[Spin off Senja Assyifa]
"Lo cantik dan lo juga baik. Tapi tetep gue nggak bisa terima lo apalagi suka. Gue nggak ada niatan. Kita nikah cuma sebatas status."
Naila Bilqis Al-Madinah. Gadis bermata sendu yang mengidap penyakit mental illnes. Begitu...
Kecantikan wanita bukan berada pada wajahnya, melainkan pada kecantikan hatinya karena disana terdapat keteguhan iman, taqwa dan kecintaannya terhadap agama. —Zein Axsa Aditama.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Aku menatap binggung meja makan yang dimana masakan rendang habis dan ayam baladoku tinggal sepotong ayam saja. Mana ada tikus makan makanan serapi ini? Tidak ada piring kotor yang bekas orang makan.
Mana mungkin juga rumah sebagus ini ada tikus. Maling? Tidak mungkin jika maling barang-barang rumah saja masih utuh tidak ada yang hilang. Dan maling kenapa mencuri masakanku? Receh banget maling kalau seperti itu. Ah, Kak Zein? Bisa jadi lelaki itu lapar dan memakan masakanku lalu piringnya dicuci biar nggak gengsi, iya kan? aku juga tidak akan membahas tentang ini, takutnya lain waktu kak Zein tidak mau memakannya lagi.
Yang ditunggu-tunggu datang juga. Kak Zein keluar dari kamarnya lalu menuruni tangga.
Rambutnya masih basah dan handuk hitam menghiasi pundaknya. Ia berjalan menuju halaman belakang untuk menjemur handuk. Memang kak Zein terlihat mandiri. Tak pernah merepotkanku, lagian juga tidak pernah mau jika aku bertanya tentang dia.
Aku dirumah ini hanyalah patung bergerak bagi kak Zein. Sapaku tak pernah di tanggapi, masakanku juga tak pernah dimakan. Mungkin adanya diriku hanyalah angin atau pajangan yang hidup.
Mengeluarkan selada dari kulkas, roti dan juga daging tidak lupa dengan selembar potongan keju. "Eh, kak Zein!" sapaku kikuk pada waktu lelaki ini berdiri dibelakangku, menunggu antrian untuk mengambil sesuatu di kulkas.
Kak Zein mengeluarkan roti, daging dan sayuran, sama persis seperti yang aku ambil. Ia tampak mengerutkan bibir sembari menata tatanan burger.
"Sini, kak, Nai bantu?" tawarku menadahkan tangan.
"Minggir nggak tangan lo?"
Aku menggeleng keras dan merebut roti dan sosis yang ada digenggaman tangannya. "Gapapa ya, Naila bantuin, Kakak duduk aja.."
"Siniin punya gue!"
"Enggak, biar masaknya barengin sama burgernya, Nai," tanganku bergerak untuk menggoleskan mentega.
"Terserah! nggak bakal gue makan juga."
Lelaki iku menyerah mengambil botol kopi yang ada lambang Npasti itu kopi bikinan kak Zein, yang ia bawa pulang dari Kafenya. Terbesit rasa ingin tahu dimana Kafe yang didirikan oleh kak Zein. Lelaki ini sama sekali tidak memberikan informasi apapun padaku, padahal status kita masih suami-istri.
Burger sudah siap!
Aku menaruh satu piring didepan kak Zein yang duduk dimeja makan ditemani kopi dan ponsel pastinya.
"Kak.. Dimakan dulu," ucapku sembari duduk disebrang meja makan.
Ia mendongkak menatapku datar, aura lelaki ini terlihat sangat dingin. Tak melihat burger yang sudah berada didepannya, ia justru mengambil kunci mobilnya. "Loh, kak Zein mau kemana? Kan udah Nai masakin,"