CHAPTER 26. JANJI

28.2K 1.3K 22
                                    

Alarm ponsel Xander berteriak nyaring membangunkan mereka berdua yang terlelap setelah "bertempur" semalaman. Violetta mengerang, belum siap untuk mengawali hari. Ia masih merasa nyaman tidur berbantal dada Xander seperti ini. Tapi tidak untuk Xander. Pekerjannya di kantor semakin menumpuk sejak Xander pergi ke Swiss.

"Baby, aku harus ke kantor," Xander mengelus rambut Violetta lembut. "Jangan membuatku melakukan satu ronde lagi, ya," kalimat terakhir Xander seketika membuat Violetta bangun. Ia langsung duduk di atas ranjangnya, menutup tubuhnya dengan selimut tebal.

"Biarkan aku beristirahat!" Tolak Violetta keras. Xander tertawa kecil. Disentuhnya dagu Violetta agar ia mendongak ke arahnya. Ia mencium kening Violetta, mata, pipi, bibir, leher...

"Tidak!" Violetta mendorong Xander. Ia tahu apa yang akan terjadi jika ia membiarkan Xander melanjutkan ciumannya.

Xander tersenyum lebar. "I love your moan, baby." Ucapnya dengan tatapan penuh gairah.

"Ya, ya, aku tahu." Violetta memutar matanya dan berdecak. "Segera bersiap. Aku akan membuatkan pancake kesukaanmu," Violetta menepuk nepuk puncak kepala Xander.

"How do you know about my favorite breakfast?" Xander terbelalak. Yang ia ingat, sejak kehadiran Violetta di rumah ini, Violetta belum pernah melihatnya memakan satu buah pancake sekalipun.

"Aku bertanya pada ketiga pelayanmu itu. Mereka paham betul apa yang kau sukai dan tidak kau sukai. Kau suka pancake, roti dengan selai nanas, semua makanan dari daging kalkun, daging sapi, daging babi, dan kau tidak suka apapun yang mengandung ikan, terutama Sushi." Jelas Violetta. Ekspresinya begitu lucu hingga Xander berniat menyerangnya sekali lagi.

"Baby, let's get a morning sex," Xander mencium bibir Violetta, menggigitnya manja, bermain lidah di mulut Violetta.

"How..about..no..Xander?" Balas Violetta dengan suara terputus, mencari kesempatan di tiap putusan ciuman Xander yang bertubi tubi.

Belum sempat ia menyelesaikan jamahannya di payudara Violetta, sebuah ketukan keras mengalihkan perhatiannya. "Seingatku, aku meminta untuk tidak diganggu." Kesalnya.

Xander segera memakai jubah tidur hitamnya, mengaitkan talinya lalu membuka pintu. "Ada apa?!" Tanyanya ketus. Gangguan itu membuat mood Xander buruk.

"Tuan Ferdinand menunggumu, Bos." Xander terbelalak. Orang yang selama ini sulit ia temukan tiba tiba saja ada di rumahnya.

"Ayah?!" Xander bergegas menemui ayahnya.

"Oh, Putraku," sesosok pria berusia lanjut berdiri saat melihat Xander keluar. Di rentangkannya dua tangannya, siap menerima pelukan dari putranya. Itulah yang akan Xander lakukan tiap bertemu dengan Ayahnya.

"Bagaimana kabarmu, Putraku? Sudah lama tidak berjumpa," Tuan Ferdinand menepuk nepuk punggung Xander. Di tangannya, Xander yang garang berubah seperti anak berusia lima tahun.

Xander mengangguk. "Lima tahun, Ayah," hitungnya. Tuan Ferdinand terkekeh.

"Kudengar dari Barbara, kau datang ke rumah. Maafkan Liliane karena menghalangimu datang," ucap Tuan Ferdinand.

Xander menggelengkan kepalanya. "Ayah sakit, mungkin Bibi Liliane takut aku mengganggu istirahatmu."

Tuan Ferdinand mengelus kepala Xander. Setua apapun Xander, dia tetap putranya, putra kandungnya. Pandangan Tuan Ferdinand teralih saat melihat seorang wanita, mengenakan jubah tidur yang sama seperti Xander, keluar dari kamar sambil mengucek matanya dan sesekali menguap. Ia masuk ke dapur, membawa segelas air lalu kembali masuk ke dalam kamarnya diikuti Xander jr yang menggoyangkan ekornya senang. Violetta tampak tidak menyadari keberadaan Tuan Ferdinand.

ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang