5. Gonna Mad

84 31 1
                                    




Dahyun yang melihat kedatangan Jimin yang lesu, menatapnya heran. Tumben sekali pemuda itu tampak tak bersemangat seperti biasanya. Apa karena ia berbuat salah? Apa ia akan di usir? Terus, ia akan tinggal dimana, jika Jimin mengusirnya?

"Ji..."

Dahyun tak meneruskan ucapannya mendapati Jimin mengangkat tangannya, isyarat agar ia tak berbicara. Jimin menghempaskan kepalanya, menatap langit-langit apartemennya. Hingga Dahyun tersentak kala Jimin menatapnya tajam, sedikit bergidik akan tatapan tersebut.

"Dahyun!"

"Iya?"

"Kau benar-benar tidak tahu apa yang membuatmu seperti ini?"

Oke, mungkin Dahyun sudah sering kali mendengar Jimin mengatakan hal yang sama selama ini. Dan ia juga sudah menjelaskan jika ia tidak bisa mengingat apapun selama ini, entah apa yang menimpanya hingga ia berakhir seperti ini. Dress lusuh ini, bahkan ia tidak mengingat kapan terakhir kali memakainya. Kalau diingat ia tidak pernah suka yang namanya gaun.

"Apa aku perlu berulang kali untuk mengatakan bahwa aku benar-benar tidak tahu?" Pukas Dahyun sedikit geram.

Jimin melambaikan tangannya, memberi isyarat agar Dahyun tak melanjutkan ucapannya. Ia pusing, sungguh. Kasus yang tengah ia kerjakan sekarang kembali tak menemukan titik terang. Tapi, sepertinya Jimin akan fokus pada kasus sebelumnya, untuk kasus ini biarlah Taehyung yang mengurusnya, ia akan ikut sesekali agar tidak ada yang mencurigai kalau ia kembali pada kasus sebelumnya. Sungguh, Jimin masih penasaran dengan semuanya. Seakan-akan tertutup begitu saja dan banyak yang hilang menurut Jimin.

"Bisa,'kah benda sialan itu diam?"

Dahyun geram akan ponsel Jimin yang selalu berbunyi tersebut. Apakah pemuda itu tak terganggu dengan suara-suara yang cukup mengganggu tersebut? Tapi, bukannya hal yang ingin Dahyun segera terima, ia malah mendapat pelototan dari Jimin.

"Kau mengatakan apa barusan?"

Dahyun diam, mencoba mengingat apa yang ia ucapkan barusan dan meringis ditempatnya. Sungguh, lontaran itu tak ia sengaja karena muak dengan benda tersebut. Belum sempat Jimin memarahi semakin larut, tiba-tiba Dahyun memukul kepalanya sendiri, sedikit merutuk juga dalam hatinya. Sukses hal itu membuat Jimin tertegun ditempatnya, tak percaya dengan apa yang baru ia lihat.

"Dasar bodoh!" Begitulah ucapnya sembari terus memukul kepalanya. Ia benar-benar tidak tahu akan tinggal dimana saat pemuda ini mengusirnya. Jimin dengan cepat meraih tangan Dahyun agar tak semakin melukai dirinya. Digenggamnya tangan itu dan dingin, itulah yang ia rasakan saat memegang tangan Dahyun. Dingin layaknya orang yang kedinginan. Jimin merasa Dahyun benar-benar hilang dari raganya.

"Maafkan aku, aku janji tidak akan mengulanginya dan tolong jangan usir aku. A–aku hanya kesal dengan benda yang terus berbunyi itu!" Cicitnya lemah diakhir kata. Jimin mengangguk saja, toh sebenarnya ia juga terganggu, pasti dari para murid-muridnya. Itulah nasib terlalu baik kepada siapa saja.

"Kau tidak mengusirku,'kan?" Dahyun bertanya dengan nada takut-takut.

Jimin menggeleng. "Kau bisa istirahat dan jangan memukul kepalamu seperti itu!"

"Iya, maaf aku tak akan mengulanginya dan terima kasih karena tidak jadi mengusirku!"

Jimin hanya menatap punggung itu yang semakin menghilang di perpotongan tembok antara ruang tamu dengan dapur. Sedikit memiringkan kepalanya merasa bingung. Untuk apa Dahyun pergi ke dapur? Ah, mungkin dia ingin mengambil sesuatu hingga kearah sana. Jimin bergegas masuk ke dalam kamar, meninggalkan Dahyun yang tampak mengintip di balik sana.

Adorable GhostWhere stories live. Discover now