CHAPTER 11. DUNIA

21.6K 1.2K 26
                                    

Rebecca masuk ke dalam rumah sambil bersenandung. Rencananya berhasil. Jam menunjukkan pukul 10 malam dan Violetta tidak ada. Saat ia masuk, yang ia temui hanya Xander sedang duduk menonton televisi sendirian. Di meja hadapannya, segelas wine, lagi, tanda pikirannya masih kacau.

"Pola hidup sehatku berantakan," gumam Xander pelan. Ia sadar kebiasaan buruknya, meminum wine saat pikirannya kalut.

"Xander, belum tidur?" Rebecca menghampiri Xander. Ia duduk di sebelahnya. "Kau minum wine sendirian? Tuangkan segelas untukku,"

Xander melirik Rebecca. "Kau masih disini?"

Rebecca terdiam sejenak. "Te..tentu saja! Aku akan pergi besok pagi, tenang saja!" Jawab Rebecca sambil tertawa. "Ayo tuangkan!"

Xander tidak menggubris. Ia malas mempedulikan wanita yang ada di sampingnya itu, yang memilih meminum wine dari gelas yang sama dengannya. "Wuah! Wine  ini enak sekali! Rasanya aku pernah mencicipinya. Tapi dimana yaa.." Pujinya.

Xander menghela nafas panjang. Bahkan pernikahan mereka dahulu tidak membuat Rebecca ingat bahwa itu wine kesukaan Xander.

"Violetta sudah tidur?" Tanya Rebecca.

Xander mematikan televisinya. "Aku mau tidur," gumam Xander sambil bangkit meninggalkan Rebecca.

"Apa? Jam segini? Ayolah Xander! Jangan tidur dulu, ajak Violetta juga..kita berpesta," ajak Rebecca. Xander tidak menjawab. Ia terus melangkah ke kamarnya dan menutup pintu.

Ia merebahkan tubuhnya. Hilangnya Violetta membuat kekacauan di pikirannya. Ketiga bodyguardnya berpencar mencari Violetta dan tidak ada yang berhasil menemukannya. Bahkan jejak Violetta pun tidak ada. Entah di belahan bumi mana Violetta bersembunyi. Ia tidak menyukai ini. Ia tidak senang dengan sikap Violetta.

Sesaat ia memejamkan matanya, mencoba untuk tidur. Hingga ia terbangun karena sebuah sentuhan.

"Rebecca?" Lagi lagi Rebecca. Ia hanya mengenakan jubah tidurnya, berbaring di samping Xander.

"Honey, please, let me here with you, i love you and i want you back," ucapnya. Ia mengelus pipi Xander. "Make me yours, Xander. Only yours,"

Xander menghela nafas berat. "Pergi, Rebecca." Usirnya.

Rebecca menggeleng. "Aku menyesal, Xander. Aku menyesal. Biarkan aku kembali bersamamu. Aku berjanji, aku akan melahirkan anakmu. Aku tidak akan menggugurkannya lagi. Akan kutebus kesalahanku," ia menatap Xander penuh penyesalan. "Aku siap, Xander," ucapnya lagi.

Xander bangun dari tidurnya. Kini ia berada di atas Rebecca. "Ini yang kau mau, 'kan?" Tanya Xander.

Rebecca mengangguk. "Ya, Xander. Aku ingin kembali bersamamu,"

Xander tersenyum miring. Ia membuka tali pengikat jubah tidur Rebecca. Sepasang bra dan celana dalam berwarna peach penuh renda menempel di baliknya. Xander mengerti, Rebecca sudah menyiapkan dirinya. Tidak mungkin Rebecca tidak berniat menggodanya jika ia sudah mengenakan bra dan celana dalam yang begitu erotis, tipis dan menerawang seperti itu.

"Ahh," Rebecca mendesah saat Xander mencium lehernya.

Xander meremas payudara Rebecca dengan kuat, ia juga mencubit, memainkan puting Rebecca yang masih bersembunyi dibalik branya.

"Ohh, Xanderrr," racau Rebecca. Tangannya berusaha melepas celana piyama Xander.

"Hentikan tanganmu, Rebecca." Tahan Xander. "Kau tidak perlu melakukan apapun. Biar aku yang bermain," ucapnya.

Rebecca tersenyum. Ia mendapatkan Xander kembali. Rencananya berhasil. Xander tetaplah Xander. Ia tetap seorang pria yang haus akan tubuh wanita. Tanpa Violetta, Xander akan memilih dirinya, Rebecca.

Tangan Xander menelusup ke punggung Rebecca. Dilepasnya pengait bra Rebecca. Dua gunung kembar menyembul saat bra dilepas. Xander membuang bra itu jauh hingga ke depan pintu kamar.

Ia menyecap puting Rebecca, menggigitnya kecil dan menjilatinya. Tubuh Rebecca menegang. Ia sangat menyukai apa yang Xander lakukan. Bahkan, celana dalamnya sudah cukup basah akibat dari rangsangan yang Xander berikan. Xander mengeluarkan puting Rebecca dari mulutnya. Tangannya kemudian menurunkan celana dalam Rebecca dan melepasnya. Tubuh polos Rebecca lalu terpampang jelas.

