CHAPTER 17. ANAK ANJING

21.2K 1.2K 32
                                    

Pagi itu, Salju pertama musim dingin turun. "Hmm.."Violetta terbangun. Ia mendapati Xander tidur di sampingnya. Wajahnya terlihat begitu sedih bahkan di dalam tidurnya. Semalam, mereka bertengkar. Xander pergi dan membanting pintu. Namun kini, ia justru tertidur di sebelahnya.

"Sekali lagi, aku sendirian," gumamnya dalam tidurnya.

Violetta menatap Xander dalam. Sepertinya ia bermimpi buruk hingga meracau dalam tidur. Jam menunjukkan waktu dimana Xander biasa bangun untuk bersiap ke kantor.

"Xander," Violetta menepuk pipi Xander pelan. Bola mata biru Xander pun terlihat saat kelopak matanya terbuka. "Sudah saatnya kau bersiap."

Xander tetap diam dan menatap lekat, lurus ke bola mata hitam milik Violetta. Ia tidak mengatakan apapun, bangun, turun dari ranjang dan kembali ke kamarnya. Violetta hanya menghela nafas.

Violetta menapakkan kakinya. Ia lalu keluar ke halaman belakang yang berada di samping kamar Xander. Udara pagi itu begitu dingin diiringi butiran salju yang turun. Ia membalut tubuhnya dengan selimut tebal.

"Nona, cokelat hangat," Anette menghampirinya sambil membawa secangkir cokelat hangat.

Violetta tersenyum. "Terima kasih," ucapnya. Ia menyeruput cokelat itu. "Ini enak, Anette. Buatkan satu lagi untuk Xander," pinta Violetta. Anette mengangguk dan segera membuatkannya.

Tak lama kemudian Xander siap. Ia sudah mengenakan kemeja dan jas kerjanya.

"Kau mau kemana?" Tanya Violetta kaget. Xander keluar dengan sebuah koper kecil. "Kau pergi?"

Xander mengangguk. "Hanya beberapa hari di Swiss. Ada kontrak kerja baru yang perlu kuurus," jawabnya. Xander lalu duduk di kursinya. Ia membuat roti cokelat, sarapan kesukaannya.

"Xander," panggil Violetta pelan. "Soal semalam-"

"Sekembalinya aku dari Swiss, aku ingin kau ada di sini." Potong Xander.

Violetta menelan ludah. "Apa..apa aku bisa membuat perjanjian denganmu?" Tanya Violetta takut. Ia memainkan ujung kukunya gugup.

Kedua alis tebal Xander terpaut. "Apa yang kau rencanakan?" Matanya menajam.

Violetta menarik nafas dalam. "Jika aku tetap disini, apa kau mengizinkanku bertemu dengan Ayah? Su..sudah lama aku tidak melihatnya," tanyanya ragu.

"Kau menyakitiku, Xander. Aku menderita. Ini obsesi, Xander. Bukan cinta." Kalimat yang Violetta ucapkan semalam kembali terngiang.

"Kau tidak bisa membuat sembarang perjanjian denganku, Violetta." Jawab Xander. Violetta lalu duduk di samping Xander.

"Aku tahu.." jawabnya lirih. "Jadi, apa kau memgizinkanku bertemu ayahku jika aku tetap tinggal disini?"

Xander menghela nafas. "Baiklah. Tapi jangan coba coba melanggar perjanjian yang kau buat sendiri atau kau akan rasakan akibatnya." Ancam Xander.

Violetta mengangguk cepat. "Aku akan ada disini saat kau kembali dari Swiss, aku berjanji, Xander. Oh satu lagi, Xander-"

Xander berdecak. "Banyak sekali tuntutanmu! Kau melunjak?!" Marahnya.

Violetta buru buru memberi penjelasan. "Tunggu dulu, Xander. Dengarkan aku dulu. Aku hanya...ada banyak yang ingin kubicarakan denganmu,"

Xander menghela nafas. "Apa?"

Violetta menyentuh tangan Xander. "Semua yang ingin kutahu tentangmu, dan kenapa kau memilih aku, Xander. Aku perlu tahu itu,"

Xander meletakkan garpu dan pisau makannya. "Untuk apa kau tahu itu?"

"Aku sudah bilang sebelumnya, mencintai seseorang, bukan sekedar sex, Xander. Tapi lebih dari itu." Jelas Violetta.

ALEXANDERWhere stories live. Discover now