5. Masih terpaut masa lalu.

3.4K 431 21
                                    

Terkadang kita terlalu ambisi mendapatkan apa yang kita ingin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terkadang kita terlalu ambisi mendapatkan apa yang kita ingin. Hingga asing dengan kalimat.
"Bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki."

Terlalu sibuk mencari kebahagiaan diluar sana sampai lupa bahwa bahagia ada kalau kita bersyukur.

*****

Pagi cerah matahari tampak malu-malu mengeluarkan sinarnya. Angin semilir meniup apapun didepannya. Sayup-sayup mata terbangun peka atas pagi hari yang sudah datang. Kicauan burung terdengar nyaring membentuk nada yang indah. Ayam pun tak mau kalah menyuarakan suara khas pagi harinya.

"Zein! Bangun," ucap Wanita paruh baya sembari menarik selimut anak lelakinya.

"Jam berapa, Ma?"

Wiyah merapikan kamar Zein. "Jam 8 udah siang tuh mangkannya bangun! Kamu kebutik jam 10 loh! Jangan lupa jemput Naila,"

Zein mengaruk kepalanya dengan muka malas lalu menarik kembali guling kesayangannya. "Agak siangan aja napa, Ma? Zein baru tidur setelah Shubuh!"

"Ha? Ngapain aja kamu sampai begadang gitu Ze!" Wiyah melotot kaget.

"Main game sama Dito." jawab Zein singkat.

"Udah besar game mulu ya kamu! Habis ini kamu harus lanjutin perusahaan Papa loh nggak belajar cara tentang Perusahaan malah game mulu!" omel Wiyah.

Zein justru menidurkan matanya santai. "Bangun atau Mama siram pakai air panas?" Adawiyah geram sambil berkacak pinggang.

"Eh iya iya, Ma." Lelaki itu langsung berlari menuju kamar mandi.

Usia 24 tahun dan beberapa bulan lagi 25 tahun pewaris tunggal keluarga Aditama begitu miris. Perjanjian diumur Zein yang nantinya 25 tahun dan sudah menikah maka jabatan Khalid akan diberikan padanya.

"Ze! Mama berangkat duluan ke Butik. Jangan lupa ke butik jam 10 on time!"

"Iya, Ma." teriak lelaki itu dari dalam kamar mandi.

Bawel amat masih pagi juga. Batin Zein.

*****

Keluarga kecil itu menyantap makanan sederhana di hadapannya. Hanya ada dentingan sendok yang bergerak menghampiri mulut mereka. Mereka nampak tenang makan tanpa bicara yang memang termasuk adab di keluarganya.

"Nanti Abi ke Toko seharian sampai sore kayaknya.." Alfan memecahkan keheningan.

"Mufid ikut Bi,"

"Boleh, Nak."

Gadis ini melihat bergantian antara interaksi orang disekitarnya. Bahkan bicarapun jarang yang ia lakukan selalu melihat, mengamati dan memahami.

"Nai mau ikut, Nak?"

SENDU (On Going)Where stories live. Discover now