20. Kenangan di Busan

79 13 14
                                    



Miss me? Or this book?




Perjalanan dari Seoul-Busan terbilang cukup lama. Jimin lebih memilih mengendarai mobilnya menuju tempat kelahirannya tersebut. Bukannya ia tidak memiliki biaya, ini termasuk alternatif karena ada Dahyun disini. Tidak mungkin jika ia naik apa dengan dua tiket sedangkan dari kelihatannya ia sendirian. Jimin tidak ingin membuat asumsi orang-orang makin bertebaran. Lagipula dulu saat pertama kali menginjakkan kakinya di Seoul, ia juga naik mobil dari hasil mengajarnya selama ini. Mobil ini bukti kerja keras Jimin selama ini.

Mobil hitam itu berhenti pada sebuah rumah. Itu rumah peninggalan orang tua Jimin. Pria itu sudah ditinggal saat menduduki bangku kuliah. Itu sebabnya ia terbiasa hidup mandiri. Kuliah terfavorit karena beasiswa penuh. Jimin termasuk pria berbakat di generasinya karena bisa lulus dengan nilai yang memuaskan dan kuliah hanya memerlukan 2,5 tahun. Tentu karena kecerdasan otaknya saat duduk di sekolah menengah yang mengikuti kelas akselerasi. Itulah kenapa di usia 24 tahun ini Jimin bisa sesukses ini. Bukti nyata jika anak muda yang dibawahnya tidak boleh kalah dengan apa yang terjadi dengannya di masa dulu. Kalau ditelisik, kehidupannya sangat susah, dulu. Lalu membaik seiring berjalannya waktu.

Jimin turun dari mobil, menatap halaman rumah yang masih terawat karena ada beberapa yang sukarela mengurus rumahnya selama ia berada di Seoul.

"Nak Jimin?"

Jimin segera menoleh begitu ada yang memanggil. Tersenyum saat tahu siapa gerangan. "Bibi Han, lama tidak bertemu. Ah, terima kasih sudah merawat rumah peninggalan Ayah dan Ibu!"

"Jangan sungkan seperti itu. Kau sudah kuanggap sebagai anak sendiri!" Ia balas senyuman Jimin. "Kau libur? Rasanya Bibi lama tidak melihatmu!"

"Iya, mumpung ada kesempatan jadi aku pulang untuk meringankan pikiran. Pekerjaanku lumayan menguras!"

Bibi Han tersenyun, lalu matanya menangkap sesuatu setelahnya ia tarik pelan jaket yang Jimin kenakan. "Apa kau masih diganggu oleh mereka?" Tanyanya sembari menunjuk sosok yang anteng tidur di jok samping mobil Jimin. Jimin ikut melihat apa yang Bibi Han tunjuk. Lalu menggeleng.

"Tidak Bi. Aku sudah tidak diganggu lagi sejak yang terakhir kali. Ini berbeda, lebih rumit, karena dia tersesat. Kemarin ia cerita jika ia bermimpi bertemu dengan raganya."

Bibi Han menampilkan wajah sedih, "Kasihan sekali. Orang tuanya pasti mengkhawatirkannya!"

"Aku sudah bersamanya setahun belakangan, membantunya untuk kembali ke raganya dengan perlahan lewat ingatannya!"

"Semoga ia cepat pulih!" Jimin mengangguk saja. Selain orang tuanya, Bibi Han tahu apa yang dulu terjadi pada Jimin karena beliau satu-satunya yang selalu menjaga Jimin jikalau orang tuanya sibuk dengan pekerjaan. Awalnya cukup aneh melihat Jimin yang tampak berbicara sendiri, tapi kala bocah itu cerita jika ia memiliki teman dari situ Bibi Han tahu bawa Jimin sedikit terganggu dengan kehadiran sosok tersebut.

Berupaya membantu Jimin menghilangkannya dan itu terkabul. Sosok itu pergi kala Jimin menginjak kelas 4 sekolah dasar. Lalu kembali kaget karena mengira Jimin diganggu oleh sosok sama tapi lain rupa. Bibi Han bisa melihat mereka walaupun samar, itu sekarang kalau dulu tidak kelihatan tapi tahu apa yang ada di sekitarnya.

"Ini kunci rumah. Bibi sudah membersihkan semuanya. Semoga kau nyaman dan betah!"

"Sekali lagi terima kasih, Bi!"

Adorable GhostWhere stories live. Discover now