14. Langit dan Bumi

3.6K 411 61
                                    

Sibuk melukis pelangi sana sini, menjadi payung bagi banyak orang, sampai diri sendiri hanyut tertelan mendung.

Sibuk melukis pelangi sana sini, menjadi payung bagi banyak orang, sampai diri sendiri hanyut tertelan mendung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

Mentari mulai menampakkan dirinya, kicau burung menambah kesejukkan pagi hari dan semilir angin yang menembus jendela rumah-rumah manusia sangat membuat nyaman berada di dalam selimut.

Matanya memincing kala cahaya berusaha masuk kedalam mata. Menggeliat menarik lagi selimut keatas tubuhnya. Pria yang sesudah sholat shubuh justru tertidur lagi.

Sudah seminggu rasanya Naila menikah dengan Zein yang tidak sama sekali ia menerima kehadiran Naila. Ketus, membentak dan tak jarang menunjuk Naila dengan jari telunjuknya. Namun, Naila tidak akan menyerah apapun alasannya selagi mereka masih berada dalam satu ikatan pernikahan.

Haruskah Naila marah pada Zein? Tidak.
Cinta itu fitrah datangnya dari Allah dan itu bukan urusan Naila. Mau berusaha semaksimal mungkin kalau memang Allah belum membalikkan hati Zein, ya tidak bisa. Naila memilih tawakal apapun hasilnya ia terima. Hasilnya akan tetap yang terbaik meskipun belum sesuai keinginan kita tapi, yakinlah semua yang ditakdirkan oleh-Nya itulah jalan terbaik.

Jika nantinya Naila yang harus mengalah dan pergi dari kehidupan Zein. Agar Zein bisa bersanding dengan perempuan yang dicintainya, maka tidak apa apa. Naila akan pergi ya, meskipun itu bukan keinginannya. Kata-kata cerai adalah sumber hancur hidup Naila tapi pilihan hidup selamanya dengan lelaki yang tidak akan mau menerima dirinya, itu bukan suatu pilihan yang tepat.

Naila mengambil brokoli, wortel, sawi putih, sosis dan lainnya bahan memasak. Kulkas di rumah ini benar-benar lumayan lengkap. Seminggu, kulkas masih lumayan penuh karena hanya masak sedikit saja, tidak ada yang makan lagi, selain Naila. Semua yang perempuan ini masak tidak pernah Zein makan atau sekedar cicipi, Naila juga bukan perempuan yang memberi sisa makannya, ia menyajikan makanannya di meja menunggu hingga Zein mau makan baru sisanya akan Naila makan. Tetapi sejauh ini, Zein justru langsung pergi tanpa menoleh ke meja makan. Lebih sadisnya masakan Naila selalu berakhir di tempat sampah.

Bergulat dengan wajan dan teman-temannya. Hingga semua masakan mulai dari sayur, lauk, buah dan sebagainya sudah siap. "Huft, sudah beres, sekarang bersih-bersih rumah. Makan nya nanti tunggu kak Zein bangun." ucapnya monolog.

Sudah seminggu menempati rumah ini tapi Naila tak pernah masuk ke kamar Zein hanya membersihkan lantai 2 di depan kamar Zein dan ruangan kosong sebelahnya yang nantinya akan digunakan ruang kerja.

Tok.. Tok..

Ia mencoba mengetuk pintu kamar Zein. "Kak udah siang, ayo bangun, kak!" seru Naila dengan mengedor pintu kamar Zein.

Tidak ada suara balasan.

Pelan-pelan ia membuka kamar Zein yang ternyata tidak terkunci. Kamarnya rapi meskipun Naila tidak membersihkan ruangan ini. Ada peralatan bersih-bersih seperti sapu dipojok ruangan sebelah kamar mandi. Pemilik kamar itu masih tidur dengan wajah yang sudah terkena cahaya matahari dari jendela namun masih saja tidur pulas. Tidak ada cara lain Naila memberanikan diri menarik selimut Zein.

SENDU (On Going)Where stories live. Discover now