XII

37 19 75
                                    


Selamat membaca fren  ( ˘͈ ᵕ ˘͈♡)

◐◒◓◑

seandainya tidak ada kesempatan, cobalah untuk membuatnya.

◐◒◓◑

Harsa terbangun dengan tubuh bugar. Berbeda dengan mimpi sebelumnya, mimpinya ini terasa menyejukkan.

Berakhir dengan damai, tidak grusah-grusuh seperti mimpi kemarin kemarinnya. Mungkin karena mimpinya hanya sederhana, menonton film di kebun salak bersama Kastara.

Dan berakhir dengan damai juga, ia hampir merasa kalau dia hanya berbaring dengan otak yang bekerja. Ia hampir merasa kalau otaknya yang terlalu imajinatif merencanakan itu semua.

Tapi nyatanya, mimpinya itu dirancang oleh Kastara. Harsa juga tidak bodoh untuk menyadari sesuatu.

Dunia di mimpinya memang tidak menetap, silih berganti seperti saluran televisi. Namun yang ia ingat, selalu ada sosok laki-laki yang sama, hadir di setiap dunia asing dalam mimpinya, seperti host tetap di seluruh channel televisi.

Ia termenung, hari ini dia tidak bangun telat, hari ini juga hari minggu, jadi dia bisa glundang-glundung dulu di kasur.
Merenungkan perihal perasaan tidak biasa yang menjalar.

Wajahnya memerah mengingatnya. Ia bukan lagi anak SMP yang labil, bermain-main dengan cinta monyet. Ia sudah anak kuliahan dan paham benar, apa perasaan yang tadi dia rasakan.

Tidak ada hubungannya sebenarnya, kuliah dengan itu.

Lagipula, mana diajarkan soal cinta juga saat kuliah.

Kita semua mencari tahu sendiri, jadi wajar kalau paham masing-masing kadang berbeda perihal cinta.

Kurang ajar benar Kastara kini merampas seluruh ruang di pikirannya.

Baru bangun tidur tapi dia sudah galau buta.

Lucu juga? Dia jatuh cinta dengan orang yang hanya hidup dalam mimpinya, bukankah itu sedikit aneh?

Tidak, itu aneh sekali.

Harsa merasa ia tidak boleh melanjutkan perasaannya lagi, karena itu mustahil? Kau jatuh cinta dengan tokoh yang ada di mimpimu? jangan konyol deh.

Sejak saat itu Harsa memutuskan untuk berharap ia tidak boleh bertemu Kastara terlalu sering.

Atau ia akan jatuh terlalu dalam.

◐◒◓◑

"Jadi, kan, nemenin bapak?"

Harsa yang baru menenggak yoghurt di kulkas menoleh.

Ia menelan yoghurtnya lalu mengangguk.

"Jam satu?"

"Iya, habis dzuhur. Siap-siap, ya."

Harsa mengangguk pelan, melanjutkan menenggak yoghurt.

Bapaknya itu. Harsa kadang ingin sekali meringankan bebannya, dengan cara apapun.

◐◒◓◑

Harsa termasuk siswa yang pintar di sekolahnya. Langganan juara satu dua tiga. Langganan juga kesayangan guru.

Jadi kesayangan guru memang enak, tapi tidak seenak itu. Kadang ia tidak enak juga disebut-sebut terus saat pelajaran, dibangga-banggakan dengan prestasinya. Tidak enak dengan teman-teman yang lain.

Amigdala,  COMPLETEDWhere stories live. Discover now