Chapter 40. Penolong

8.8K 732 71
                                    

Gloria menuangkan secangkir teh hangat dari tekonya untuk Violetta. 

"Terima kasih," ucap Violetta. Perlahan ia mengambil cangkirnya lalu menyesap pelan teh yang masih mengepul uap panasnya itu. 

Violetta dan Gloria tidak menyangka mereka berhasil kabur dari Xander. Saat itu, mereka bergegas untuk kabur. Violetta yang tengah hamil muda cukup kelelahan harus berjalan terus agar Xander tidak bisa menyusulnya. Gloria selalu setia disampingnya memastikan Violetta selalu dalam keadaan baik. Berjam-jam mereka berjalan tanpa henti hingga Violetta menyerah. Ia duduk di sebuah halte untuk mengistirahatkan kakinya dengan tetap waspada jika Xander mungkin sedang mengejarnya. Mereka yakin sudah cukup jauh dari mansion Xander. 

Saat sedang beristirahat di halte, seorang nenek muda datang menghampiri. Rumahnya tidak jauh dari sana. Ia melihat melalui jendelanya seorang wanita muda kelelahan bersama dengan pelayan yang kebingungan. Ia memutuskan untuk keluar menemui mereka. Melihat kondisi Violetta yang kelelahan dan mengetahui ia tengah mengandung, Nenek itu menawari mereka untuk masuk ke rumahnya. Dia nenek yang sangat baik. 

"Kau juga, Nenek," Gloria menuangkan secangkir teh pula untuk Sang Nenek. 

Sang Nenek yang baru saja menutup vitrase rumahnya mengangguk senang. Ia lalu duduk bersama mereka berdua. 

"Apa yang terjadi sebenarnya? Kalian belum selesai bercerita. Kalian hanya mengatakan kabur dari seseorang. Siapa? Apa yang dia lakukan?" Nenek itu khawatir. "Jika dia kesini, aku akan menyembunyikan kalian!" 

"Terima kasih, Nek," Violetta menggenggam tangan Nenek. 

"Kau dipukuli, Nak? Tanganmu lebam, pipimu juga," Nenek itu menatap Violetta khawatir. "Aku obati kau dulu," Nenek itu hendak beranjak saat Violetta menarik lembut tangannya. 

"Sudahlah, tidak apa-apa, Nek. Kau jangan merepotkan dirimu," ujar Violetta. 

Nenek itu menghela nafas sedih. Di matanya, Violetta masih sangat muda. Perutnya terlihat sedikit buncit. Yang menjadi perhatian adalah beberapa bagian tangan dan pipi Violetta lebam merah. Ia menyakini seseorang baru saja memukuli gadis muda ini. 

"Mungkin kami tidak bisa berlama-lama disini. Akan beresiko untukmu jika dia datang kesini," kata Violetta. 

"Siapa yang memukulimu?! Kita harus melaporkannya pada kepolisian!" ujar Nenek keras. 

Violetta tersenyum kecil. Kepolisian, yah? Tentu saja itu bukan jalan keluar. Kekuasaan Xander yang begitu besar bisa membungkam siapapun. Jika tidak, sudah seharusnya pria gila itu dipenjara sejak lama. Disisi lain, ia tidak mungkin memenjarakan suaminya itu. Ia memiliki harapan di hatinya bahwa Xander akan berubah suatu hari nanti. Harapan itulah yang membuat Violetta tetap mencintai Xander sekasar apapun dirinya. 

"Girl, jika melihat ketakutan dari kedua mata kalian, kurasa dia bukan lawan yang mudah, right?" tebak Nenek. Violetta tersenyum. 

Sang Nenek mengangguk. "Kau berlari sejauh ini untuk menghindarinya. Kurasa kalian sudah menderita dibuatnya. Tinggalah disini. Berbahaya jika kalian diluar sana," tawarnya. 

Violetta dan Gloria berpandangan. "Tidak, itu akan merepotkanmu," tolak Violetta baik-baik. Walaupun begitu, ia tetap berterima kasih akan niat baik si Nenek.

"Lalu kalian mau kemana?" pertanyaan Nenek membuat mereka berdua mati kutu. Tidak ada pilihan tujuan untuk mereka. Jika pergi ke rumah orang-orang yang mereka kenal, Xander sudah pasti akan menemukan mereka. Violetta dan Gloria menggeleng lesu. 

"Sudahlah. Kalian disini saja. Aku tinggal sendiri di sini. Di atas, ada dua kamar milik putri-putriku. Kalian bisa menggunakan dua kamar itu," ucap Nenek. 

"Nenek, kau baik sekali. Terima kasih," kata Violetta. 

Nenek tersenyum. "Semoga semua cepat membaik, anakku," doa Nenek diaminkan oleh mereka berdua. 

