CHAPTER 10. BEBAS

22.7K 1.1K 17
                                    

Rebecca mondar mandir di ruangannya. Ia gemetaran, begitu takut jika Xander mengirimnya kembali ke rumah. Ia tidak ingin kembali bersama suami berengsek yang tega memukulinya jika ia sedikit sekali berbuat salah. Mendadak ia menyesali sikapnya dahulu, pergi meninggalkan Xander yang jauh lebih tulus, hanya karena ia tidak sudi menjadi istri dari "anak haram" keluarga Ferdinand. Ia terpaksa menikahi Xander karena ancaman ayahnya sendiri. Kini, ia harus memutar otak untuk mencari cara agar Xander mau menerimanya kembali.

Sementara itu, Xander sedang duduk di sofa panjangnya, bersandar menghadap langit malam dari balik kaca jendelanya. Di tangannya, segelas wine nampak sudah terminum sedikit. Gelas wine itu, tanda pikiran Xander sedang terusik. Ya, kehadiran Rebecca mengusiknya.

Tiba tiba, pintu terbuka. Xander menoleh. Rebecca berdiri dengan lingerie tipisnya, memamerkan lekuk tubuhnya, memperjelas kulit tubuhnya, bahkan payudara tanpa bra itu menonjolkan bulatan putingnya.  Xander hanya diam. Ia tahu, saat mereka menikah dulu, lingerie adalah pakaian kesukaan Rebecca saat tidur. Walaupun usia pernikahan mereka tidak lama, tapi cukup bagi Xander untuk tahu semua kesukaan Rebecca.

"Mau apa?"tanya Xander singkat.

Rebecca menutup pintu kamar. Ia berdiri diam, menatap Xander, berusaha menggodanya.

"Kau berpakaian seperti itu, tidak malukah jika salah satu bodyguardku melihat?" Tanya Xander dengan satu alisnya berkerut.

Rebecca menggeleng. "Hanya kita yang masih membuka mata malam ini," ucapnya. Ia lalu melangkah mendekati Xander. Tanpa dipersilahkan, ia duduk di pangkuan Xander.

"Apa kau tidak merindukanku?" Tanya Rebecca.

Xander tidak menjawab. Ia hanya menatap mata Rebecca.

"Sentuh aku, Xander," ucap Rebecca. Ia meraih tangan Xander, memasukkannya ke balik lingerinya dan diletakkannya di payudaranya. "Ini bagian tubuhku yang kau suka, kan Xander?" Rebecca tersenyum. "Kau suka memainkannya, bukan? kau begitu menikmatinya," tangan Rebecca meremas tangan Xander sehingga otomatis payudaranya ikut teremas. Rebecca mengerang begitu sensual. Putingnya menegang. "Lihat, dia menegang," Rebecca tertawa.

Rebecca tahu seperti apa Xander itu. Dia adalah pria dengan nafsu yang tinggi. Tentu saja menggoda Xander adalah hal yang mudah.

Xander tertawa. "Tapi kau membencinya tiap aku menyentuhmu," celetuknya.

"Ah, itu kan dulu, Xander.." bantah Rebecca.

Rebecca memutar putar payudaranya menggunakan tangan Xander. Sesekali ia mendesah. Tubuhnya terasa basah dan tegang.

"Xander, cium aku," pinta Rebecca.

Xander merebahkan tubuh Rebecca di atas sofa. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Rebecca yang merasa yakin rencananya akan berhasil. Tetapi, Xander justru tertawa mengagetkan Rebecca. "Jika ini rencanamu, maka itu gagal Rebecca." Xander menarik tangannya keluar. "Jika itu rencanamu untuk menarikku kembali, maka itu gagal. Aku sudah tidak tertarik dengan tubuhmu sejak aku tahu kau menggugurkan anak yang ada di dalam perutmu, anak kandungku. Sekarang, kau pergi dari sini. Beristirahatlah dan pergi dari sini besok." Xander berdiri lalu membukakan pintu.

Rebecca diam membeku di sofa. Ia tidak percaya, Xander menolak dirinya. Xander, yang ia yakinin tipikal pria bernafsu tinggi yang pasti mudah ia ajak bercinta, memilih bertahan dan justru mengusirnya keluar.

"Ah, berhati hatilah saat kembali ke kamar. Kau bersuami, jangan menggoda para bodyguardku," sindirnya.

Wajah Rebecca memerah menahan malu. Dengan perasaan campur aduk dia keluar dari kamar Xander.

**

Semalaman, Rebecca sama sekali tidak bisa tidur. Ia terus teringat pengusiran dan penolakan dari Xander. Tapi ia tidak kehabisan akal. Ia tahu alasan Xander menolaknya adalah karena keberadaan Violetta. Jika Violetta pergi, maka Xander akan lebih mudah untuk ia dapatkan kembali.

ALEXANDERWhere stories live. Discover now