Jemari Xander mulai bermain dibawah situ membuat Rebecca berteriak. Xander pernah melakukannya dan ia tahu dimana area sensitif yang bisa membuat Rebecca menegang.

"Kau yang terbaik, Xander," suara Rebecca bergetar. Kakinya seolah kram saat Xander mendapatkan titik kenikmatannya.

"Oh, Xander, Ah!" Desahnya. "Aku tidak tahan! Xander!" Teriak Rebecca.

"Kenapa kau tidak seberisik ini saat kita menikah dulu? Bahkan aku harus berlutut memohon padamu agar aku bisa bercinta denganmu. Aku seperti bercinta dengan boneka seks yang sibuk dengan ponselnya," ucap Xander.

"Ah, itu...itu..aah! Itu dulu, Xander, oh ya ampun, Xander!" Rebecca mengalami orgasme pertamanya saat Xander masih melalukan foreplaynya.

"Xander, berikan padaku! Lupakan Violetta, berikan padaku!" Teriak Rebecca. Ia begitu menginginkan kejantanan milik Xander. Ia sudah tidak tahan jika hanya dengan foreplay saja.

"Tidak, Rebecca," Xander memijat kewanitaan Rebecca, memutarnya hingga menggetarkannya dengan tangannya. Xander begitu lihai melakukannya.

"Xander aku-"

"Aku jijik, Rebecca." Sontak Rebecca tercengang. Rasa nikmat yang ia rasakan mendadak hilang. "Aku tidak akan sudi memasukkan juniorku ke dalam guamu," Xander menghentikan aksinya lalu ia berdiri. "Suara dan tingkah erotismu tidak akan mampu membuatku terangsang, Rebecca. Jangan kira dengan membuat Violetta pergi dari sini, kau bisa dengan mudah kembali ke sini. Aku hanya menginginkan Violetta, bukan kau."

"A..apa?" Rebecca membeku dalam posisinya. Ia begitu percaya diri hingga telah membuka kedua kakinya untuk Xander.

"Waktu yang kuhabiskan untuk menjadi suamimu cukup untuk aku mengetahui semua tentang dirimu. Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu tentang Violetta. Aku mengikuti kemauanmu bukan karena aku mau, tapi karena aku mencari tahu apa yang kau sembunyikan. Aku harus menahan rasa jijik tiap aku menyentuh dan memainkan tubuhmu. Hingga kau akhirnya menyuruhku melupakan Violetta, aku tahu kau dalang dari perginya Violetta dari sini."

Xander memungut bra milik Rebecca dan melemparnya hingga mendarat tepat mengenai wajah Rebecca yang merah padam.

"Aku sudah menghubungi keluargamu. Kau sedang hamil, kan? Aku tidak peduli dengan suamimu yang kasar itu. Tapi aku peduli denganmu. Jadi, besok pagi buta, pergi dari sini. August akan mengantarmu  ke bandara. Aku juga sudah membelikanmu tiket pesawat. Kembalilah ke Perancis, susul orangtuamu. Mereka akan merawatmu dan anakmu dengan baik." Xander membuka pintu kamarnya. "Tidak ada yang bisa kau lakukan untuk memperbaiki apa yang sudah kau rusak, Rebecca. Memang, saat menikahimu, aku begitu mencintaimu hingga aku rela melakukan apapun untukmu. Aku berlutut, memohon padamu agar aku bisa bercinta dengan istriku sendiri. Aku begitu memimpikan memiliki putra atau putri dari rahimmu. Tapi, saat kau menggugurkan kandunganmu, dan pergi meninggalkanku untuk pria lain, saat itu juga duniaku hancur, Rebecca. Lalu kau datang ke sini, dengan luka lebam seperti itu, membuatku kembali terusik. Aku mengkhawatirkan dirimu. Sayang, kau merusak semuanya dengan mengirim Violetta pergi dari sini,"

"Kenapa?! Kenapa Violetta! Apa kelebihan Violetta, hah?!"

Xander menggeleng. "Dia duniaku sekarang," jawab Xander. "Kau boleh tidur di kamarku jika kau ingin. Aku akan tidur di kamar lain. Berjanjilah ini terakhir kali kita bertemu, Rebecca," Xander lalu menutup pintunya.

Rebecca terdiam di atas ranjang. Wajahnya merah menahan marah, malu, dan sesal saat mendengar ucapan Xander barusan. Ia tidak menyangka, ia begitu menyakiti Xander dan menciptakan monster seperti Xander yang begitu takut dunianya kembali hancur hingga Xander harus menawan sebuah dunia di dalam rumahnya, yaitu Violetta.

Suara tangisan kencang Rebecca terdengar ke seluruh penjuru bangunan. Para bodyguard dan pelayan, semua hanya diam mendengar tangis Rebecca. Mereka memilih untuk tidak ikut campur dan berpura pura tidak mendengar apapun.

CHAPTER 13 DAN SETERUSNYA AKU PRIVAT, JADI MARI BERTEMAN DULU UNTUK BISA MEMBACA CHAPTER SELANJUTNYA

ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang