XIX

49 21 124
                                    

Selamat membaca fren ( ˘͈ ᵕ ˘͈♡)

◐◒◓◑

"Tidak ada penderitaan yang abadi, tidak ada kebahagiaan yg abadi. Kecuali bagi yang pandai bersyukur, selamanya ia akan merasakan kebahagiaan."

◐◒◓◑

Awalnya Harsa mengira kalau mimpinya tidak akan berlangsung dalam jangka lama.

Biasanya setelah ia tidur sekali, ia akan kembali ke kehidupan nyatanya. Tapi kali ini, ia sudah tidur dua kali dan ia tetap tak kembali ke dunia nyatanya. Ia belum berganti mimpi, masih ada di kampus yang mahasiswanya sama.

Jadi istilahnya dia ini tidur dan bangun masih di mimpinya.

Lihatlah, masih ada Kastara yang kini rajin sekali mampir ke rumahnya.

Sepagi ini?

Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, ia berjalan ke arah pintu. Pintunya berderit kala dibuka.

Kastara sudah siap, terlihat rapi dan wangi di depan rumahnya, menenteng kameranya.

"Masuk dulu?"

"Nggak usah, gue mau nunggu di sini,"

"Pagi-pagi banget mampir, gue belum mandi, nih."

"Pantes bau,"

Harsa mendelik kesal, "Lo sendiri ngapain kesini?"

"Jemput lo,"

"Kemana?"

"Keliling Bandung," jawabnya, "lagi."

Harsa bergeming tidak percaya.

"Cepetan. Ketinggalan sunrise nanti lo,"

"Mau cari sunrise? Bentar bentar gue mandi dulu,"

"Mandinya yang cepet!"

"Iyaa, bawel ah,"

Setelah gebyar-gebyur mandi kilat, Harsa segera memakai outfitnya dan memasukkan barang-barang yang ingin dibawanya ke sling bag.

"Mau kemana ndhuk?" Bapak tiba-tiba muncul dari dapur.

"Eh-mau nyari sunrise bareng temen," Harsa mengulurkan tangannya hendak salim.

"Hati-hati, ya," kata bapak menerima uluran salim Harsa.

Harsa mengangguk, "Harsa pergi dulu ya, pak."

◐◒◓◑

Ini hari minggu, selamat pagi dunia tipu-tipu.

Menurut ramalan cuaca yang hari ini tidak kiamat mereka bersiap-siap pergi ke tempat yang dimaksud Kastara.

"Lo tahu rumah gue dari mana?"

"Runa."

"Owh."

Beruntungnya kali ini, Kastara membawa motor matic, jadi mereka tidak perlu capek-capek gelandangan seperti kemarin.

Tapi itu terbayar tuntas kala sampai di arcade. Arcade yang nuansa 90-annya masih kental, dan membuat mereka bernostalgia perihal masa kecil mereka, anak kecil yang belum mengenal masalah.

Kastara mengajaknya ke sebuah bukit, memakan waktu tiga puluh menitan untuk sampai kesana.

Berbeda dengan sebelumnya, Harsa tidak terkejut juga tidak senang. Ia sudah tahu bukit itu karena bukit itu dekat dengan rumahnya.

Amigdala,  COMPLETEDWhere stories live. Discover now