CHAPTER 27. BERSULANG

22K 1.2K 66
                                    

"Sam," panggil Violetta suatu siang. Ia begitu bosan duduk di kamarnya atau sekedar bermain dengan puppy kesayangannya.

"Ya, Nona?" Seperti biasa, Sam menghentikan game onlinenya lalu berdiri. Violetta geleng geleng. Sangat jarang ada seseorang yang tanpa ragu menghentikan permainan onlinenya di tengah jalan. Diturunkannya Xander jr agar bebas bermain di lantai.

"Antar aku ke rumah sakit. Aku ingin bertemu Natasha," pinta Violetta.

Sam tertegun. Pikirannya mencoba mencerna apa yang baru ia dengar. Ia tidak pernah menemui Natasha karena ia sibuk menjaga mantan mantan Xander. Mereka tidak peduli dengan Natasha walaupun mereka tahu keadaan Natasha. Tapi Violetta berbeda. Dia memikirkan Natasha.

"Kenapa melamun?" Celetuk Violetta lagi. "Ayo!"

Sam tersadar. Ia tersenyum dan segera bersiap. Mereka pun melesat ke rumah sakit. Hari ini salju mereda. Jalanan yang tadinya tertutup salju kini mulai terlihat. Hanya putih nuansa luar mobil. Suara musik jazz kesukaan Violetta mengalun dari music player. Ia menari sesekali membuat Sam tertawa.

"Bagaimana hubunganmu dengan Bos, Nona?" Tanya Sam iseng.

Tarian Violetta terhenti. Ia tersenyum. "Dia semakin hangat padaku. Walaupun sesekali ia memarahiku tanpa alasan yang jelas, kurasa aku mulai bisa mengerti dirinya," jawabnya.

Sam hening sesaat. Lalu ia balas tersenyum. "Syukurlah. Jika dia menyakitimu, aku yang akan membelamu," celotehnya. "Tidak akan kubiarkan kau disakiti olehnya, Nona."

Violetta mengerutkan alisnya. "Apa maksudmu?" Violetta tertawa lalu memukul pelan lengan Sam.

Sam hanya terkekeh. Ia tidak main main. Jika suatu saat nyawa Violetta terancam, maka ia yang akan membawa Violetta pergi dari Xander. Ia tahu satu rahasia besar yang Xander sembunyikan dari Violetta. Tapi ia tidak bisa memberitahu Violetta. Yang bisa ia lakukan kini menjaga dan mengawasinya menjamin tidak akan ada yang terjadi pada Violetta. Jika bicara soal perasaan, ya, dia menyukai Violetta, wanita bossnya. Tapi jika bicara soal persaingan, bunuh diri namanya jika ia bersaing dengan Xander.

Akhirnya mobil masuk ke dalam halaman rumah sakit. Cukup banyak pengunjung rumah sakit hari ini. Rumah sakit ini cukup spesial dibanding rumah sakit yang lain. Disini, disediakan semacam rumah singgah bagi penderita kanker. Kebanyakan hanya singgah sembari menjalani perawatan, sebagian kecil, seperti Natasha, tinggal di rumah singgah untuk menjamin perawatannya selama 1x24 jam. Sesekali dalam sebulan banyak sukarelawan yang datang membantu merawat Natasha dan teman temannya. Tidak hanya merawat, meraka juga berjiwa sosial, memberi semangat dan dorongan pada mereka untuk sembuh.

Sam dan Violetta beriringan menyusuri jalan setapak membelah taman rumah sakit menuju bagian unit kanker, dimana rumah singgah berada. Ini pertama kalinya Violetta datang ke sini. Saat ia membuka pintu, pemandangan menyayat hati menyapanya. Banyak pasien yang menunggu giliran untuk kemoterapi atau sekedar check up. Ada yang masih terlihat sehat, mulai memucat, ada juga yang tidak memiliki rambut seperti Natasha, dan ada juga yang terlihat begitu kesakitan. Tangan Violetta tergenggam.

"Jangan tatap mereka dengan ekspresi iba, Violetta. Berikan senyum terbaikmu pada mereka. Itu memotivasi mereka dan membuat hari mereka terasa lebih baik." Bisik Sam.

Violetta menghela nafas. "Tapi, Sam..ini.."

