CHAPTER 19. BUKU KENANGAN

18.7K 1.2K 26
                                    

Violetta menghempaskan tubuhnya di ranjang. Ia baru saja pulang dari apartemen Ayahnya. Ia tidak menyangka dengan apa yang akhirnya ia tahu kini.

"Masa lalu Xander cukup kelam, Violetta. Ibunya itu, Claire, seorang pelacur," Ayah membuka percakapan. Violetta terbelalak.

"Apa?!" Violetta sontak menoleh ke arah Sam. Ia diam, balas menatap Violetta, tanpa membantah cerita Ayahnya

"Claire itu bukan sembarangan pelacur. Ia hanya mau melayani pria pria kaya. Pertemuannya dengan Tuan Ferdinan cukup ironis. Siang itu, Tuan Ferdinand bertengkar hebat dengan Nyonya Liliane melalui telepon. Mereka baru saja melangsungkan pertunangan. Suaranya yang begitu keras membuat semua karyawan disekitar ruangannya mendengar. Usai pertengkaran itu, dia melamun hingga tidak sadar jam pulang kantor terlewat lama. Karena dia terlihat begitu putus asa, rasanya tidak tega jika aku meninggalkan Tuan Ferdinand di kantor sendirian.  Aku tidak berani bertanya apapun padanya. Kau tahu, bukan budaya kita untuk ikut campur dalam masalah rumah tangganya. Lalu, setelah dirasa keadaannya lebih baik, Tuan Ferdinand mengajakku untuk minum, tapi aku tidak bisa. Aku punya janji kencan bersama ibumu. Lalu kami berpisah di basement. Kemudian saat mobilku keluar dari basement, aku melihat Claire, dia merayu Tuan Ferdinand dari luar mobil. Setelah itu, Claire masuk ke dalam mobil dan mereka pergi entah kemana."
George menarik nafas panjang. Ia lalu mematikan rokok yang sedari tadi dihisapnya.

"Kemudian, bertahun tahun setelah itu, Claire muncul di kantor. Seorang anak laki laki tampan terlihat murung dalam gandengannya. Hubungan terlarang mereka membuahkan hasil, yaitu Xander. Claire datang di waktu yang tidak tepat. Nyonya Liliane yang juga sedang berada di ruangan Tuan Ferdinand, mengetahui bahwa suaminya memiliki anak dari seorang pelacur. Keributan besar pun terjadi. Yang paling menyedihkan, Xander menangis tanpa tahu apa yang sedang terjadi. Tidak ada yang berusaha menenangkan Xander."

Lidah Violetta kelu. Ia hanya diam bersandar dinding, mencoba mempercayai apa yang ia dengar dari ayahnya.

"Lalu beberapa tahun lalu, perusahaan dikejutkan dengan sebuah kabar bahwa penerus perusahaan ini adalab Xander, bukan Benjamin. Tidak terima, Benjamin datang dan memporak porandakan seisi kantor. Ia menuntut ayahnya sendiri. Entah apa alasannya, Tuan Ferdinand bertahan pada keputusannya. Xander menang dan jadilah Xander memimpin perusahaan. Pro dan kontra menjadi hal yang cukup mengganggu. Kubu Benjamin dan Xander terbentuk. Tapi Xander, bukan sembarang pria. Dia..menakutkan, Violetta. Dia "gila". Dia menyingkirkan semua orang yang menentangnya dalam waktu seminggu," cerita George dengan nada meninggi. "Entah apa saja yang menempa dirinya hingga dia menjadi semenakutkan ini. Dia seperti mafia, Violetta. Tidak hanya Sam, August ataupun Bobby, tapi dia punya banyak kekuatan dibelakangnya,"

"Apa kau tahu ini, Sam?" Kini Violetta bertanya pada Sam.

Sam mengangkat bahunya lalu menggeleng. "Xander memperlakukanku berbeda dengan August dan Bobby. Aku lebih diperlakukan seperti..teman, tidak diikut campurkan dalam menyingkirkan seseorang. Jadi aku tidak pernah tahu kekuatan apa yang membantunya." Jawab Sam.

Violetta kembali menatap ayahnya. George hanya mengangguk tanda hanya itu saja yang bisa ia ceritakan pada Violetta.

"Guk! Guk!" Xander jr tiba tiba menyalak dari depan pintu kamar yang terkuak sedikit. Ekornya berkibas, lidahnya menjulur. Ia melompat lompat, bermaksud mengajak Violetta bermain.

Violetta duduk di ranjangnya. Ia tersenyum ke arah Xander jr. Xander jr pun berlari isyarat agar Violetta mengejarnya.

"Xander, jangan merusak perabotan ya! Xander bisa marah padamu," ucap Violetta.

Xander jr berhenti, mengibaskan ekornya lalu menggonggong mengerti. Xander jr benar benar terlatih. Xander kembali berlari. Kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Violetta sampai kesulitan mengejarnya. "Xander, kau dimana?" Panggilnya. Xander jr menghilang. Banyaknya ruangan di mansion ini membuat Violetta pusing jika Xander jr sampai bersembunyi di salah satunya.

