XIV

44 15 42
                                    

Selamat membaca fren  ( ˘͈ ᵕ ˘͈♡)

◐◒◓◑

kalian harus berani nyasar biar belajar.

◐◒◓◑

Harsa meletakkan tasnya, kemudian duduk di atas kursinya.

Runa yang ada di sampingnya, menyambut kedatangan Harsa.

"Harsa!" sapanya ceria.

Harsa membalas sapaan Harsa dengan senyuman. Runa ini sahabatnya sejak semester satu, vokalis tetap di ekskul band kampus mereka, Kangen Band.

Engga, bercanda, Andika.

Band kampus mereka namanya Quotidian. Karena agak ribet dan sering diplesetkan '(A) ku tindihan' sama orang - orang—terutama Tama dan Danne, nama band mereka disingkat Band Qi.

Walaupun gayanya slengean dan sering gempor soal skripsinya, selera musik Runa paling bagus di antara mereka, secara dia, kan, anak band.

Arctic Monkey, Lauv, Niki, Saint Fiction, Imagine Dragons, banyak deh!

Kadang ia juga suka gembar-gembor akan puasa senin kamis buat beli albumnya NCT, Runa.. Runa..

Selera musiknya aja yang bener, otaknya mah kagak. Sama gilanya dengan Tama dan Danne yang suka bikin rusuh.

"Lo deg-degan banget habis lari, ya? Ujar Runa menepuk-nepuk bahunya.

"Iya, nih, takut telat," timpal Harsa sambil mempersiapkan notenya. Emang detak jantung gue sekenceng itu, ya, sampai Runa bisa dengar?

"Sans, Pak Julius juga sering telat, kok," Runa melambaikan tangan, menenangkan.

"Telinga lo tajam juga, ya, Na," celetuk Harsa.

"Hari ini hari kamis, kan?" imbuhnya.

Runa membelalakkan matanya, "Sabtu, Harsa!"

"Buset, salah jadwal dong gue?!"

"Lo kenapa sampai lupa gitu?"

"Ga tau, nih."

"Eh, cabut. Pak Julius datang," Runa berbalik di kursinya, menghadap Pak Julius yang kini berjalan masuk.

Harsa mengangguk mengiyakan.

Aneh banget Harsa hari ini, tumbenan. gumam Runa dalam hati

◐◒◓◑

"Selamat pagi, class. Hari ini ada kabar baik dan kabar buruk," Pak Julius dengan kemeja putihnya dan jas yang membalut perut agak buncitnya, meletakkan koper.

Seluruh kelas menahan napas, menunggu kabar baik dan buruk yang ingin disampaikan Pak Julius.

"Kabar buruknya adalah.."

Sudah kebiasaan Pak Julius mendahulukan kabar buruk dulu daripada kabar baik, agar nantinya kabar baik bisa menglipur lara kabar buruk.

"Kabar buruknya adalah teman kalian, Laut Danalaya harus absen satu bulan karena demam berdarah. Mari kita doakan agar cepat sembuh dan kita bantu catatan agar tidak ketinggalan pelajaran, ya."

"Aamiin.."

"Dan menyempatkan waktu untuk menjenguk," sambung Pak Julius.

"Untuk ketua kelas, bisa diatur, ya, kapan menjenguknya."

Aguswara—ketua kelas mengangguk, "Baik, pak."

Satu kelas riuh dengan gumaman simpati.

 Berdoa semoga Laut segera sembuh dari demam berdarahnya.

Pak Julius berdehem pelan, mengalihkan kembali atensi kelas padanya.

"Kabar baiknya, kita kedatangan mahasiswa baru."

Ada yang berbisik-bisik penasaran, menunggu siapa gerangan murid  baru itu.

Pak Julius mengusap rambut klimisnya sebelum melambai ke arah pintu.

"Sini, bujang, masuk," panggilnya menggunakan aksen Palembangnya yang khas.

Dari arah pintu melangkah seseorang, pemuda dengan jaket jeans warna abu-abu, dan celana denim berwarna krem.

Wajahnya manis dengan lesung pipit dan alis standar, tapi di samping itu semua, matanya yang berbeda warna menarik perhatiannya. Pemuda itu dianugerahi heterokhromia, mata sebelah kanannya berwarna biru dan mata sebelah kirinya berwarna coklat.

Tapi Harsa tahu mereka orang yang sama.

Baru saja ia bersyukur bahwa mimpinya normal, ternyata zonk.

◐◒◓◑

"An—."

Yang membuat Harsa mengumpat dengan khidmatnya adalah pemuda yang berdiri di hadapannya tidak lain tidak bukan adalah Kastara.

"Kenapa? Lo kenal?" tanya Runa.

Harsa memang mengumpat tidak terlalu keras tadi, tapi sudah cukup untuk telinganya yang tajam mendengarnya.

Harsa menoleh, "Sepupu gue, Na."

Sorry Runa, ia bohong, masa ia mau mengatakan kalau dia kenal orang antah berantah dari mimpinya.

Runa mengangkat bahu, tidak mempermasalahkan.

◐◒◓◑

Sial, kenapa orang yang paling ingin dihindarinya sekarang malah muncul, sih.  Seolah-olah Kastara ingin menghantuinya di setiap mimpinya.

Dari sudut matanya ia bisa melihat Kastara melempar smirk mengejek padanya. Sudah ia duga, Kastara sama menyebalkannya dengan saat pertama kali ia bertemu dengannya di kebun saffron, juga sama tengilnya dengan saat ia bertemu dengannya di kebun salak.

Tapi  ada yang berubah dari Kastara, pertama warna matanya yang dulu crimson. Sekarang berubah karena heterokhromia.

Kedua, Kastara berubah.

Karena diam-diam ia memperhatikan Kastara, berubah sedikit demi sedikit lebih semu dengan cara yang tak ia mengerti

Seharusnya ia tidak heran, karena sejatinya Kastara hanyalah semu yang singgah berkali-kali di mimpinya. Tapi mengapa perasaan aneh di hatinya tidak mau hilang juga.

Perasaan kalau ia sudah mengenal Kastara sejak lama.

◐◒◓

halo, gimana ceritanya.

jangan lupa vote dan silahkan comment.

terimakasih.

-z

#exproject.

Amigdala,  COMPLETEDWhere stories live. Discover now