"Biar kusiapkan makan malam," kata Gloria sambil mengenakan apronnya. 

"Ada banyak bahan makanan di kulkas. Masaklah apapun yang kau suka, Nak," Nenek mempersilahkan. Gloria tersenyum lebar lalu masuk ke dapur. 

Violetta memandang ke luar rumah. Hari mulai sore. Banyak anak-anak kecil bermain di depan halaman rumah. Ada yang bermain skateboard, hide and seek, maupun sekedar mengobrol penuh canda. Ia memuji langkah kakinya karena telah membawanya ke sebuah lingkungan yang hangat. Ia juga bersyukur karena takdir mempertemukannya pada Nenek, Sang Penyelamatnya. 

"Anakku, kau yakin tidak ingin kuobatin lukamu?" tanya Nenek. Ia merasa iba pada kondisi Violetta. "Kau berjalan hampir seharian sembunyi-sembunyi menghindari pria itu!" 

Violetta mengangguk mantap. Ia yakin janin di perutnya sekuat Ayahnya, ya, benar. Sekuat Ayahnya. "Aku..kabur dari suamiku, Nek," ucap Violetta pelan. 

Nenek terkejut tidak percaya. "Your husband?!"

Violetta mengangguk. "Ada..sebuah kesalahpahaman diantara kami. Aku sudah berusaha untuk meluruskannya. Tapi, kurasa dia butuh waktu untuk memahaminya. Aku tidak mengerti, Nek.." Violetta menatap Nenek. "Aku tidak mengerti kenapa aku begitu mencintainya. Dia kasar! Dia tidak segan menyakitiku. Dia juga sering tidak memikirkan perasaanku. Tapi dia...mendapatkan hatiku, Nek. Kenapa? Kenapa dia?" Violetta menunduk sedih. "Kadang aku berpikir, apa ini hanya permainannya untuk merebut hatiku? Tapi saat dia melakukan hal-hal yang menakjubkan untukku, keraguanku padanya seketika lenyap! Lalu, kembali muncul saat ia menyakitiku," 

Nenek menepuk lembut lengan Violetta. "Kadang, ada cinta yang tidak bisa dimengerti. Tapi kau harus menyayangi dirimu sendiri! Jangan biarkan seseorang melukaimu karena kau mencintainya!" kata Nenek keras. 

"Benar, Nek. Ada yang tidak bisa kumengerti. Rasanya, ada secuil bagian dari hubunganku yang hilang,"

"Kurasa, jika aku boleh berpendapat," kata Nenek. "Perasaan kalian tidak sekuat yang kalian kira. Kau tidak sepenuhnya yakin padanya karena sisi lain dirimu merasa ada sesuatu yang disembunyikan. Disisi lain, priamu itu, ada sesuatu di dirinya yang membuatnya bersikap up and down padamu. Satu kali dia memperlakukanmu seperti Ratu, satu kali lain ia memperlakukanmu semau dirinya. Kau sedang hamil, 'kan? Bagaimana pendapatnya tentang kehamilanmu?"

"Dia sangat senang, Nek! Dia membelikan banyak sekali perlengkapan bayi, mulai dari box bayi, mainan bayi, baju bayi, sepatu bayi, dan masih banyak lainnya. Dia juga memperlakukanku dengan sangat baik. Dia akan memastikan apapun keinginanku terpenuhi. Ia juga membelikan sesuatu yang aku tidak memintanya. Disitu, aku merasa ia begitu menyayangiku. Tapi..ketika kesalahpahaman datang, aku seperti kehilangan dirinya," mata Violetta berkaca-kaca. 

Nenek menarik nafas panjang. "Sepertinya memang ada yang belum selesai diantara kalian berdua," 

Violetta mengelap air matanya. "Kurasa begitu. Ada yang belum terungkap tentang perasaannya padaku," balas Violetta. 

Nenek mengelus lembut bahu Violetta. "Sudah, beristirahatlah. Jangan kau pikirkan lagi. Jika kau tertekan, maka bayimu juga akan terpengaruh. Berlindunglah disini untuk sementara waktu hingga semuanya baik-baik saja," kata Nenek menenangkan Violetta. 

Violetta mengangguk. Ia kembali memandang keluar jendela. Hari ini ia berhasil menjauh dari Xander dengan meninggalkan semua barangnya. Ia hanya pergi mengenakan pakaian yang melekat di tubuhnya. Violetta kemudian merogoh sakunya. Ia mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk anjing husky yang mirip sekali dengan Xander jr. Gantungan kunci itu diberikan oleh Xander beberapa waktu lalu. Walaupun kecil, Violetta sangat menyukainya. Ia merasakan rasa peduli dan perhatian yang diberikan oleh Xander. Dalam jauhnya, ia merasakan rindu pada pria yang menemani hari-harinya itu. 

ALEXANDERWhere stories live. Discover now