝚊

337 106 2
                                    

≪•◦ ❈ ◦•≫

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

≪•◦ ❈ ◦•≫

Suasana pelabuhan Valmana lebih ramai dari beberapa hari lalu—saat keberangkatan Arthur, Axel, dan Florence ke Pulau Cianna. Tuan Diggory rupanya menunggu dengan cemas. Lelaki tua itu pikir ada hal buruk yang terjadi sehingga mereka tidak pulang berhari-hari. Ingin menyusul, namun keadaan tidak memungkinkan.

"Ah, syukurlah kalian baik-baik saja," kata Tuan Diggory penuh kelegaan saat melihat mereka tiba di depan matanya.

"Ya, kami baik-baik saja. Ada sedikit masalah. Namun, kami bisa mengatasinya," kata Arthur.

"Ayo, kita ke rumahku. Istriku memasak banyak makanan hari ini," ajak Tuan Diggory.

Tidak akan ada penolakan, sebab mereka sudah lapar sedari tadi. Lumayan juga bisa menghemat uang mereka yang sudah tidak lagi banyak.

Setibanya di rumah Tuan Diggory, Axel dan Arthur dibuat takjub dengan istri Tuan Diggory yang sangat cantik. Istrinya merupakan seorang Sinira. Usianya memang tampak tak lagi muda. Namun, kecantikannya seolah-olah teramat kuat, tak terusik usia.

Wanita itu menyambut mereka dengan senyuman. Membungkuk menyapa Arthur dengan sebutan Yang Mulia. Mereka belum pernah bertemu dan bicara sebelumnya. Namun, ia sudah tahu bagaimana rupa Arthur serta apa yang telah terjadi. Tuan Diggory yang memberitahu.

Namanya Layla. Kata Axel, namanya secantik orangnya. Membuat Florence mual sebab merasa mereka semua berlebihan. Wajahnya tampak semakin masam dengan tatapan tak bersahabat. Axel yang duduk di sebelah kanannya berbisik, "senyumlah sedikit. Kau sangat tidak sopan."

Florence memutar bola mata. Kali ini, ia akan menganggap Axel tidak ada. Perut lapar membuatnya tidak bertenaga untuk berdebat.

"Hanya ini yang kami punya," kata Tuan Diggory.

Desisan keluar dari mulut Florence. Menurutnya, Tuan Diggory sedang merendah sebab makanan yang mereka hidangkan tampak mewah dan lezat. Alhasil, gadis itu mendapat sikutan pelan dari Axel.

"Apa?" Kini Florence mulai tidak dapat mengontrol emosinya. Makanan yang semula menarik perhatiannya mendadak ditinggalkan. Bahkan gadis itu sudah berdiri seperti menantang Axel.

Empat pasang mata di meja itu memandang Florence keheranan. Arthur mulai merasa tidak enak dan Axel bingung harus apa.

"Maaf. Mereka memang tidak akur," jelas Arthur kepada Tuan dan Nyonya Diggory. Lalu menarik tangan Florence agar kembali ke tempat duduk.

Axel melirik ke arah Tuan dan Nyonya Diggory yang masih terkejut menyaksikan kemarahan Florence. "Maaf," katanya kepada Florence penuh penyesalan. Sebenarnya ia malas meminta maaf sebab Florence sangat menyebalkan. Namun, apa boleh buat. Ia terpaksa meminta maaf untuk memperbaiki keadaan.

Florence pun akhirnya duduk. Nafsu makannya hilang begitu saja. Daging domba di hadapannya pun kini sama sekali tidak menarik.

The Lost Castle [END]Där berättelser lever. Upptäck nu