Chapter 38. Alasan

8.5K 812 232
                                    

"Apa kau bilang?!" Xander berteriak marah saat mengetahui Violetta dan Gloria tidak ada di mansion. "You don't know where are they'?!"

Margareth dan Annete mengangguk takut. Kemarahan Xander seperti sebuah vitamin bagi siapapun yang ada di mansion. Tidak setiap hari, namun rutin. Xander akan berteriak marah jika sesuatu terjadi diluar ekspektasinya. Kekuasaan mutlak menjadi salah satu penyebabnya. Ia membenci siapapun yang bertindak tanpa persetujuannya.

"They ran away, right?" Xander melototi Annete dan Margareth. "Am i right? And you helped them?" Xander mendekatkan wajahnya ke arah Annete dan Margareth bergantian. "How dare you?"

Mereka menggeleng cepat menyembunyikan kebohongan bahwa memang mereka yang membantu Violetta dan Gloria kabur dari sini.

"Bagaimana bisa kau tidak melihat kucing kecil yang kabur dari sini?!" Xander beralih pada August dan Bobby. Ia menarik krah Bobby, meremasnya geram. "Kau hanya ditugaskan menjaga satu kucing kecil!!"

"Dia tidak melewati gerbang utama, Bos!" Bantah Bobby.

Xander menyipitkan matanya. "Benarkah?" Ia kembali memandang Annete dan Margareth. "Hanya ada satu gerbang tua tak terpakai yang mungkin menjadi jalan mereka pergi," Xander langsung bergegas menuju gerbang tua di halaman belakang. Ia tahu gerbang itu sudah lama sekali tidak terbuka. Gerbang itu terkunci tanpa diketahui dimana kunci pembukanya. August dan Bobby mengikuti mereka dari belakang sembari menarik Annete dan Margareth.

"Menarik," Xander mengamati gerbang tua itu. "Gembok tidak mungkin secara ajaib terbuka, 'kan?" Xander memandang kedua pelayannya dengan tatapan kilat pembunuh. "Hanya ada kalian yang tersisa, yang paling mungkin memiliki kuncinya. Tidak mungkin August, tidak mungkin Bobby, apalagi si keparat Sam,"

"Siapa yang membantu mereka?!" Tiba-tiba tangan Xander menyambar leher Annete lalu mencekiknya.

"Tuan!" Margareth memekik. Begitupun Annete yang berteriak ketakutan.

"Kau yang membantunya?! Atau kau, Margareth?!" Xander seperti kehilangan kontrol atas dirinya. Ini pernah terjadi sebelumnya saat Violetta kabur dari mansionnya.

"Tuan- uhuk!" Wajah Annete memerah. Ia kesulitan bernafas.

"Jika tidak ada yang memberitahuku maka kalian berdua akan kubunuh!" Ancamnya. Cengkeraman lehernya menguat. Nafas Annete mulai terputus. Kesadarannya berkurang.

"Tuan!" Margareth bersimpuh dihadapan Xander. Ia menangis memohon ampun agar Annete dilepaskan. "Aku yang melakukannya," akunya. "Aku menemukan kunci itu lalu menyerahkannya pada Nona," Margareth terisak.

Xander melepaskan cekikannya lalu menjatuhkan Annete yang terbatuk berusaha menghirup nafas dan mengembalikan kesadarannya.

"Kau melakukannya?" Xander menarik rambut Margareth, mendongakannya dengan kasar. "For what?"

Margareth begitu ketakutan saat ini. Ia melihat Annete begitu lemas tergeletak di tanah. Sementara Bobby dan August hanya diam memandang mereka tanpa bisa berbuat apa-apa. Mereka merasa kasihan tapi kekuasaan Xander mengalahkannya.

"Tuan-"

"Untuk apa, Margareth?! Kau berkhianat padaku? Kau lupa siapa yang menyelamatkan hidup ayahmu saat ia sekarat diluar sana? Aku! Alexander, yang membiayai Ayahmu hingga sembuh dan kini kau mengkhianatiku?!"

Margareth menggeleng cepat. "Tuan, maafkan aku! Aku hanya tidak bisa melihat Nona Violetta seperti itu," ia menangkupkan kedua telapak tangannya di hadapan Xander, berharap Xander mengerti. "Nona terluka, Tuan," isaknya.

"Lalu?! Dia pantas mendapatkan itu! Dia wanita jalang yang bermain dengan si keparat itu! Dia mengandung janin si keparat itu! Itu hukuman bagi siapa saja yang berkhianat padaku!" Teriaknya.

"Ti-tidak, Tuan! Tuan salah! Nona..nona tidak mungkin melakukan hal serendah itu!" Bantah Margareth.

"Siapa kau berani membela wanita jalang itu?!" Teriaknya tepat dihadapan Margareth.