"Aku terbiasa melihat ini. Dan aku sudah pernah berbicara dengan sebagian dari mereka. Mereka tidak ingin dikasihani. Jika kau mengasihani mereka, yang ada mereka justru ingat pada sakitnya. Namun, jika kau tersenyum, mereka akan lupa dan termotivasi. Percayalah padaku,"

Violetta menatap dalam Sam lalu mengangguk. Ini pengalaman baru baginya. Ia menarik nafas panjang lalu tersenyum. Ia melempar senyum pada siapa saja yang melihatnya. Tak disangka, mereka justru ikut tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Benar, kan? Mereka senang jika kau tidak memandang mereka dengan ekspresi iba." Sam menyenggol lengan Violetta.

Kini sampailah mereka di depan sebuah ruangan dengan kaca kecil di sebagian pintunya. Violetta mengintip. Ruangan ini begitu berwarna dengan cat berwarna kuningnya. Ada hiasan ornamen di langit langit ruangannya. Ada yang berbentuk bulan, bintang dan matahari. Lalu di dinding, ada ornamen berbentuk pohon, kupu kupu, dan hewan hewan seperti kelinci, rusa, dan katak. Ia menemukan sosok Natasha, dengan leher berbalut syal, ia tengah asyik menggambar. Sesekali ia terlihat menahan sakit.

"Tim dokter sudah melakukan yang mereka bisa. Xander bahkan memanggil dokter terbaik sekalipun hanya untuk Natasha. Tidak ada hasil yang positif. Natasha tahu, bahwa sakitnya menggerogoti umurnya. Tapi di hadapanku ia berpura pura baik baik saja. Kau lihat bagaimana dia menahan sakit, bukan?"
Violetta terenyuh mendengar cerita Sam. "Jika surga sudah memintanya, maka aku akan merelakannya. Tapi satu yang kuharapkan, Natasha bisa melewati malam natal tahun ini,"

"Dia..pasti melewatinya, Sam."

"Aku juga berharap begitu. Natal adalah malam kesukaannya. Dia mengidolakan Santa. Dia akan menuliskan mainan keinginannya pada selembar kertas dan memasukkannya ke dalam sebuah amplop. Ia lalu meminta Boss untuk mengirimnya ke kutub utara." Sam tertawa walaupun ada sebulir air mata di sudut matanya. "Lalu Boss lah yang menjadi Santanya. Ia membelikan semua yang Natasha mau. Kau lihat sebuah boneka rusa raksasa di sudut sana? Itu keinginan Natasha tahun lalu,"

Violetta menatap boneka rusa raksasa yang tanduknya hampir menyentuh langit kamarnya.

"Boss terkadang berlebihan," ujar Sam. "Boss menyayangi seseorang dengan caranya sendiri,"

Violetta tertegun. Lagi lagi ia melihat sisi lain Xander yang begitu menakjubkan.

"Aku tidak tahu apa keinginannya tahun ini. Tapi sehari sebelum malam natal, ia akan menuliskannya. Aku ingin Natasha mendapatkan apa yang ia inginkan untuk tahun ini," ucapnya mengakhiri pembicaraan emosial ini. "Ayo kita masuk," ajaknya.

Violetta menyeka air di sudut matanya. Ia lalu mengangguk dan membuka pintu.

"Kakak!!!" Teriak Natasha nyaring. Ia berlari lalu memeluk Sam dengan erat.

*

"Tidak. Violetta tidak tahu sampai detik ini," ucap Xander.

Xander sedang berhadapan dengan beberapa orang di ruang kerjanya. Pembicaraan mereka terlihat begitu serius. Satu bertubuh gempal, berpenampilan bak mafia dengan cerutu kayu di mulutnya. Satu bertubuh tinggi dengan tato mencuat di balik lengan jas hitamnya dan satu lagi seorang wanita dengan tatapan tajam.

"Kau mempertaruhkan perusahaan ini demi seorang wanita," celetuk sang wanita. Ia menyisipkan kacamatanya di atas kepala. "Ini bukan kebiasaanmu,"

"Alexander, yang kerap bergonta ganti wanita, memutuskan untuk mempertaruhkan perusahaan demi satu wanita biasa." Tambah pria bertubuh gempal. "Dibanding Florencia, dia tidak ada apa apanya."

"Dan dia mempercayakan kita bertiga untuk menjalankan rencananya," sambung yang bertubuh tinggi.

"Kita bisa apa? Dia memungut kita. Tidak tahu diri jika kita tidak membantunya," ucapan wanita itu membuat semua tertawa.

"Dia bukan memungut kita. Dia membeli kita,"

Xander hanya tersenyum miring mendengar celotehan mereka bertiga. Sekretarisnya menuangkan sampanye untuk mereka semua.

"Bersulang," Xander mengangkat tangannya tinggi diikuti ketiga kawannya. "Untuk kemenanganku atas Violetta,"

ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang