VI

77 54 38
                                    

Selamat membaca fren  ( ˘͈ ᵕ ˘͈♡)

◐◒◓◑
Inti dari kehidupan, adalah memahami orang lain.
◐◒◓◑

"Nenek! Ayo, kenapa bisik-bisik begitu, sih. Katanya kalau bisik-bisik berdua, yang ketiga itu setan!"

"Kata siapa? Jangan sok tahu, deh!" timpal Malam.

"Loh, Malam ga denger ceramahnya ustadz kemarin? Ah, bolos terus, sih!" Pagi ngotot.

"Ustadz yang mana? Emang Pagi ikut pengajian?"

"Itu, yang ustadz perempatan itu.. Ah, masa ga tau, sih. Malam ngedekem di rumah terus, sih. Pagi, dong, udah keliling komplek."

"Perempatan, kan, banyak, Pagi.." imbuh Esok.

"Seriusan! Yang deket food court sate madura itu!

"Yang deket kandang babi?" celetuk Sore

"Nah! Yang tiap hari guk guk guk terus, Pagi sampai hafal!"

"Ah, masa, sih?"

"Jangan gitu, dong! Besok dicari, pokoknya sekitaran situ.."

"Udah ga ada di situ kali. Biasanya ada, toh, yang ceramah sambil keliling becak-an."

"Hah? Canggih banget?"

"Iya ustadznya pinter, rajin les," ini Siang.

"Aku juga rajin les!"

"Les apa?"

"Les.. les gitar! Sama Bang Mawang!"

"Ngamen?"

"Gitar!"

Nenek terkekeh mengamati mereka berlima. Ia melempar tatapan ke Harsa, "Begitu, lah, cucu saya setiap hari. Tolong dimaklumi, ya.."

Harsa ikut terkekeh geli. Dia tidak tahu ia berada di mana, ia merasa sangat asing dengan daerah sini. Namun disini, ia merasa dirinya berada di rumah. Sayup-sayup ia bisa mendengar alunan gitar Bang Mawang yang menyenandungkan lagu indie.

Angin, dengarkanlah
Jangan bawa ia
Berbaik hatilah
Biar laguku memanggilmu pulang
Jangan terburu, tenang akan datang
Rindu tertumpuk 'kan gugur terbuang

◐◒◓◑

Dan disinilah ia, seperti yang sudah di mention, berkencan dengan tepung, membuat pangsit.

"Sore! Itu garamm, jangan dimasukin adonan!"

"Hah? Udah nyelup, kak?!"

"Aduhh, gimana dong?"

"Asin, nih, jadinya.."

Sekali lagi, perasaan hangat menguar di dada Harsa mendengar celotehan lima saudara kembar itu. Ia berjanji akan membuat pangsit terbaik untuk mereka.

◐◒◓◑

Harsa bangun dengan tubuh bugar setelah semalaman menginap di rumah nenek.

"Kak Harsa," kepala Malam tiba-tiba muncul dari balik selimut Harsa.

"Pagi?"

Malam merengut kesal karena Harsa salah menebak namanya, "Ish, ini Malam."

"Oh, maaf, Malam. Kalian mirip," tukas Harsa.

Malam menggeleng cepat, "Ga mirip."

"Iya... iya..," gumam Harsa sambil mencubit pelan hidung Malam. Secara teknis kalian kembar.

Amigdala,  COMPLETEDWhere stories live. Discover now