"Karena itu Nona, Tuan," tangis Margareth. "Karena itu Nona, aku yakin dia tidak melakukan apapun yang Tuan tuduhkan,"

Xander melepas jambakannya. Banyak sekali helai rambut Margareth yang tersangkut di jemarinya. Ikatan rambut Margareth hancur berantakan.

"Woof!" Tiba-tiba Xander jr berlari menghampiri Xander. Ia mengibaskan ekornya sambil menempelkan tubuhnya ke kaki Xander. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu pada Xander.

Xander menyentakkan kakinya agar anjing kesayangan Violetta menjauh. Namun ia kemudian teringat akan kalung anjingnya. Ia masih memasang recorder disana. Ia sengaja tidak mematikannya agar bisa mendengarkan apapun yang dikatakan oleh Violetta sejak terbongkarnya perasaan Sam.

Xander pun melepas kalung itu. Ia mengambil sebuah recorder berukuran kecil disana. Ia kemudian memainkan ulang rekamannnya.

Hmm, goodboy. You're such a cute dog, Xander jr. Hahaha lucu sekali aku menamaimu sama seperti nama pria gila itu.

Tadinya kupikir begitu. Tapi setelah aku mengenalnya, dia tidak begitu gila. Dia hanya...dia hanya seorang Xander yang dibentuk dari kisah hidup di masa lalunya. Dia punya sisi lain yang aku suka. Seperti bagaimana cara dia memanjakanku, bagaimana cara dia melindungiku, bagaimana cara dia menyentuhku..huh.

Aku menyukai tentang Xander. Kadang aku bertanya-tanya, mengapa aku jatuh cinta dengan pria gila itu? Dia kasar, temperamental, toxic!

Woff!!!

Hahaha kau mengakui itu juga ya Xander jr. Hahaha

Kupikir cinta itu buta. Tapi, aku tidak buta. Aku melihat kedua sisi yang melekat pada dirinya. Aku...tidak menyangka aku sanggup bertahan disisinya hingga saat ini.

Dulu, sebelum kau datang, Xander membuatku gila! Dia membuatku ingin membunuh diriku sendiri! Ya kau benar! Memang sudah gila pria itu.

Tapi saat ia datang membawamu kerumah, itulah celah sempit yang berhasil kuintip. Ada kebaikan di hatinya. Hubungan kami tidak berjalan seperti pasangan pada umumnya. Ah, Xander kan memang gila! Apa yang kau harapkan? Hahaha

Terlepas dari semua sikap Xander yang aku bahkan kadang tidak mengerti apa maunya, aku justru benar-benar jatuh cinta padanya.

Xander terdiam saat mendengar rekaman ulang recordernya.

Xander jr. Aku pikir setelah menikah, tidak ada lagi drama dihidupku! Aku bisa hidup tenang, damai, dan bahagia dengannya untuk menyambut bayi kami yang akan lahir beberapa bulan lagi.

Tapi sayangnya, harapan tinggal harapan. Aku patah hati, Xander, mendengarmu menuduhku mengandung anak Sam.

Terdengar helaan nafas. Suara diam terjeda untuk beberapa waktu.

Andai kau bisa bicara, mungkin kau bisa membantuku mengatakan pada Xander bahwa aku mencintainya dengan sepenuh hatiku. Aku menjaga diri dan hatiku untuknya. Tidak ada pria lain even itu Sam yang berani dan bisa menyentuhku. Aku tidak serendah itu bercinta dengan Sam saat aku mencintai Xander sepenuh hatiku.

Menurutmu, apa aku bisa bertahan dirumah ini?

Wofff!

Ya ya, kau juga tidak yakin ya ? Aku sanggup menerima siksaan yang Xander berikan. Aku sanggup menghadapi Xander yang mudah berubah suasana hatinya. Aku sanggup menerima pukulan yang Xander tujukan padaku tapi tidak untuk bayi di kandunganku.

Terdengar suara Xander jr mengerang pada Violetta seolah ia ikut merasakan pedih hatinya.

Aku harus pergi. Aku tidak bisa disini, setidaknya hingga bayiku lahir. Saat ini aku tidak bisa membuktikan kalau ini bayi Xander. Tapi aku harus berusaha menjaganya tetap hidup, melahirkannya lalu membuktikan pada pria gila itu kalau ini adalah hasil perbuatannya! Ya! Aku pergi untuk melindungi bayiku!

Xander terduduk lemas di tanah dengan recorder yang terus memutar rekamannya. Untuk beberapa menit tidak ada suara selain Xander jr yang menggonggong kecil yang sepertinya tengah berlari mengejar sesuatu.

Good boy. Tolong jaga Xander untukku, ya? Sampaikan padanya bahwa aku mencintainya

Setelah itu, tidak ada lagi suara Violetta. Violetta telah pergi untuk melindungi bayinya.

ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang