Bangkit dari luka

194 18 2
                                    

Diam-diam, Bianca mulai merancang bagaimana saja langkah-langkah agar ia bisa menjadi EO. Iya, sewaktu ia melihat perayaan ulangtahun di café waktu itu EO adalah satu pikiran yang tiba-tiba saja terlintas di benaknya.

Tidak ada salahnya tentu saja untuk mulai menggeluti bidang itu. Bianca bisa memulainya dari yang sederhana dulu, tidak memerlukan tim khusus, karena jika mulai dari yang sederhana ia bisa menanganinya sendiri. Lagipula, berbekal pengalaman menangani kegiatan sewaktu sekolah dulu, maka sekarang bisa di aplikasikan untuk pekerjaan ini.

"Ca, lagi ngapain? Kayaknya dari tadi sibuk banget. Kita gak lagi ada tugas dadakan kan?" Zizi yang tiba-tiba duduk di sampingnya dan bertanya membuat Bianca terkejut dan spontan menutup bukunya.

"Eh Zi, astaga ngagetin kamu. Gak kok gak ada, aku cuman bosen aja, jadi coret-coret asal aja deh." Bianca tersenyum pada Zizi. Bianca tipikal orang yang peka terhadap apa saja, terkadang memiliki sifat itu juga tidak enak. Karena kita akhirnya harus tau sesuatu yang gak seharusnya kita tau.

Zizi tersenyum lalu ikut membuka bukunya. Zizi mulai mmebaca kata demi kata dari buku yang dipegangnya kini. Buku tentang pembelajaran selanjutnya. Sangat berbeda sekali dengan Bianca yang tidak suka membaca kecuali membaca novel.

Bianca keluar meninggalkan Zizi yang sudah tenggelam dalam bacaanya itu. Ia berdiri di pagar, memperhatikan orang-orang yang berada di eskalator atau yang berada di lantai bawah. Karena kelasnya sekarang berada di gedung paling atas, jadi wajar jika ia bisa leluasa melihat anak-anak yang berada di lantai bawah.

"Dek, ini kelas ilkom 3c kan makulnya pak Ibrahim?" Tiba-tiba ada orang yang menghampiri Bianca. Sepertinya ini adalah kakak tingkat yang ngulang atau baru mengambil mata kuliahnya pak Ibrahim pada semester ini. Bisa juga karena abang ini cuti. Banyak spekulasi yang muncul, namun Bianca hanya bisa menjawab dengan ramah.

"Iya, ini kelasnya pak Ibrahim. Cuman beliau belum masuk, tadi ada konfirmasi untuk kedatanganya yang telat." Belum selesai Bianca bicara, dari kejauhan sudah terlihat pak Ibrahim berjalan mendekat. Baik Bianca maupun kakak tingkatnya itu sama-sama menoleh.

"Beliau datang." Tanpa banyak basa-basi lagi, Bianca dan kakak tingkatnya itu langsung masuk ke dalam kelas beriringan. Beberapa orang tentu saja memperhatikan. Karena melihat, siapakah yang masuk bersama Bianca itu. Sudah lagunya, jika ada wajah-wajah baru, semuanya pasti menoleh atau tak sedikit yang langsung berbisik-bisik menanyakan pada orang di sebelahnya.

"Ca siapa? Ganteng dong abangnya. Kating yah itu?" Nirin sudah heboh bertanya pada Bianca. Karena Bianca yang masuk bersamaan dengan laki-laki itu tadi.

"Nirin mulai deh kalo ada yang bening-bening gitu. Ingat si Aji yang udah suka sama kamu dari semester satu." Nirin yang notabenya paling dekat dengan anak-anak cowok dibandingkan yang lainnya tentu saja ada digosipkan dengan salah satu diantara mereka.

Aji, laki-laki dengan postur tinggi dan badan sedikit berisi itu selalu malu-malu jika disinggung tentang Nirin. Maka dari itu juga anak-anak kelas suka sekali menjodoh-jodohkan mereka berdua.

"Apaan sih Jes? Bukannya si Aji itu sama kamu? Kamu kan juga yang pernah di kasih coklat sama dia?" Nirin yang tak terima langsung balas mengolok Jessy. Karena memang benar. Fakta bahwa Jessy juga pernah diberi coklat oleh Aji.

Aji itu tipe yang baper jika dijodoh-jodohkan dengan siapapun. Bisa jadi mottonya itu yang penting punya pacar. Padahal dia itu anak yang baik. Sayangnya, kepolosannya juga itu yang pada akhirnya dibuat bercanda oleh anak-anak lain.

Hening langsung ketika pak Ibrahim sudah mulai memasuki kelas. Pak Ibrahim ini tipikal dosen yang tidak banyak basa-basi. Sebenarnya dosen yang pengertian juga, namun dosen-dosen seperti ini yang terkadang banyak tak disukai mahasiswa. Selain terlalu disiplin dan terstruktur, suasananya juga tak mengenakan.

DIBALIK LUKA (END)✅Where stories live. Discover now