30. Pasar malam

4.3K 573 204
                                    

Lo kalau ketawa ternyata cantik, Nai.
—Zein Axsa Aditama.

Sore ini semua orang di rumah Naila berangkat ke Bandara untuk mengantar Dzana, Ghani dan juga Bagas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sore ini semua orang di rumah Naila berangkat ke Bandara untuk mengantar Dzana, Ghani dan juga Bagas. 2 mobil yaitu mobil Zein dan juga Alfan. Suatu tempat yang paling dinanti sekalipun dibenci adalah Bandara, Stasiun dan juga Terminal. Dimana seseorang harus mengantarkan dan juga diantarkan menuju perpisahan, entah sesaat atau selamanya.

Naila memeluk Dzana sedikit lebih lama. Ia benar-benar menyayangi Dzana sama seperti menyayangi Hanum. Dzana mengusap punggung anak dari adik yang sudah meninggalkannya lebih dari 10 tahun yang lalu. Muka Naila lebih mewarisi Dzaki kecuali mata.

"Nanti kamu sok atuh main ke Bandung ya.." Dzana menepuk punggung Naila pelan.

Naila menganggukan kepala singkat, ia melepaskan pelukan dengan Dzana sembari tersenyum. Menahan airmata yang jatuh agar tidak terlihat sedih apalagi jarak mereka cukup jauh bisa-bisa membuat Dzana kepikiran dengannya.

"Zein kamu teh ganteng banget kalau pakai baju itu.." puji Ghani terkekeh pelan menunjuk baju Dzaki yang dipakai Zein. Baju ini beda dengan baju kemarin malam, tadi setelah shubuh Hanum memberikan satu baju kemeja hitam milik Dzaki pada Zein.

Zein hanya tersenyum sopan sambil menundukkan setengah badan-menghormati. "Paman bisa aja.."

"Mufid nih ngobrol dong, nggak capek diem terus? Aduh Paman sampe binggung kalau ngomong sama kamu teh bahas topik apa, Astaghfirullah.." keluh Ghani pada Mufid yang selalu irit bicara. "Padahal dulu kamu mah aktif banget, sekarang Ma Syaa Allah garing."

"Minta dipukul dulu, Bang, baru mau ngomong si Mufid mah.." sahut Alfan.

"Ngomong juga mau ngomong apa? Kalau nggak penting ya ngapain ngomong keburu nanti bisa sebabin banyak dosa gara-gara mulut doang." skak Mufid.

Seketika semua hening sesaat sampai suara tawa Bagas terdengar dan disusul tawa semua orang. "Tapi mulut lo juga bikin orang ngumpat, Fid, astaga. Diajak ngomong malah diem aja siapa yang nggak emosi coba?" balas Bagas.

"Biarin, salah juga kak Bagas ngomongnya ajak ghibahin cewek-cewek. Mana suka orang dengernya?"

"Astaghfirullah diem-diem suka bikin omongan, dahlah sok ayo, nanti ketinggalan pesawat," elak Bagas menarik koper isi barang-barangnya dan juga orangtuanya.

Setelah bercanda tiba saat pesawat yang akan ditumpangi akan berangkat. Ghani, Bagas dan juga Dzana berpamitan. "Fii amanillah ya, pulang ke Bandung selamat In Syaa Allah.." ujar Hanum.

*****

Zein dan Naila langsung pamit pulang dari Bandara tanpa harus pergi ke rumah Alfan lagi karena jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mereka berdua. Tersisa Zein dan Naila yang duduk bersampingan ditemani radio yang diputar. Hening, tidak ada pembicaraan diantara mereka. Malam kemarin setelah Naila ngengungkapkan apa yang selama ini dipendam membuat Zein bungkam.

SENDU (On Going)Where stories live. Discover now