Bicara soal ruangan, ada banyak ruangan kosong yang tidak pernah ia masuki. Soal perabotan, semua lengkap, ada beberapa kamar tamu, ruang kerja, kamar pelayan dan bodyguardnya, serta sebuah gudang cukup besar.

"Xander?" Violetta memanggil anjingnya itu. Dia benar benar bersembunyi. "C'mon good boy. Where are you?" Ujar Violetta.

"Guk!" Xander jr pun mengeluarkan suaranya. Violetta mengikuti sumber suara hingga ia berdiri di sebuah ruangan. Gelap. Pintunya terbuka sedikit. Jelas Xander jr masuk ke dalam situ. Dengan langkah hati-hati ia membuka pintu. Xander jr pun muncul. Ia berlari menghampiri Violetta lalu berputar putar senang di kaki Violetta.

Namun, Violetta terlanjur penasaran. Ia tidak menghiraukan Xander jr yang masih bersemangat mengajaknya bermain. Violetta masuk ke ruangan itu dan menyalakan lampu.

Violetta tertegun. Sebuah gudang yang cukup luas dengan banyak barang yang disimpan. Violetta berjalan mendekati lemari penyimpan diikuti oleh langkah pendek Xander jr. Rupanya ia juga penasaran dan mendengus beberapa kardus.

Ada banyak barang mulai dari tumpukan buku, sepatu lusuh, pakaian yang sudah memudar warnanya, bahkan ada sebuah sepeda yang tertutup debu dan sarang laba laba. Diantara itu, matanya tertarik oleh sebuah sepatu berwarna hijau yang sobek di beberapa bagiannya. Itu bukan sepatu untuk pria dewasa seperti Xander, tapi sepatu untuk anak anak. Lalu disebelahnya, ada sepatu bayi yang masih tersegel rapi di dalam kotaknya. Violetta termenung. Sepatu bayi itu pasti Xander siapkan untuk anaknya dulu. Sayang, ia tidak bisa memakaikannya. Dia tidak pernah lahir.

Violetta berdiri. Kini ia menatap sebuah bingkai berukuran cukup besar yang tertutup sebuah kain. Dengan perlahan, ia menarik turun kain itu. Sebuah foto pernikahan Xander dan Rebecca. Violetta menatap raut wajah Xander dalam foto. Xander tampak begitu bahagia, sementara Rebecca, tidak terlalu peduli dengan ekspresinya. Terasa, ala kadarnya. Xander sangat tampan dalam tuxedo putihnya dan Rebecca bagaikan seorang ratu kecantikan dibalut gaun mewah berpayet berlian.

Matanya kembali tertarik pada sebuah buku yang tergeletak penuh debu di bawah pigura tersebut. Tidak ada tulisan apapun di sampulnya, namun di lembar pertama tertulis "Rebecca, Istri Tercintaku,". Violetta terenyuh. Xander begitu mencintai Rebecca. Siapa sangka dibalik sikap buruknya, ia pernah benar benar mencintai seorang wanita.

Violetta membuka lembar selanjutnya. Ada sebuah foto yang ia tempel disitu. Foto preweddingnya bersama Rebecca. Sebuah kutipan tertulis "Segera, dia menjadi ratuku". Halaman selanjutnya, sebuah foto saat mereka berdua mengikat janji di altar dengan kutipan "Dia telah menjadi Ratuku". Kemudian Violetta terus membuka halaman halaman selanjutnya. Isinya hanyalah foto mereka berdua saat sedang berbulan madu yang mana Rebecca sama sekali tidak pernah tersenyum. Hanya Xander yang terlihat bahagia. Setiap moment penting dalam perjalanan pernikahannya Xander abadikan di dalam buku ini, entah apa tujuannya. Hingga pertengahan buku, lembaran berubah kosong, begitupun lembar selanjutnya, selanjutnya, hingga diakhir halaman, Xander begitu berduka hingga tertulis "Kami berakhir. Aku kehilangan putraku,". Tanpa terasa mata Violetta berkaca kaca membaca kutipan di penutup bukunya. Ia merasakan bagaimana Xander begitu berduka.

Hanya dengan membaca buku kenangan Xander ini, ia tahu, rasa cintanya pada Rebecca tidaklah sembarangan. Di matanya, Rebecca adalah ratu dan segala galanya. Ia begitu mengagumi dan menghormati Rebecca. Ia kemudian teringat saat Rebecca datang malam itu. Kecemasan terlihat begitu jelas walaupun mulutnya berkata pedas.

"Nona?" Suara Sam terdengar dari luar gudang.

Violetta tersentak. Segera ia mengusap air mata di pelupuk matanya lalu bergegas keluar.

"Ponselmu berbunyi, Nona. Mungkin Boss menelpon," lapornya.

Violetta menarik nafas lalu tersenyum. "Segera kuangkat," ucapnya.

ALEXANDERWhere stories live. Discover now