18. Kecelakaan

4.9K 447 63
                                    

Seperti bunga yang akan mekar, ia perlu merasakan angin dan harus siap menghadapi hujan

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Seperti bunga yang akan mekar, ia perlu merasakan angin dan harus siap menghadapi hujan.
—SENDU.

Tidak sampai depan rumah tetapi mobil Zein berhenti, membuat Naila menatap Zein dengan dahi berkerut

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Tidak sampai depan rumah tetapi mobil Zein berhenti, membuat Naila menatap Zein dengan dahi berkerut. "Kenapa, kak Zein?"

"Turun." ujar Zein tanpa menatp muka Naila.

"Mogok mobilnya, kak?"

Zein menatap Naila jengah. "Gue bilang turun, ngerti gak?!" suara Zein yang meninggi membuat Naila terlonjak kaget.

"Kak Zein kenapa sih? kan belum sampai rumah, Naila ada salah ya?"

Ia hanya diam tanpa menjawab pertayaan Naila, langsung melepaskan seatbet yang dipakai Naila. "Banyak omong banget lo. Gue bilang turun ya turun! Masih nggak ngerti juga?!"

Naila sontak menatap Zein pekat. Ia sungguh tidak bisa memahami perubahan sikap Zein. Naila merasa benar-benar dibodohi oleh dirinya sendiri, bisa-bisanya ia terlena sikap Zein malam ini yang jelas hanya berpura-pura. "Iya, Naila turun kok. Kak Zein hati-hati ya."

Perempuan ini benar-benar sudah turun dari mobil Zein. Setelah turun dari mobil, Zein mengendarai mobil dengan cepat. Naila berjalan agak jauh untuk menuju rumahnya. Memakai baju gaun sangat rapi.

Tiba-tiba sorot lampu motor dari arah belakang mengenai badan Naila. Ia berbalik badan melihat seseorang dibelakangnya. "Faqih?"

Faqih memberhentikan motornya. Membuka helm sembari merapikan rambutnya. "Eh, kak Nai! Kok jalan pakai baju rapi gini. Habis darimana, kak?"

"Ah, habis dari acara resmi, jadi pakaiannya gini.." jawab Naila dengan raut muka ragu. "Kalau Faqih darimana?"

"Faqih mau cari makan si, kak, soalnya Abi sama Umi lagi pulang ke Arab,"

"Oh cari makan, disitu ada nasi goreng lumayan enak, Qih. Kalau kamu mau beli disana aja, udah malem cepet pulang, sekarang rawan begal." ujar Naila menunjuk suatu tempat penjual nasi goreng pinggir jalan.

Faqih mengangguk paham. "Asyiapp nanti Faqih kesana deh. Ayo kak Nai, Faqih anter pulang?"

"Eh—jangan, nggak perlu, itu rumah kak Nai didepan banget. Udah kelihatan dari sini," Naila menyengir kaku.

SENDU (On Going)Where stories live. Discover now